Wapres: Digitalisasi Ekonomi dan Keuangan Syariah Era Pandemi
Pertumbuhan ekonomi untuk mencapai visi Indonesia maju mengalami tantangan yang cukup berat di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Untuk itu, dibutuhkan transformasi ekonomi yang mampu menggerakkan seluruh sektor dan melibatkan seluruh masyarakat, salah satunya melalui digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah.
“Digitalisasi berperan signifikan, di antaranya dalam menahan laju penurunan kinerja penjualan produk industri halal, mempercepat mekanisme audit online dalam pengajuan sertifikasi halal, mendorong peningkatan keuangan sosial syariah terutama dalam hal pembayaran ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf) secara online oleh masyarakat,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin pada Webinar Ekonomi Syariah, Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Dipenogoro (UNDIP) melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Rabu 28 April 2021.
Wapres juga menjelaskan, nilai transaksi produk halal dengan perdagangan elektronik (e-commerce marketplace) selama Mei sampai Desember 2020 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Data Bank Indonesia mencatatkan nominal transaksi produk halal melalui perdagangan elektronik selama Mei sampai Desember 2020 secara kumulatif tumbuh 49,52 persen dibanding periode yang sama tahun 2019. Pada Mei 2020 bertepatan dengan pembatasan arus mudik dan pengurangan hari libur sepanjang Hari Raya Idul Fitri 1441 H, justru terjadi lonjakan transaksi produk halal melalui e-commerce marketplace hingga tumbuh 7,25 persen,” jelas Ma'ruf Amin.
Digitalisasi juga terjadi pada metode pembayaran yang digunakan oleh masyarakat selama pandemi. Selama 2020, metode pembayaran transaksi produk halal di e-commerce marketplace didominasi oleh uang elektronik dan transfer bank, masing-masing sebesar 42,10 persen dan 23,08 persen dari pangsa dan masih berlangsung hingga saat ini.
“Data terkini secara umum, volume transaksi keuangan digital perbankan Indonesia pada Maret 2021 telah mencapai 553,6 juta atau tumbuh 42,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun nilai transaksinya juga naik 26,44 persen atau mencapai Rp3.025,6 triliun year on year,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ma'ruf Amin juga menjelaskan peluang digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah yang dapat dilakukan sesuai mandat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Pertama, pengembangan industri halal dari hulu ke hilir melalui pemanfaatan Big Data, kecerdasan artifisial, maupun block chain.
Kedua, lanjut Ma'ruf Amin, pengembangan layanan keuangan digital di sektor perbankan syariah, termasuk Bank Wakaf Mikro, Baitul Maal Wa Tamwiil, dan koperasi syariah. Ketiga, keuangan sosial syariah, terutama transformasi pengelolaan zakat dan wakaf uang dengan memanfaatkan teknologi digital.
"Keempat, peningkatan kolaborasi antara e-commerce marketplace dengan pelaku usaha syariah dan pusat-pusat inkubasi syariah," sambung Wapres.
Di sisi lain, untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, perguruan tinggi dan akademisi dapat berperan dalam penguatan kelembagaan sebagai center of excellence (pusat keunggulan) di bidang ilmu ekonomi dan keuangan Islam serta pengembangan dan implementasi riset dan edukasi ekonomi syariah di berbagai lini.
“Sehingga tercipta kesesuaian (link and match) antara sektor pendidikan dan sektor industri, serta penguatan pusat riset ekonomi syariah internasional dan perluasan eksistensi di forum internasional syariah,” pungkas Ma'ruf Amin.
Sebelumnya, Rektor UNDIP Yos Johan Utama menyampaikan bahwa Webinar yang bertajuk “Penguatan Industri Ekonomi Syariah di Era Digitalisasi dan New Normal” ini, merupakan perwujudan tanggung jawab ilmiah dari UNDIP dalam pengembangan sektor ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
“Webinar ini merupakan salah satu wujud dari tanggung jawab ilmiah dari UNDIP dalam mengembangkan salah satu bentuk ekonomi yang secara nyata merupakan berkaitan dengan masalah-masalah yang diatur dalam keagamaan," jelasnya.
"Selama ini kita sudah lama bergelut dengan ekonomi-ekonomi konvensional yang penuh dengan ribawi dan hal-hal yang jauh dari sifat-sifat kesyariahan,” tutup Yos Johan Utama.