Wabah Penyakit, Masjid Ditutup Setelah Mayat Bergelimpangan (2)
Di tengah pandemi COVID-19, masjid-masjid ditutup. Kegiatan dan aktivitas beribadah pun seolah berhenti. Shalat Jumat dan Shalat Tarawih berjamaah ditiadakan, khususnya di daerah-daerah dan kawasan yang tergolong Zona Merah.
Padahal, secara kerohanian masjid merupakan tempat beribadah dan berdoa agar terhindar dari penyakit dan pandemi Virus Corona. Benarkah demikian? Berikut Ustad Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya memberikan penjelasan (Bagian 2):
Di masa Nabi ada 2 Sahabat yang mengalami penyakit menular tapi tidak sampai menularkan kepada yang lain:
ﻟﻢ ﻳﺒﺘﻞ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ وسلم ﺇﻻ ﺭﺟﻠﻴﻦ ﻣﻌﻴﻘﻴﺐ ﻛﺎﻥ ﺑﻪ ﻫﺬا اﻟﺪاء اﻟﺠﺬاﻡ ﻭﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻛﺎﻥ ﺑﻪ ﻭﺿﺢ
"Tidak ada satupun dari Sahabat Nabi shalla Allahu alaihi wasallam yang diuji kecuali 2 laki-laki. Muaiqib diuji dengan kusta dan Anas bin Malik diuji dengan belang-belang" (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyq 9/375)
Penyakit tersebut menular tetapi belum ditemukan riwayat siapa sahabat lain yang tertular. Mengapa? Secara medis penyakit kusta ini penularannya sangat lambat. Meski lambat ternyata adalah keberhasilan Nabi dalam memerintah untuk mengantisipasi. Seperti dalam banyak hadis Sahih:
فر من المجذوم فرارك من الاسد
"Larilah dari orang yang terkena penyakit kusta seperti engkau lari dari harimau" (HR Bukhari)
Jika kusta yang penularannya lambat diperintah oleh Nabi untuk menjauh lalu bagaimana dengan penyakit yang penularannya lebih cepat? Apalagi terkadang orang yang membawa virus tersebut terlihat sehat dan tidak sakit namun menularkan kepada orang yang kondisi tubuhnya sudah tidak sehat.
Untuk itulah semua pihak yang terkait melarang perkumpulan dalam jumlah besar, termasuk di masjid. Ada sebagian saudara kita yang tidak terima: "Masjid kok ditutup?". Ada lagi di sebuah daerah karena masjid ditutup maka lebih baik dibongkar dan dirobohkan saja.
Mari kita sedikit membuka cakrawala sejarah umat Islam terdahulu yang sudah lebih banyak mengalami peristiwa semacam ini dibanding negara kita;
1. Mesir
ﻭﻏﻠﻘﺖ ﺃَﻛﺜﺮ اﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪ ﻭاﻟﺰﻭاﻳﺎ. ﻭَاﺳْﺘﻘﺮ ﺃَﻧﻪ ﻣَﺎ ﻭﻟﺪ ﺃﺣﺪ ﻓِﻲ ﻫَﺬَا اﻟﻮﺑﺎء ﺇِﻻَّ ﻭَﻣَﺎﺕ ﺑﻌﺪ ﻳَﻮْﻡ ﺃَﻭ ﻳَﻮْﻣَﻴْﻦِ ﻭَﻟَﺤِﻘﺘﻪُ ﺃﻣﻪ
"Kebanyakan masjid dan lembaga pendidikan ditutup. Hal ini tetap berlanjut sampai jika ada anak yang lahir di masa wabah penyakit tersebut maka akan mati setelah 1 atau 2 hari, kemudian disusul oleh ibunya" (Al-Maqrizi, As-Suluk Li Ma'rifati Duwal Al-Muluk 2/157)
ﻭﺻﺎﺭ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﺇﺫا ﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﺑﻴﺘﻪ ﻻ ﻳﺮﻯ ﺇﻻ ﺟﻨﺎﺯﺓ ﺃﻭ ﻣﺮﻳﻀﺎ ﺃﻭ ﻣﺸﺘﻐﻼ ﺑﺘﺠﻬﻴﺰ ﻣﻴﺖ ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻊ ﺇﻻ ﻧﺎﺋﺤﺔ ﺃﻭ ﺑﺎﻛﻴﺔ ﻭﺗﻌﻄﻠﺖ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻣﻦ اﻻﺫاﻥ ﻭاﻷﻣﺎﻣﺔ ﻟﻤﻮﺕ ﺃﺭﺑﺎﺏ اﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﻭاﺷﺘﻐﺎﻝ ﻣﻦ ﺑﻘﻰ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺎﻟﻤﺸﻲ ﺃﻣﺎم اﻟﺠﻨﺎﺋﺰ
