Virus-Virus Pembangunan
Kini dunia sedang disibukkan oleh makhluk kecil bernama virus. Virus itu didefinisikan sebagai berikut: "an infective agent that typically consists of a nucleic acid molecule in a protein coat, is too small to be seen by light microscopy, and is able to multiply only within the living cells of a host." (agen infektif yang biasanya terdiri dari molekul asam nukleat dalam mantel protein, terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop cahaya, dan hanya dapat berkembang biak di dalam sel hidup inang)
Para ahli mikrobiologi menjelaskan dengan cara begini: Virus adalah organisme mikroskopis yang ada hampir di mana-mana di bumi. Mereka dapat menginfeksi manusia hewan, tumbuhan, jamur, dan bahkan bakteri. Terkadang virus dapat menyebabkan penyakit yang sangat mematikan sehingga berakibat fatal. Infeksi virus lainnya tidak memicu reaksi yang nyata.
Pendek kata, mereka, kaum virus itu, dianggap sebagai entitas biologis paling berlimpah di planet ini.Tapi orang lupa bahwa ada jenis virus lain yang membahayakan pembangunan suatu bangsa.
Apa itu? Pertama Korupsi. Anda jangan anggap enteng korupsi lho! Sebab makhluk tak nampak itu bekerja lebih cepat dan efektif dalam merusak kebiasaan baik seseorang. Mungkin semula anda membiarkan korupsi hanya untuk aksi solidaritas teman sekantor.
Tapi dalam jangka tak lama, korupsi kecil yang anda biarkan itu akan menjadi kebiasaan hidup anda. Anda akan menganggap itu wajar karena semula berada dibawah ambang psikologis. Contoh kecil adalah saat anda membuat laporan rapat di kantor Anda. Pesan konsumsi 30 orang, tapi praktiknya yang rapat hanya 20 orang. Itu berarti anda korupsi 10 orang. Lalu anda membuat tanda tangan palsu. Itu juga modal anda latihan korupsi dengan memanipulasi.
Belum lagi anda rapat dinas 3 hari, faktanya cuma 1 hari. Namun uang dinas nya tetap 3 hari, bukan? Itu semua sejatinya virus. Virus yang melumpuhkan kebaikan. Virus itu lama-lama menjadi kebal. Merusak kebiasaan-kebiasaan baik.
Kemajuan dunia informasi teknologi sedianya bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan praktik seperti itu. Tapi jika iklim besar birokrasi pemerintahannya tidak ada niat baik (good will) maka sistem informasi tersebut tidak akan diakomodir.
Mereka justru akan melakukan praktik berkebalikan. Sistem yang transparan dan akuntabel itu pun lama-lama tumbang oleh kepentingan memelihara tradisi buruk yang merusak negara.
Virus yang kedua adalah, dinasti. Dinasti seringkali menghambat kompetisi yang sehat. Jika anaknya si Anu mencalonkan diri, maka Gubernur si Anu sungkan, malu kalau tidak mendukung. Padahal anaknya si Anu itu masih bau kencur. Belum pantas memimpin masyarakat. Namun karena dia anaknya si Anu, mau tidak mau harus di dukung.
Fenomena dinasti itu merebak di berbagai kota menjelang Pilkada serentak 2020. Bagaimana cara membendung politik dinasti? Dinasti itu bisa dilawan dengan membuat sistem politik yang terbuka sehingga terjadi fairness competition.
Bagaimana detil operasionalnya silakan para pengambil kebijakan merumuskannya. Misalnya ada satu pasal larangan tentang tidak dijalankannya kerabat atau keluarga dekat penguasa yang ikut Pilkada dan seterusnya. Namun dalam praktiknya harus dikawal dengan law enforcement.
Un-fairness competition dalam Pilkada itu membuat demokrasi seperti sedang dibajak secara sistematis. Padahal demokrasi memberi peluang kepada siapa saja dengan cara-cara yang lebih beradab.
Politik dinasti sangat membuka peluang terjadinya abuse of power dalam segala modus demi memenangkan pertandingan. Sebagai anak-anak bangsa yang sehat, praktik seperti ini harus dicegah dengan sistem.
Ketiga, dis-harmoni. Fakta ini seringkali kita temukan pada keinginan, rencana yang bertolak belakang antara Pemerintah dan pemerintah daerah dalam banyak hal. Misalnya, Pemerintah ingin agar investasi masuk ke daerah, namun pemerintah daerah menolaknya karena alasan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Hal ini sering terjadi sehingga pembangunan itu terhambat, bahkan ada yang sudah jalan namun terhenti, dan berantakan.
Disharmoni itu harus segera dihentikan, karena akan mengancam keberlangsungan pembangunan. Silakan dicari modelnya agar pembangunan nasional dan daerah bisa terintegrasi secara baik.
Tanpa integrasi dan prioritas pembangunan antara kebijakan pusat dan daerah akan membuka pintu in-efficiency akibat korupsi dan pembangunan yang salah arah atau tidak tepat.
Keempat, politik kepentingan. Politik kepentingan yang merebak dikalangan politisi antar partai seringkali menjadi kendala pembangunan. Kepala daerah yang kebetulan datang dari kader partai politik tertentu sangat bisa jadi menghambat pembangunan Pemerintah yang dari berasal dari kader partai lain.
Makin banyaknya partai,makin banyak pula kepentingan yang membelit pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu perlu kiranya dipikirkan upaya penyederhanaan partai politik. Penyederhanaan partai politik bisa ditempuh dengan cara mengambil langkah strategis, misalnya menaikkan electoral threshold hingga 10 persen.
