Wahyu Prasetya, Penyair dari Malang Itu Menemui Tuhannya
Berita duka datang dari Kota Malang.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Wahyu Prasetya, Penyair asal Kota Malang, meninggal dunia dengan tenang, Rabu, 14 Februari 2018. Semoga segala amal ibadahnya diterima Allah SWT. Semoga husnul khatimah. Amin. Alfatihah.
Kabar tentang meninggalnya penyair Malang ini, didapat ngopibareng.id, dari akun facebook Janus A. Satya hari ini. Perjalanan kepenyairannya, Wahyu Prasetya tercatat semasa dengan Beni Prasetya, Afrizal Malna, Acep Zamzam Noor.
Dalam perjalanan hidupnya, Wahyu Prasetya bekerja di sebuah perusahaan perminyakan. Beberapa tahu belakangan, ia menjauhd dari kehidupan yang hedonis, setelah mengelola hotel kecil peninggalan orang tuanya di kota Malang, ia memutuskan untuk menjauh dari kedunian. Ia memutuskan uzlah.
"Dahsyaaat... ini teman begadang taon 90an.... Sy pernah.dikirimi WP sakbundel puisi puisinya.... dr taon 80an .." Demikian komentar Halim HD, seorang networker kebudayaan tinggal di Solo pada ngopibareng.id.
Perjalanan karir kepenyairannya pun dikenal di Surabaya. Di sebuah harian di Surabaya, terdapat rubrik kebudayaan Kayu Roya. Wahyu Prasetya mengirimkan segebok puisi. "Ini atas info dari sahabat penyair Arif Bagus Prasetyo," pesannya.
Arif Bagus Prasetyo tak lain adalah penyair muda, yang ketika itu digembleng di komunitas Bengkel Muda Surabaya.
Dalam perjalanan hidupnya, beberapa tahun terakhir ia justru menjalani hidup dengan laku tasawuf. Selama jalan sahabat penyair.
Untuk mengenang almarhum, berikut di antara karya Puisi Wahyu Prasetya.
MORE FOOL ME*
buat: beni setia
menemukan ketenangan jalan dalam wajah debu
masihkah kecermatan bayang bayang itu menangkap keberanian
atau kemuliaan dari cinta yang gusar oleh ajakan peradaban
daya hidupku selalu tak serupa dengan kelembutan di dadamu
karena kita harus memilih jalan menuju pintu, jendela rumah
atau hanya mencengkram abjad untuk dilemparkan ke angin
aku dan kau mungkin bersalah untuk rasa mengalah ini
dengan kearifan yang menuntun kegelapan di sini
padahal, lihatlah, kukepal pedih luka dengan kasar
kurebut dari ratapan anak anak yang kujumpai dalam hatiku
lalu apa lagi yang akan kita usung dari hidup ini?
dunia di luar mimpi adalah cercaan, siksaan, hinaan yang diciptakan
peperangan, teror atau kemerdekaan
siapapun bisa membaca dan tak perduli apakah manusia sekarang
sekarat dalam diri sendiri,
apakah manusia sekarang lebih teliti dalam menentukan impian
hasrat jaman berlarian.
mengejar perih yang pernah kita lagukan kemarin
ketika kerikil kita lepas dari genggaman
di kolam manapun, riaknya menjelma nyanyian.
Malang, 1994
*judul lagu Genesis
(adi)