"Jika ada orang yang keluar rumah maka ia akan melihat mayat atau orang sakit atau relawan yang sibuk mengurus orang mati. Tidak didengar kecuali wanita meratapi atau menangisi jenazah. Masjid-masjid sepi dari adzan dan imam, karena para pengurusnya meninggal dan sibuk dengan orang yang masih tersisa untuk berjalan di depan mayat" (Al-Jabrati, Ajaib Al-Atsar 30/25)
2. Andalusia Spanyol
[ ﻋﺎﻡ اﻟﺠﻮﻉ اﻟﻜﺒﻴﺮ ﺑﺎﻷَﻧﺪﻟﺲ] ﻭﻓﻴﻬﺎ ﻛﺎﻥ اﻟﻘﺤﻂ اﻟﻌﻈﻴﻢ ﺑﺎﻷَﻧﺪﻟﺲ ﻭاﻟﻮﺑﺎء. ﻭﻣﺎﺕ اﻟﺨﻠﻖ ﺑﺈﺷﺒﻴﻠﻴﺔ، ﺑﺤﻴﺚ ﺃﻥ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺑﻘﻴﺖ ﻣﻐﻠﻘﺔ ﻣﺎ ﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﻬﺎ. ﻭﻳُﺴﻤّﻰ ﻋﺎﻡ اﻟﺠﻮﻉ اﻟﻜﺒﻴﺮ
"Tahun kelaparan besar di Andalus. Disana terjadi musim kemarau panjang dan wabah penyakit. Banyak yang meninggal di Isybiliya. Masjid ditutup karena tidak ada yang shalat di dalamnya." (Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Tarikh Al-Islam 2/440)
3. Makkah
ﻭﻓﻲ ﺃﻭاﺋﻞ ﻫﺬﻩ اﻟﺴﻨﺔ ﻭﻗﻊ ﺑﻤﻜﺔ ﻭﺑﺎء ﻋﻈﻴﻢ ﺑﺤﻴﺚ ﻣﺎﺕ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﺃﺭﺑﻌﻮﻥ ﻧﻔﺴﺎً، ﻭﺣﺼﺮ ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻓﻲ ﺭﺑﻴﻊ اﻷﻭﻝ ﺃﻟﻔﺎً ﻭﺳﺒﻌﻤﺎﺋﺔ، ﻭﻳﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﺇﻣﺎﻡ اﻟﻤﻘﺎﻡ ﻟﻢ ﻳﺼﻞ ﻣﻌﻪ ﻓﻲ ﺗﻠﻚ اﻷﻳﺎﻡ ﺇﻻ ﺇﺛﻨﻴﻦ ﻭﺑﻘﻴﺔ اﻷﺋﻤﺔ ﺑﻄﻠﻮا ﻟﻌﺪﻡ ﻣﻦ ﻳﺼﻠﻲ ﻣﻌﻬﻢ
"Di tahun tersebut terjadi wabah penyakit besar, dalam sehari 40 orang wafat. Di bulan Rabiul Awal mencapai 1700 korban jiwa. Dikatakan bahwa Imam di Masjidil Haram tidak melakukan shalat di tempat tersebut kedua 2 orang. Para Imam membatalkan karena tidak ada yang shalat dengan mereka" (Al-Hafidz Ibnu Hajar, Inba' Al-Ghumr 3/326)
Bahkan di masa Covid-19 saat ini Masjidil Haram ditutup meski tidak keseluruhan, kalaupun dibuka hanya untuk kalangan terbatas dan melalui pemeriksaan yang ketat. Mengapa? Sebab dijelaskan dalam sebuah riwayat hadis:
«ﻣَﺎ ﺃَﻋْﻈَﻤَﻚِ ﻭَﺃَﻋْﻈَﻢَ ﺣُﺮْﻣَﺘَﻚِ، ﻭَاﻟﻤُﺆْﻣِﻦُ ﺃَﻋْﻈَﻢُ ﺣﺮﻣﺔ ﻋِﻨْﺪَ اﻟﻠَّﻪِ ﻣِﻨْﻚِ»
"Betapa agungnya engkau (Ka'bah) dan agung kemuliaanmu. Namun orang beriman lebih agung kemuliaannya di sisi Allah dari pada engkau" (HR Tirmidzi, secara marfu' terdapat dalam riwayat Thabrani)
Membuka Masjidil Haram dengan konsekuensi tertular virus Corona dengan menutup akses ke Ka'bah demi keselamatan umat Islam, maka yang didahulukan adalah keselamatan Umat Islam.
Masih saja ada yang menyanggah kenapa masjid ditutup tapi pasar tetap dibuka? Adduh. Begini dolor, tretan. Kalau Anda berniat ibadah ke masjid lalu terhalang karena ada kekhawatiran tertular penyakit lalu shalat di rumah, maka pahalanya tetap sama dan tidak berkurang. Mana dalilnya? Dalilnya ada dalam riwayat al-Bukhari tapi saya sampaikan kesimpulan dari ulama Syafi'iyah saja:
(ﻭﻗﻮﻟﻪ: ﺇﻥ ﻗﺼﺪﻫﺎ ﻟﻮﻻ اﻟﻌﺬﺭ) ﻗﻴﺪ ﻓﻲ ﺣﺼﻮﻝ اﻟﻔﻀﻴﻠﺔ ﻟﻪ، ﺃﻱ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺇﻥ ﻗﺼﺪ ﻓﻌﻠﻬﺎ ﻟﻮﻻ اﻟﻌﺬﺭ ﻣﻮﺟﻮﺩ.
"Fadlilah berjamaah (termasuk Jumatan) tetap akan didapat jika orang tersebut berniat akan melakukannya andaikan tidak ada uzur" (I'anah Thalibin, 2/61)
•] Sby, 2 Mei 2020
Ma'ruf Khozin
Advertisement