Walikota Malang Kritisi Orientasi Pendidikan pada UU Omnibus Law
Aksi tolak UU Omnibus Law yang berbuntut kerusuhan di Kota Malang, Kamis 8 Oktober 2020, menyisakan beberapa kerusakan fasilitas umum.
Meski begitu, Walikota Malang, Sutiaji setuju dengan dituntut massa aksi. Menurut Sutiaji, UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja perlu dibedah lagi.
Salah satu poin yang dikritisi terkait masuknya klaster pendidikan yang masuk dalam UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang berpotensi mengarah kepada orientasi pasar.
"Di Omnibus Law itu, lembaga pendidikan ini arahnya materialistik. Ini yang kemarin keberatan dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah," katanya, Jumat 9 Oktober 2020.
Menurut Sutiaji, keresahan terkait lembaga pendidikan yang berpotensi dijadikan komoditi pasar tersebut setelah mendengar aspirasi dari NU dan Muhammadiyah.
"Kami juga mendengar seruan dari Muhammadiyah dan NU berkaitan dengan masalah materi sesungguhnya. Mereka menyalurkam aspirasi pada kami bahwa ada lembaga pendidikan sifatnya sudah diatur di UU tersebut," ujarnya.
Kata Sutiaji, karena penyusunan hingga pengesahan UU tersebut berasal dari pemerintah pusat, maka posisi Pemkot Malang dalam menyikapi UU Omnibus Law tersebut tidak selalu sama dengan yang di pusat.
"Kami di daerah ini sama tidak setuju. Karena inisiator dari pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah apa kata pemerintah pusat," katanya.
Sutiaji menyarankan, langkah yang bisa ditempuh oleh pihak yang tidak menyetujui poin-poin dari Omnibus Law untuk bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Judicial Review.
"Saya kira pintunya bisa uji materi, ketika anda uji materi, secara akademik itu bagaimana. Sehingga apa yang menjadi aspirasi masyarakat bisa terwadahi," katanya.
Dalam rilis aksi yang dikeluarkan oleh Aliansi Malang Melawan salah satu poin yang disoroti terkait dampak dari Omnibus Law yaitu berubahnya orientasi pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah.
Pasal pendidikan dalam UU Cipta Kerja diatur pada paragraf 12. Dalam pasal 65 poin 1 UU tersebut berbunyi "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini".