Wamenkumham Akui Lapas ‘Overload’, Keamanan Minim
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengakui, lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di negeri ini melebihi daya tampung (overload) dan tingkat keamanannya minim.
Awalnya Wamenkumham enggan berkomentar kepada sejumlah wartawan yang mencegatnya di depan Lapas Probolinggo di Jalan Trunojoyo: 1, Kota Probolinggo, Jumat sore, 10 September 2021. Bahkan Kepala Lapas Probolinggo, Risman Somantri yang lebih dulu keluar dari pintu gerbang lapas langsung menyatakan, Wamenkumham tidak ingin diwawancarai.
“Maaf, teman-teman wartawan, Bapak Wamenkumham tidak ingin diwawancarai wartawan,” ujarnya.
Tetapi begitu Wamenkumham yang biasa disapa Eddy Hiariej itu keluar, sejumlah wartawan langsung memberondong dengan sejumlah pertanyaan. Di antaranya menyangkut perkembangan kasus kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, Banten. Juga maksud kunjungan Wamenkumham mendadak di Probolinggo.
“Kami hanya bisa menerima saja (narapidana) dari pengadilan. Kalau kemudian ada lapas yang overload, mereka akan didistribusikan ke lapas-lapas lain,” kata Wamenkumkam.
Dikatakan sudah selayaknya Indonesia menerapkan restorative justice. Yakni, lebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berpekara, dengan kepentingan masa depan.
Kalau setiap kasus pidana dengan nilai kerugian material kecil diproses pengadilan maka overload lapas dan rutan akan terus terjadi. “Kan bisa pelaku tindak pidana yang kecil-kecil dihukum kerja sosial, tidak harus dikirim ke lapas,” kata Wamenkumham.
Eddy Hiariej kemudian membandingkan jumlah warga binaan lapas dengan jumlah pengelolalanya. “Anda tahu, perbandingan jumlah warga binaan dengan petugas, kami sangat kekurangan sekitar 20.000 petugas,” katanya.
Akibat ketimpangan jumlah narapidana dengan petugas lapas berpengaruh terhadap tingkat keamanan di lapas.
Ditanya soal penyebab kebakaran di Lapas Tangerang, yang mengakibatkan 41 warga binaan meninggal dunia karena ketidaksiapan pihak lapas, Wamenkumham mengatakan, itu sebagai bencana. “Itu bencana, tidak ada yang bakal terjadi,” ujarnya.
Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogjakarta mengakui, bangunan-bangunan lapas dan rutan di Indonesia sebagian besar peninggalan Belanda yang usianya 100 tahun lebih. Terkait kasus kebakaran Lapas Tangerang hendaknya dijadikan pelajaran agar kasus serupa tidak terjadi lagi.
Sementara Kalapas Probolinggo, Risman Somantri mengatakan, kunjungan Wamenkumham ke Probolinggo itu bertujuan untuk menguatkan potensi lapas agar meminimalisir sebuah musibah. Seperti musibah kebakaran yang terjadi di Lapas Tangerang.
Risman menuturkan, Wamenkumham menyadari jika jumlah narapidana di dalam lapas tidak sebanding dengan jumlah petugas lapas. Sementara untuk menghindari musibah kebakaran, pihaknya akan berkoordinasi kepada PLN guna melakukan perbaikan instalasi listrik.
"Instalasi listrik per blok lapas akan disendirikan. Idealnya, semua instalasi listrik diganti setiap 20 tahun," katanya.
Berdasarkan catatan, bangunan Lapas Probolinggo sudah bermur 139 tahun. Lapas tersebut dihuni sebanyak 566 warga binaan, seharusnya kapasitas idealnya “hanya” 265 warga binaan.
Advertisement