Wapres Dorong Tata Kelola Fintech Percepat Pertumbuhan Ekonomi
Kemajuan teknologi finansial atau fintech (technology financial) turut mendorong perekonomian Indonesia. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat, kontribusi fintech nasional pada 2019 tercatat sebesar 0,45 persen terhadap pertumbuhan ekonomi dan lebih dari Rp60 triliun terhadap produk domestik bruto.
Fintech juga memiliki peluang besar dalam perkembangan ekonomi digital. Ekonomi digital diestimasikan oleh Kementerian Perdagangan akan tumbuh dari sekitar Rp600 triliun hingga mencapai Rp 4.500 triliun pada 2030.
Untuk menangkap peluang tersebut, kerangka tata kelola fintech di Indonesia harus segera dibangun.
“Kemajuan fintech yang terjadi saat ini adalah momentum berharga yang harus kita manfaatkan. Indonesia harus segera membangun kerangka tata kelola fintech,” kata Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat menghadiri Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 secara virtual, dari Kediaman Resmi Wapres Menteng, Jakarta, Minggu 12 Desember 2021.
Dalam acara bertajuk “Fintech untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Menyeimbangkan Tata Kelola dan lnovasi” tersebut, Wapres menjelaskan bahwa kerangka tersebut harus mampu mengikuti perkembangan teknologi, menjamin kepastian dan perlindungan hukum, termasuk keamanan siber keuangan digital, serta meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara tujuan investasi digital.
“Saya menaruh harapan besar rangkaian Indonesia Fintech Summit ini dapat menghasilkan konsep model bisnis dan aktivitas fintech yang aman, dan sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia,” ucap Ma'ruf Amin.
Untuk itu, Wapres Ma'ruf Amin menjelaskan, diperlukan langkah-langkah strategis. Pertama, urai Wapres, pertumbuhan fintech syariah perlu dipercepat melalui penguatan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, per Oktober 2021, hanya terdapat 7 unit penyelenggara fintech syariah dengan total aset sekitar Rp74 miliar.
“Angka ini masih sangat jauh dari fintech konvensional yang mendominasi dengan jumlah 97 unit dan total aset mencapai Rp4,2 triliun. Saya harap dapat terbangun konsep pengembangan fintech berprinsip syariah untuk mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia,” papar Wapres.
Kedua, sambung Ma'ruf Amin, inovasi fintech Indonesia harus didorong, baik dalam pengembangan model bisnis maupun solusi teknologi keuangan. “Pengembangan ekosistem inovasi membutuhkan kolaborasi seluruh pihak,” ujarnya.
Ketiga, sambung Ma'ruf Amin, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI), OJK, dan sebagainya perlu menyiapkan perangkat regulasi untuk mengembangkan fintech legal karena bisnis fintech adalah bisnis kepercayaan. Pada saat bersamaan, literasi dan UU edukasi masyarakat harus ditingkatkan supaya mereka terhindar dari fintech ilegal.
“BI dan OJK saya harapkan mengawal regulasi untuk membangun perkembangan fintech legal,” harapnya.
Keempat, lanjut Wapres, fintech harus inklusif menjangkau lapisan masyarakat ekonomi bawah, antara lain, usaha mikro dan kecil (UMK) dan koperasi.
“Jangkaulah ekosistem keuangan masyarakat secara luas, termasuk mereka yang secara ekonomi masih tertinggal, seperti UMK dan koperasi,” pesan Wapres.
Menutup sambutannya, Ma'ruf Amin meminta semua pemangku kebijakan, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, BI, OJK, dan asosiasi-asosiasi fintech, berperan aktif dalam membantu terciptanya kebijakan yang afirmatif bagi kemajuan ekonomi digital.
“Kita ingin bersama-sama memajukan industri ekonomi dan keuangan digital yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, kehadiran teknologi menumbuhkan harapan terhadap percepatan pemulihan ekonomi dan transformasinya.
Industri fintech diharapkan tidak hanya berfokus pada layanan pinjaman online, tetapi juga sistem pembayaran hingga inovasi keuangan digital. Ekonomi berbasis digital diyakini dapat mengurangi ketimpangan dan kemiskinan serta meningkatkan pemerataan pembangunan di Indonesia.
“Dengan terciptanya ekonomi digital yang maju, maka terbuka pula kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat dapat meningkat sehingga kemiskinan dan ketimpangan di masyarakat bisa berkurang,” ucap Luhut.
Sebagai informasi, IFS merupakan kolaborasi antara BI, OJK, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Acara ini digelar hybrid secara daring dan luring, di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Sabtu-Minggu, 11-12 Desember 2021. Peserta merupakan para pelaku industri fintech, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi, dan para pemangku kepentingan lainnya dari dalam negeri dan luar negeri.