Wacana Pengembalian UN, Pakar Sosiologi Pendidikan UNAIR Harap Tidak Kembali ke Sistem Lama
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah mengeluarkan wacana untuk mengembalikan ujian nasional (UN). Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan bahwa pengembalian UN akan menggunakan sistem evaluasi baru yang berbeda dari sebelumnya.
Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Tuti Budirahayu mengatakan, perlu ada kajian yang komprehensif terkait urgensi pemberlakuan UN di berbagai wilayah di Indonesia. "Salah satu faktor yang harus dijadikan pertimbangan adalah mencakup tren hasil belajar siswa sejak 2021 hingga 2024 pasca penghapusan UN," ucapnya, Senin 6 Januari 2025.
Tuti juga menyebut, penerapan AKM secara teori terbilang efektif dalam mengukur kompetensi siswa sepanjang proses pembelajaran. Sebaliknya, UN model lama sering kali membuat siswa merasa tertekan karena penilaian dilakukan di akhir masa pendidikan.
Dirinya juga menilai penerapan UN model lama tidak lagi efektif dan relevan sebagai alat evaluasi pendidikan nasional. UN model lama pun dikatakannya sebagai bentuk kekerasan simbolik dan regimentasi yang memengaruhi siswa, guru, hingga sekolah.
“Nilai ujian akhirnya menjadi bias dan subyektif. Parameter keberhasilan pendidikan hanya diukur dengan nilai rata-rata UN yang tinggi,” tuturnya.
Untuk itu, Tuti menegaskan, dirinya tidak setuju apabila UN model lama diterapkan kembali. Menurutnya, hal tersebut menjadikan peserta didik sebagai individu yang hanya menuruti standar tertentu sehingga potensinya tidak tergali.
Menurutnya, kondisi tersebut juga membuat banyak siswa kemudian berharap pada lembaga bimbingan belajar untuk menguasai soal ujian secara instan daripada menjalani proses berpikir kritis. "UN model lama bahkan hampir menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah," tegasnya.
Tuti juga menyoroti tantangan besar terkait kurangnya pemerataan kualitas pendidikan di tanah air. Menurutnya, penyelenggaraan UN harus dilaksanakan dengan melihat kondisi masing-masing sekolah.
“Jika UN akan diadakan kembali, maka jangan lagi menggunakan cara-cara lama, dan selenggarakan UN sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada di masing-masing sekolah,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia berharap adanya kesiapan pemerintah, sekolah, guru, siswa, hingga orang tua untuk menyambut kembalinya UN. Pasalnya, perubahan kebijakan pendidikan setiap pergantian menteri kerap masih menjadi hambatan dalam membangun sistem pendidikan yang kokoh.
“Kelemahan kebijakan pendidikan di Indonesia, tidak ada blueprint yang cukup baik dan berdurasi lama. Padahal secara historis, Indonesia memiliki pengalaman mengelola pendidikan yang sudah cukup baik," jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa parameter keberhasilan belajar siswa bisa terukur dari berbagai dimensi, tidak hanya dari nilai ujian formal saja. “Perkuat habitus belajar siswa melalui berbagai program-program literasi dan belajar di kelas yang dikembangkan oleh guru. Sehingga siswa enjoy, tanpa tekanan atau paksaan,” pungkasnya.
Advertisement