Video Raja Solo Didamprat Adiknya
Raja Solo Sri Susuhunan Paku Buwono XIII didamprat oleh seorang perempuan yang diduga adiknya sendiri, yaitu Gusti Kanjeng Ratu Wandansari atau Gusti Koes Murtiyah yang akrab dipanggil Gusti Mung.
Peristiwa Gusti Mung mendamprat kakaknya yang aslinya bernama KGPH Hangabei atau Mas Bei itu terjadi beberapa waktu lalu, di depan umum, di Alun-alun Kidul (Selatan) yang letaknya di sebelah selatan kawasan Keraton Surakarta.
Video pertengkaran kakak beradik putra almarhum Paku Buwono XII ini menjadi viral, karena direkam oleh beberapa orang yang menyaksikan. Raja yang bicaranya tidak lancar konon akibat kesehatannya, dalam posisi duduk di dalam mobil jok belakang. Sedang perempuan yang diperkirakan Gusti Mung berada di luar mobil.
Dialog dengan menggunakan bahasa Jawa itu, baik Hangabei maupun Gusti Mung sama-sama menggunakan masker. Dalam video berdurasi 2,48 menit itu nampak perempuan yang diduga Gusti Mung itu melabrak kakaknya karena merasa dirinya diadu domba. Hangabei membantah, tetapi Gusti Mung terus mendesak agar kakaknya jangan mau diadu domba untuk menyudutkan dirinya. Tapi persoalan yang memicu pertengkaran kakak beradik itu tidak lain diperkirakan masalah masalah uang.
Sampai-sampai perempuan itu dengan nada keras, tetapi tetap dengan tata krama menyebut bahwa yang menobatkan kakaknya jadi raja adalah dirinya. Kakaknya membantah. Tetapi perempuan itu tetap pada pendapatnya.
"Yang menjadikan ndandalem (sebutan hormat untuk kakak) ratu adalah dalem (maksudnya, saya)," kata perempuan yang diduga Gusti Mung itu.
"Ah, ngawur!" potong PB XIII.
"Ngawur apa. Yang membiayai adalah saya semua. Yang menyelenggarakan upacara adalah saya semua. Meskipun tua, kalau tidak ada upacara lengkap ndandalem tidak bisa jadi raja," kata Gusti Mung.
Berikut videonya:
Paku Buwana XIII, lahir 28 Juni 1948. Setelah Paku Buwono XII meninggal 11 Juni 2004, gelar Raja Surakarta diperebutkan dua bersaudara beda ibu, yaitu Hangabei dan adiknya, Tejowulan. Keduanya sama-sama menyatakan dirinya sebagai raja, karena semasa masih hidup PB XII memang tidak mempersiapkan putra mahkota.
Penyebabnya, sang raja tidak memiliki istri resmi sebagai permaisuri. Enam orang istri PB XII semuanya berstatus selir. Dari enam selir ini PB XII memiliki 35 anak, termasuk Hangabei, Tejowulan dan Gusti Mung. Hangabei satu ibu dengan Gusti Mung.
Karena itu perebutan tahta antara Hangabei dan Tejowulan terjadi, bahkan salah satu pihak pernah menyegel pintu gerbang kertaon.
Sebagai putra tertua, KGPH Hangabehi didukung oleh sebagian besar keluarga. Tejowulan kemudian ke luar dari keraton, tetapi tetap menyatakan dirinya sebagai PB XIII. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi yang diberi gelar Pakubuwana XIII.
Pada tanggal 18 dan 19 Juli 2009, diselenggarakan upacara di dalam keraton untuk merayakan pengangkatan Hangabei sebagai pemegang tahta. Pada upacara ini ditampilkan tarian sakral yang hanya ada pada acara jumenengan atau pengangkatan raja, yaitu Tari Bedhaya Ketawang.
Undangan terdiri dari pejabat nasional dan lokal. Upacara jumenengan inilah yang oleh Gusti Mung dianggap terselenggara atas biaya darinya.
Konflik keluarga berakhir tahun 2012, setelah KGPH Tejowulan mengakui gelar Pakubuwana XIII menjadi milik KGPH Hangabehi dalam sebuah rekonsiliasi resmi yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota Surakarta bersama DPR-RI. Tejowulan sendiri menjadi Mahapatih dengan gelar Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung. (nis)