Walikota Penghidup Tunjungan
Oleh: Arif Afandi
Ternyata, saya tidak salah jika menyebut Eri Cahyadi sebagai Walikota yang Menghidupkan. Yakni menghidupkan berbagai program yang sebelumnya belum jalan.
Cobalah jalan-jalan ke Tunjungan sekarang. Jalan protokol yang legendaris itu kini menjadi hidup siang dan malam. Setelah dihidupkan Walikota Eri Cahyadi.
Kanan kiri jalan sepanjang 863 meter itu mulai bertumbuhan hotel dan coffee shop. Juga tempat kuliner yang beragam dan asyik untuk jujugan nongkrong dan cuci mata.
Pedestriannya sudah lebar. Pepohonan di sepanjang jalan mulai rindang. Ini yang menjadikan jalan itu sedikit mengurangi terik matahari ketika Surabaya sedang musim kemarau.
Diimbangi dengan furnitur kota yang nyaman untuk duduk-duduk sambil menikmati lalu lalang kendaraan dan manusia. Tata lampu kota dengan arsitek kolonial menjadikan jalan itu makin cantik.
Nuansa heritage jalan itu juga masih sangat terasa. Sejumlah bangunan sudah mulai bersolek. Tanpa harus mengubah fasade bangunan heritage di sepanjang jalan yang dipopulerkan musisi Mus Mulyadi ini.
Gagasan menghidupkan jalan yang terkenal lewat lagu Mlaku Mlaku Nang Tunjungan itu sudah berlangsung sejak lama. Sejak Walikota Pak Bambang DH.
Menghidupkan kembali Tunjungan sejalan dengan program prestisius Pak Bambang DH untuk pariwisata Surabaya. Yang ketika itu dimulai dengan rebranding kota dengan Sparkling Surabaya.
Ada tiga pilar pembangunan pariwisata Surabaya yang dirumuskan bersama tim Surabaya Tourism & Promotion Board (STPB). Lembaga yang dibentuk khusus untuk mengembangkan pariwisata kota ini.
Apa itu? Wisata belanja, wisata kuliner, wisata religius, dan wisata golf. Keempat pilar itu yang menjadi andalan karena memang Surabaya telah punya modal besar untuk dikembangkan dan dipasarkan.
Jalan Tunjungan menjadi bagian dari supporting untuk wisata kuliner dan belanja. Sebab, itulah jalan yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia --bahkan konon di Asia Tenggara.
Apalagi, jalan ini punya nilai sejarah yang tinggi. Sejarah tentang kepahlawanan arek-arek Surabaya dalam melawan tentara Sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia. Aksi heroik penyobekan bendara Belanda terjadi di jalan ini.
Hanya saja, Pak Bambang DH belum sampai menyentuh pembangunan fisik Jalan Tunjungan. Yang mulai menggarap Bu Tri Rismaharini yang menjadi walikota berikutnya. Yang naik bersama Pak Bambang DH sebagai wakilnya --meski mundur di tengah jalan.
Saya sempat berusaha ikut menghidupkan dengan membangun hotel Varna di gedung heritage milik Wira Jatim Group. BUMD milik Pemprov Jatim yang pernah saya pimpin selama 5 tahun.
Sayang, saat itu, Pak Eri Cahyadi belum menjadi walikota. Sehingga, upaya meramaikan Tunjungan dengan menyediakan fasilitas nongkrong di pedestrian depan hotel malam hari dibubarkan Satpol PP Pemkot.
Di media ini, saya pernah menulis bahwa Bu Risma sebagai walikota sangat hebat dalam menata kota. Banyak kawasan telah direvitalisasi. Kawasan Kenjeran dengan jembatan pantai dan air mancur menarinya. Juga lapangan Tor dan gedung Pancasila.
Banyak kawasan dan bangunan baru telah dibangun selama dua periode jabatannya sebagai walikota. Seperti alun-alun bawah tanah di kawasan Balai Pemuda. Sejumlah jembatan baru yang unik juga dibangunnya.
Mungkin karena Bu Risma adalah arsitek, maka beliau lebih asyik membangun. Tapi tidak sampai bagaimana meramaikan apa yang dibangunnya. Toh sebagai awal untuk mengubah kota itu sudah sangat penting.
Kini saatnya, apa yang telah dibangun oleh Bu Risma untuk dioptimalkan fungsinya. Meramaikan spot-spot baru area publik untuk mendukung pariwisata kota. Menjadikan Surabaya tak hanya asyik untuk bekerja. Tapi juga mensejahterakan warga lewat pariwisata.
Menjadikan Tunjungan sebagai spot pariwisata baru akan memperkuat heritage tourism kota. Apalagi diperluas sampai kawasan Peneleh dan Jalan Undaan Kulon. Kami pun sudah memulai dengan memoles RS Mata Undaan sebagai Heritage Medical Tourism Surabaya.
Rasanya, di sinilah pentingnya kesinambungan kepemimpinan daerah dan negara. Ketika seorang pemimpin punya legacy atau warisan yang bagus, sebaiknya pemimpin setelahnya tidak menjadi penggantinya. Tapi menjadi penerus pemimpin sebelumnya.
Lah apa beda pengganti dan penerus? Pengganti lebih bermakna orang yang berbeda dalam visi dan program. Sedangkan penerus adalah pemimpin yang tidak melakukan perubahan mendasar tentang visi dan program dari pemimpin sebelumnya.
Pak Eri Cahyadi punya kompetensi untuk meneruskan apa yang telah dibangun Bu Risma maupun Pak Bambang DH. Bahkan, karena keluwesannya ia punya kelebihan untuk menghidupkan berbagai mercusuar yang telah dibangun pemimpin sebelumnya.
Ayo Pak Eri terus hidupkan spot-spot pariwisata yang telah dibangun. Tentu dengan inovasi baru dan gagasan baru yang akan menjadi legacy baru selama memimpin Surabaya. Kami pasti akan terus mendukungmu.
Advertisement