Virus Perubahan
Masak virus dianggap berkah? Bukankah banyak korban jiwa akibat virus corona yang telah menjadi pandemi di seluruh dunia ini?
Lalu di mana berkahnya? Tega amat melihat penderitaan banyak orang sebagai berkah? Bayangkan mereka yang menjadi yatim akibat kedua orang tuanya meninggal.
Juga tidakkah miris hatimu melihat banyak orang kehilangan pekerjaan karenanya? Lalu banyak pengusaha gulung tikar karena terkena dampak pandemi.
Tentu semua hal di atas benar. Banyak pihak terdampak akibat pandemi yang berlangsung hampir 2 tahun ini. Banyak pengusaha yang kelejotan karenanya.
Pandemi bisa dilihat sebagai cara alam menginstal ulang dirinya. Menata kembali pranata-pranata sosial. Juga nilai-nilai kehidupan.
Ada mereka yang tersungkur. Ada juga yang memperoleh berkah. Menjadikan manusia lebih berhati-hati. Tidak berlebihan dengan dunianya.
Banyak juga yang mendapat berkah. Bisnis aplikasi panen. Juga farmasi. Juga bisnis makanan dan minuman. Demikian juga mereka yang bergerak di alat kesehatan.
Makanya tidak heran jika orang kaya di Indonesia malah tumbuh selama pandemi. Jumlah tabungan di bank yang sampai Rp 5 miliar makin besar.
Meski mereka yang bergerak di bidang jasa klejot-klejot. Dunai properti ikut panas dalam. Transportasi ikut tersungkur hingga belepotan.
Yang hampir merata, pandemi ini mengubah banyak perilaku. Bahkan menjadikan beberapa sektor lebih produktif. Lebih efektif kerjanya.
Dua hari lalu saya mengunjungi kawan lama. Yang kini menjadi Kepala Bagian di Kejaksaan Agung. Mantan Kajari Surabaya Asisten Pidana Khusus (Apidsus) Kajati Jatim.
Didik Farchan, namanya. Arek Bojonegoro yang mantan wartawan. Yang karirnya moncer karena terobosannya dalam menyelematkan banyak aset Pemkot Surabaya.
"Pandemi membuat kita lebih produktif. Dalam waktu bersamaan, saya bisa menggelar 3 pertemuan," kata Didik sambil menutup lapot yang ada di depannya.
Ketika saya datang di kantornya, ia sedang memimpin dua rapat sekaligus. Tentang pembinaan SDM di lingkungan Kejaksaan Agung RI. Ia kini menjabat sebagai Kepala Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi.
Di luar tugas sehari-hari itu, Didik juga masih harus mengajar di lembaga pendidikan dan pelatihan Kejaksaan Agung. ''Dengan dipaksa menggunakan media online ini, saya bisa mengajar sambil mengikuti dua rapat lainnya,'' tambahnya.
Ia mengaku pernah ditanya atasanya. Tentang efektifitas pelatihan melalui daring. Menurutnya, cara ini lebih efektif karena mukanya tampak semua. "Yang ngantuk kelihatan. Demikian juga yang tak serius," tutur Didik.
Jaksa bintang tiga ini memang tergolong jaksa intelektuil. Sudah banyak karya buku yang diterbitkan. Terutama tentang berbagai pengalaman dan hasil kinerjanya sebagai pejabat aparat hukum.
Ia sangat produktif dalam menulis buku karena sebelum menjadi jaksa pernah bekerja sebagai wartawan. Itu dilakukan sejak kuliah di Fakultas Hukum Brawijaya dan setelah lulus. Pikirannya tentang hukum juga sangat progresif. Tidak normatif.
Dalam menyelamatkan aset Pemkot Surabaya yang bernilai triliunan rupiah, ia gunakan pendekatan hukum progresif. Misalnya, pemegang hak aset negara itu bisa dibebaskan dari jerat pidana sepanjang mengembalikan asetnya ke negara.
Didik hanya salah satu orang yang merasa mendapat berkah dengan adanya pandemi ini. Berkah akibat musibah yang menimpa seluruh umat manusia di seluruh dunia.
''Dalam blue print nasional, sidang online ditargetkan mulai akan berlangsung tahun 2030. Namun akibat pandemi itu, target itu bisa maju sepuluh tahun. Kini semua sudah bisa melakukan sidang online,'' tuturnya.
Perubahan dalam sebuah sistem selalu melalui dua cara. Penularan dan pemaksaan. Penularan lebih membutuhkan waktu panjang karena memerlukan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai baru.
Sementara pemaksaan biasanya lebih cepat. Apalagi jika pemaksaan itu dengan menerapkan sistem baru yang membuat setiap orang tidak bisa mengelak. Mereka terpaksa harus mengikutinya karena menyangkut hidup dan mati seseorang.
Pandemi Covid ini telah memaksakan perubahan dalam setiap lini kehidupan. Mulai dari sistem sosial dalam masyarakat maupun sistem dalam lembaga formal seperti pemerintahan. Salah satunya adalah interpersonalisasi hubungan.
Tehnologi seringkali menjadi agen perubahan yang paling dahsyat. Ketersediaan teknologi yang diikuti paksaan alam menjadikan perubahan semacam taken for granted, sesuatu yang tak mungki ditawar, oleh siapa pun.
Penerapan teknologi informasi secara massif di lingkungan kita menjadi makin cepat berlangsung akibat pandemi covid. Jika tidak ada pandemi, masih perlu 10 tahu lagi untuk bisa menyaksikan sidang pengadilan secara online. Juga butuh waktu lama untuk mengenalkan teknologi itu sampai ke pelosok-pelosok desa.
Penanganan pandemi sudah mulai menorehkan hasilnya. Sebentar lagi sudah menuju kepada situasi normal. Namun ada hikmah yang akan tertinggal karenanya. Apa itu? Literasi teknologi informasi yang meluas dan massif.
Jadi terkadang kita perlu melihat sisi positif dari setiap peristiwa. Apalagi kalau bisa mengambil manfaat akibat perubahan yang diakibatkannya. Masa depan masih panjang.
Advertisement