WALHI Jatim: Cawapres Tidak Menyentuh Isu Krusial Saat Debat!
Perhelatan Debat Capres-Cawapres keempat yang membahas mengenai topik pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria serta masyarakat adat mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur.
Direktur WALHI Jatim, Wahyu Eka Setyawan mengatakan pagelaran debat cawapres lalu sebenarnya telah menyentuh sedikit isu yang diangkat, seperti permasalahan transisi energi dan pangan.
Namun, ketiga cawapres belum membahas isu lain secara keseluruhan dan tidak memberikan satu pandangan yang konkret mengenai sebuah kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan.
"Permasalahan mengenai pencemaran dan tata ruang belum menjadi perhatian dan penjelasannya dalam debat kemarin pun masih dalam tataran normatif," ujarnya pada Selasa 23 Januari 2024.
Wahyu kemudian melihat masing-masing dari mereka masih menempatkan pembangunan sebagai sesuatu yang harus dikejar dan dikedepankan, daripada keberlanjutan lingkungan hidup yang berdampak terhadap masyarakat luas.
"Perspektif mereka masih terbatas pada bagaimana pembangunan sebagai panglima ataupun pembangunan ini menjadi tolok ukur keberhasilan dari sebuah bangsa," katanya.
Menurut Direktur WALHI Jatim ini, orientasi pembangunan yang dilihat oleh kacamata ketiga cawapres ini masih terbatas pada pembangunan dalam konteks industrial semata.
"Mereka luput untuk membahas mengenai pembangunan ekosistem, pembangunan sumber daya manusia, dan terkait proteksi atas sumber-sumber alam yang ada. Jadi perspektifnya ketika ada satu persoalan khususnya lingkungan, salah satu solusinya masih berpegang pada pembangunan industri," tambahnya.
Walau begitu, Wahyu mengapresiasi cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar dan cawapres nomor urut 03 Mahfud MD yang masih peka dan peduli dengan topik permasalahan dalam debat cawapres lalu.
"Muhaimin sudah mention terkait dengan bagaimana reforma menyinggung terkait dengan peningkatan kualitas pangan dan penggunaan pupuk organik dengan cukup baik. Begitupun Mahfud dengan gagasannya untuk memproteksi pangan," katanya.
Namun menurutnya, mereka tetap luput untuk membicarakan mengenai persoalan kedaulatan pangan yang cukup krusial bagi masyarakat.
"Kedaulatan pangan berarti masyarakat dapat mengatur ataupun mengelola di atas tangannya, dapat menentukan sendiri bahannya, adanya diversifikasi pangan, dan pangan tidak bergantung pada satu komoditas saja. Ini yang luput dari bahasan," imbuhnya.
Selanjutnya terkait isu tata ruang, Wahyu melihat persoalan tata ruang berubah sedemikian rupa, karena peran pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri malahan diminimalisir oleh pusat.
"Kondisi tata ruang sekarang ini berubah. Sekarang diatur oleh pusat dan daerah hanya mengikutinya saja. Apalagi dengan penerapan UU Cipta Kerja, tata ruang kita akan lebih banyak memfasilitasi kerusakan ataupun eksploitasi," tegasnya.
Menurutnya dengan kondisi tata ruang yang sedemikian rupa, tata ruang akan diatur hanya untuk kepentingan ekonomi semata.
"Kondisi sekarang berbeda. Harusnya ekonomi itu yang mengikuti tata ruang tapi prinsipnya terbalik. Tata ruang yang mengikuti ekonomi hari ini," jelasnya.
Terkait pencemaran lingkungan, menurutnya berbagai pabrik maupun badan usaha yang bergelut di bidang industri telah menyumbang kerusakan terhadap sungai-sungai di wilayah Pasuruan, Surabaya, dan Mojokerto.
Penegakan aturan hukum, pengawasan, dan perizinan terhadap mereka tidak dapat dijalankan karena lalainya pemerintah dan para penegak hukum.
"Dengan minimnya pengawasan dan minimnya aturan yang tegas, ini akan berbahaya. Juga persoalan AMDAL yang sekarang bersifat tidak wajib. Ini berdampak bagi lingkungan serta masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut," tegasnya.
Untuk figur calon pemimpin yang akan berlaga di kontestasi Pemilu mendatang, WALHI Jatim berharap mereka tidak disuguhkan dengan seseorang yang tiba-tiba muncul dan meminta untuk mendukung mereka dalam Pemilu nanti.
"Kami tidak mau dipaksa untuk menentukan calon figur pilihan kami. Sekarang banyak yang tidak dapat untuk menentukan pilihan politiknya sendiri. Tentu ini sangat bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi kita," ungkapnya.
Wahyu juga berkata, literasi merupakan hal penting bagi para calon pemimpin yang bertarung dalam Pemilu 2024 mendatang. Jika sudah diliterasi, maka tidak akan ada pemasangan APK yang sembarangan dan merusak lingkungan seperti sekarang.
"Mereka seperti merasa tidak berdosa begitu saat memasang APK sembarangan dan dipaku di pohon. Oleh karena itu, literasi harus ditingkatkan baik untuk calonnya ataupun untuk partainya dan relawannya," tuturnya.
Jika para calon figur pemimpin yang bertarung di Pemilu mendatang tidak dapat menampilkan kerja nyata, tindakan tulus, serta hanya berpatokan pada gimmick semata, WALHI Jatim menyatakan tidak ada dari mereka yang layak untuk dijadikan sebagai figur pemimpin.
"Kalau kerja mereka hanya membuat polusi visual, menampilkan gimmick-gimmick yang tidak perlu, dan money politics, tidak ada dari mereka yang layak untuk dipilih," pungkasnya.