Wapadalah! Pelajaran Sejarah Jadi Pilihan atau Wajib
Sejumlah anak bangsa yang tidak memahami pentingnya “SEJARAH “ bagi suatu bangsa, sedang mengusulkan agar pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran pilihan, tidak lagi menjadi pelajaran wajib. Kalau usulan itu lolos maka generasi muda dalam satu dekade saja akan kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia.
Sejarah teramat penting, sama dengan ruh dan nafas bagi suatu bangsa karena merupakan rekam jejak sepanjang perjalanannya. Kekuatan bangsa terletak pada ragam budaya yang disarikan menjadi ideologi bangsa “ Pancasila” dan dengan ruh bangsa itu kita bisa menyusun visi bangsa kedepan.
Dalam perjalanannya, budaya bangsa berkembang sesuai dengan dinamika perkembangan budaya dan peradaban dunia, melalui proses alami terutama sebagai negara kepulauan yang berada pada posisi diantara dua benua dan dua samudera.
Nilai budaya yang menjadi sumber “kearifan lokal“ (local wisdom) tidak boleh musnah oleh nilai baru, tetapi sebaliknya nilai baru memperkaya budaya, suatu proses menyaring dan menerima.
Menghilangkan “sejarah“ sebagai mata pelajaran wajib, sama dengan menjauhkan generasi penerus dari nilai nilai yang menjadi landasan jati diri bangsanya. Rencana itu harus digagalkan.
Untuk diketahui bersama oleh segenap warga bangsa, apapun agama dan suku bangsanya, usulan perubahan tersebut diatas merupakan bagian dari “Strategi Asing“ yang berlangsung sejak 1999. Bentuknya adalah “liberalisasi politik - ekonomi sosial budaya”.
Setelah liberalisasi politik dan ekonomii berhasil melalui perubahan sekitar 200 UU dan Amandemen UU ( 2002 ), kini mereka mulai mengusik bidang pendidikan cq pendidikan sejarah. WASPADALAH, ketika kita disibukkan oleh covid 19, perang dagang, isu PKI dan kadrun , diam-diam kaum pendukung liberalisme menyusup secara halus.
Kita mungkin sudah berada dalam fase “proxy war" karena mereka berhasil mempengaruhi sebagian kecil anak bangsa untuk melemahkan bangsanya sendiri.
Ingat: Mesir, Indonesia, India , China dan kaum Yahudi bisa merekonstruksi sejarah, sehingga mereka mampu mendirikan Negara Bangsa yang berbasis ideologi nasionalisme. Sejarah itu penting Bung !
Dr. KH. As'ad Said Ali
(Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta. Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015)
Advertisement