Wacana Tambah Jabatan Presiden, Pakar: Politik Tak Bermoral
Wacana penambahan masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode kembali menyeruak. Wacana ini bertambah rame dengan munculnya komunitas Jokowi-Prabowo (JokPro) 2024 yang menginginkan Presiden Joko Widodo kembali menjabat di periode 2024-2029 berpasangan dengan Menteri Pertahanan Prabowo rivalnya Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019 lalu.
Munculnya komunitas tersebut mengejutkan banyak pihak. Selain tak sesuai dengan amanat UUD 1945 dan reformasi, wacana itu dinilai akan menghambat proses suksesi kepemimpinan serta lahirnya pemimpin baru di tingkat nasional.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyayangkan kalau bongkar pasang Undang Undang Dasar (UUD) Negara hanya untuk memenuhi hajat segelintir orang yang haus dan rakus kekuasaan. Karena ambisinya itu ia ingin menginjak injak demokrasi dengan dalih atas kehendak rakyat.
"Reformasi melalui amandemen telah menetapkan jabatan presiden lima tahun bisa diperpanjang dua periode. Sekarang ada kasak kusuk untuk memperpanjang jabatan tiga periode," kata Refly, saat dihubungi ngopibareng.id Minggu 27 Juni 2021.
Menurut Refly sangat tidak bermoral di tengah rakyat menderita akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai, ada politisi yang mewacanakan jabatan presiden tiga periode. Artinya Jokowi boleh naik panggung lagi. "Setelah tiga periode, bisa bisa minta diperpanjang lagi sampai lima periode," kata Refly.
Pakar Hukum Tata Negara lulusan Universitas Gajah Mada mengatakan, telah mendengar pernyataan Jokowi tidak ingin dan tidak berambisi menjadi presiden tiga kali, karena UU nya seperti itu. Tapi ia mengartikan pernyataan Jokowi itu sebuah penolakan. "Bahasa politik memang seperti itu bersayap, meski tak terucap, ujarnya
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden sampai tiga periode didorong oleh kepentingan pragmatis sejumlah elit politik yang ingin mendapat keuntungan selama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terus menjabat. “Ada permainan elit politik. Saya kira orientasinya kekuasaan, bukan membangun bangsa dan negara,” kata Refly.
Alasan yang turut mengiringi munculnya wacana itu ada dua, yaitu kondisi darurat akibat pandemi Covid-19 dan polarisasi atau perpecahan masyarakat akibat pemilihan Presiden 2024.
Namun, dua alasan itu, yang kerap disampaikan di hadapan publik, bukan motif yang mendorong sekelompok orang memunculkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Pasalnya, ada orang-orang di lingkaran dekat penguasa yang berkepentingan mempertahankan kekuasaan dan posisinya selama Joko Widodo menjabat sebagai presiden. “Mereka mendesain ini seperti jadi hegemoni, karena dampak kekuasaan itu ada tiga, yaitu akumulasi ekonomi atau harta, kekuatan politik, dan dampak sosial.
Keinginan untuk mendapatkan tiga keuntungan itu menjadikan sekelompok orang mengerahkan segala cara memunculkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden sampai tiga periode, meskipun itu melanggar konstitusi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Oleh karena itu, ia meminta Presiden Joko Widodo agar waspada dan tidak tergoda oleh wacana tersebut, mengingat kekuatan koalisi partai politik pendukung Presiden saat ini cukup dominan di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. “Ini skenario menjebak Presiden Jokowi dan mencetak sejarah kelam negeri ini,” pesan Refly Harun.
Diberitakan sebelumnya bahwa Komunitas JokPro 2024 diinisiasi oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat menginginkan Jokowi kembali maju dalam Pilpres 2024 berpasangan dengan Prabowo.
Pernyataan itu, dia kemukakan berdasarkan hasil dari sejumlah survei yang dilakukan belum lama ini. Sebanyak 40 persen responden setuju dengan diusungnya pasangan Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024.
Qodari juga mengungkapkan beberapa alasannya di balik dukungan kepada pasangan Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024. Alasan yang paling kuat menurutnya adalah menurunkan tensi politik di Tanah Air yang memanas sejak Pilpres 2014.
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon beranggapan bahwa wacana penambahan masa jabatan presiden diikuti dengan deklarasi dukungan kepada Jokowi-Prabowo merupakan salah satu upaya untuk menjegal Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Seperti diketahui, Prabowo kemungkinan besar akan diusung kembali oleh Gerindra di ajang demokrasi lima tahunan itu, “Kalau saya tentu sebagai orang Gerindra berharap Pak Prabowo yang maju. Jangan-jangan memajukan Jokowi-Prabowo ini adalah cara supaya Prabowo tidak maju ke Pilpres 2024. Bisa saja begitu kita membacanya,” katanya.
Walau demikian, Fadli menilai masih terlalu dini untuk membicarakan perhelatan Pilpres 2024, apalagi mendeklarasikan dukungannya kepada tokoh tertentu. Terlebih saat ini Indonesia masih disibukkan dengan upaya penanganan pandemi Covid-19 yang kian mengganas. “Menurut saya [ini] mengalihkan perhatian kita terhadap apa yang ada di depan mata kita, yaitu ekonomi dan pandemi Covid-19. Ini dua hal yang sangat genting,” kata Fadli.
Terkait dengan mencuatnya wacana penambahan masa jabatan presiden, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid saat dihubungi Ngopibareng.id menegaskan bahwa hingga saat ini tidak ada satupun usulan yang diajukan oleh anggota MPR atau partai pengusungnya untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Dia menyebut manuver politik soal perpanjangan masa jabatan presiden tak patut dilakukan di tengah kondisi kritis seperti saat ini. “Di tengah pandemi Covid-19 yang makin mengganas, mestinya semua pihak tidak bermanuver yang menambah kegaduhan dan kegelisahan publik. Seperti manuver soal perpanjangan masa jabatan presiden ,” kata politisi PKS.
Presiden Jokowi kepada wartawan Istana menyatakan, hingga saat ini masih memegang teguh amanat konstitusi dan tidak berniat penambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.