Langkah ini di dalam perspektif manajemen strategik dikenal dengan perampingan atau down sizing. Banyak keuntungan jika partai politik itu disederhanakan.
Misalnya, anggaran partai politik dapat dibiayai melalui APBN dengan kontrol yang ketat dari BPK atas penggunaannya. Pembiayaan Partai ini sangat berguna untuk membebaskan partai sari para cukong dan.mendidik kadernya sebagai kader bangsa. Ok, jika anda setuju, selamat mencoba!!
Pendek kata, mereka, kaum virus itu, dianggap sebagai entitas biologis paling berlimpah di planet ini.Tapi orang lupa bahwa ada jenis virus lain yang membahayakan pembangunan suatu bangsa.
Apa itu? Pertama Korupsi. Anda jangan anggap enteng korupsi lho! Sebab makhluk tak nampak itu bekerja lebih cepat dan efektif dalam merusak kebiasaan baik seseorang. Mungkin semula anda membiarkan korupsi hanya untuk aksi solidaritas teman sekantor.
Tapi dalam jangka tak lama, korupsi kecil yang anda biarkan itu akan menjadi kebiasaan hidup anda. Anda akan menganggap itu wajar karena semula berada dibawah ambang psikologis. Contoh kecil adalah saat anda membuat laporan rapat di kantor Anda. Pesan konsumsi 30 orang, tapi praktiknya yang rapat hanya 20 orang. Itu berarti anda korupsi 10 orang. Lalu anda membuat tanda tangan palsu. Itu juga modal anda latihan korupsi dengan memanipulasi.
Belum lagi anda rapat dinas 3 hari, faktanya cuma 1 hari. Namun uang dinas nya tetap 3 hari, bukan? Itu semua sejatinya virus. Virus yang melumpuhkan kebaikan. Virus itu lama-lama menjadi kebal. Merusak kebiasaan-kebiasaan baik.
Kemajuan dunia informasi teknologi sedianya bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan praktik seperti itu. Tapi jika iklim besar birokrasi pemerintahannya tidak ada niat baik (good will) maka sistem informasi tersebut tidak akan diakomodir.
Mereka justru akan melakukan praktik berkebalikan. Sistem yang transparan dan akuntabel itu pun lama-lama tumbang oleh kepentingan memelihara tradisi buruk yang merusak negara.
Virus yang kedua adalah, dinasti. Dinasti seringkali menghambat kompetisi yang sehat. Jika anaknya si Anu mencalonkan diri, maka Gubernur si Anu sungkan, malu kalau tidak mendukung. Padahal anaknya si Anu itu masih bau kencur. Belum pantas memimpin masyarakat. Namun karena dia anaknya si Anu, mau tidak mau harus di dukung.
Fenomena dinasti itu merebak di berbagai kota menjelang Pilkada serentak 2020. Bagaimana cara membendung politik dinasti? Dinasti itu bisa dilawan dengan membuat sistem politik yang terbuka sehingga terjadi fairness competition.
Bagaimana detil operasionalnya silakan para pengambil kebijakan merumuskannya. Misalnya ada satu pasal larangan tentang tidak dijalankannya kerabat atau keluarga dekat penguasa yang ikut Pilkada dan seterusnya. Namun dalam praktiknya harus dikawal dengan law enforcement.
Un-fairness competition dalam Pilkada itu membuat demokrasi seperti sedang dibajak secara sistematis. Padahal demokrasi memberi peluang kepada siapa saja dengan cara-cara yang lebih beradab.
Politik dinasti sangat membuka peluang terjadinya abuse of power dalam segala modus demi memenangkan pertandingan. Sebagai anak-anak bangsa yang sehat, praktik seperti ini harus dicegah dengan sistem.
Ketiga, dis-harmoni. Fakta ini seringkali kita temukan pada keinginan, rencana yang bertolak belakang antara Pemerintah dan pemerintah daerah dalam banyak hal. Misalnya, Pemerintah ingin agar investasi masuk ke daerah, namun.pemerintah daerah menolaknya karena alasan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Hal ini sering terjadi sehingga pembangunan itu terhambat, nya kan ada yang sudah jalan namun terhenti, dan berantakan.
Disharmoni itu harus segera dihentikan, karena akan mengancam keberlangsungan pembangunan. Silakan dicari modelnya agar pembangunan nasional dan daerah bisa terintegrasi secara baik.
Tanpa integrasi dan prioritas pembangunan antara kebijakan pusat dan daerah akan membuka pintu in-efficiency akibat korupsi dan pembangunan yang salah arah atau tidak tepat.
Keempat, politik kepentingan. Politik kepentingan yang merebak dikalangan politisi antar partai seringkali menjadi kendala pembangunan. Kepala daerah yang kebetulan datang dari kader partai politik tertentu sangat bisa jadi menghambat pembangunan Pemerintah yang dari berasal dari kader partai lain.
Makin banyaknya partai,makin banyak pula kepentingan yang membelit pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu perlu kiranya dipikirkan upaya penyederhanaan partai politik. Penyederhanaan partai politik bisa ditempuh dengan cara mengambil langkah strategis, misalnya menaikkan electoral threshold hingga 10 persen.
Langkah ini di dalam perspektif manajemen strategik dikenal dengan perampingan atau down sizing. Banyak keuntungan jika partai politik itu disederhanakan.
Misalnya, anggaran partai politik dapat dibiayai melalui APBN dengan kontrol yang ketat dari BPK atas penggunaannya. Pembiayaan Partai ini sangat berguna untuk membebaskan partai sari para cukong dan.mendidik kadernya sebagai kader bangsa. Ok, jika anda setuju, selamat mencoba!!
*) Fathorrahman Fadli adalah Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR dan Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang.