Merusak Lingkungan, Walhi Tolak Omnibus Law RUU Ciker
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciker) telah meresahkan banyak pihak. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pun, ikut menyatakan ketidaksetujuan jika rancangan undang-undang sapu jagat itu nantinya akan disahkan.
Undang-undang tersebut akan menempatkan pemerintah pusat sebagai satu-satunya pemberi izin pengolahan lahan untuk usaha di daerah. Imbasnya, partisipasi publik setempat dalam pemanfaatkan lahan lingkungan di daerahnya terancam hilang, dan lingkungan terancam semakin rusak.
Ketika dihubungi oleh wartawan Ngopibareng.id, Rere Christianto, selaku Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkapkan kegelisahannya akan rancangan undang-undang itu. Ia berpendapat, kalau hal itu sangat cacat hukum, terutama dalam perizinan pembebasan lahan.
Menurutnya rancangan itu akan menyerahkan perizinan pembukaan lahan di daerah pada pemerintah pusat. “Semua itu dipangkas, perizinan langsung ke pemerintah pusat. Yang tau daya tampung suatu daerah kan kepala daerah, tapi kenapa sekarang ditarik ke pusat,” geramnya.
Perihal pemangkasan perizinan pertambangan itu, ia menilai pemerintah pusat telah mencederai hak otonomi suatu daerah. Selain itu, hal tersebut berpotensi memunculkan kongkalikong antara pemerintah dengan investor.
Sehingga, peran pemerintah pusat yang semakin menguat dalam hal memberikan izin, akan membawa Indonesia ke arah otoriterianisme. Kondisi itu akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih besar.
“Hal ini, yang semakin tidak mengindahkan kesalamatan lingkungan, hilangnya kontrol partisipasi publik, serta menguatnya penanaman kekuatan eksekutif pemerintah pusat, kalau dibiarkan akan menimbulkan kerusakan,” jelas Rere.
Rere menjelaskan, yang dimaksud menghilangkan hak kontrol masyarakat, ialah mengenai dihilangkannya kewajiban penting suatu perusahaan sebelum membuka sebuah lahan sebagai lokasi perindustrian.
“Seperti harus memiliki izin lingkungan, membuat Amdal (Analisis Dampak Lingkungan), analisis resiko, pemantauan lingkungan hidup, bahkan penyediaan sarana prasarana penanggulangan kebakaran, juga dihapuskan,” terangnya.
Dengan alasan tersebut, Walhi memutus kan untuk bergabung dengan LBH, Buruh, serta Mahasiswa, yang berencana melakukan aksi, pada 11 Maret 2020, di Bundaran Waru, Sidoarjo. Di sana, mereka bakal tergabung dalam, Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jatim, yang berisi elemen masyarakat penolak RUU Ciker lainnya.