Ventilator Masjid Salman ITB Mulai Diproduksi
Ventilator buatan anak bangsa telah selesai melalui tiga jenis pengujian Kementerian Kesehatan. Ventilator yang dibuat di dalam Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) itu kini siap diproduksi.
"Belum untuk diproduksi di pabrik. Yang sekarang adalah produksi manual," kata Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) Syarif Hidayat.
Ventilator bernama Vent-I itu telah melalui tiga jenis pengujian, yaitu tes fungsi kalibrasi, uji keselamatan, dan daya tahan.
Rencana awal, Vent-I akan diproduksi sebanyak 100 unit dengan target selesai Senin, 27 April 2020. Pembuatan dilakukan oleh mahasiswa, dosen, teknisi, serta pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Nantinya Vent-I yang telah diproduksi tidak dijual. Tetapi akan disumbangkan kepada sejumlah rumah sakit.
Ia melanjutkan jika ventitalor buatan ITB itu memiliki fungsi sederhana Continuous Positive Airway pressure (CPAP) yang bekerja untuk memberikan tekanan pada paru-paru sehingga organ pernapasan itu selalu mengembang dan tak mengempis hingga habis. "Fungsinya sederhana, hanya menjalankan CPAP saja,” katanya. Sehingga, karena sederhana, ventilatornya bisa dioperasikan oleh dokter umum dan perawat. Sehingga penggunaan yang massif diharapkan bisa mempercepat mengatasi masalah.
Ventilator ini berbeda dengan yang sering digunakan di rumah sakit dan diimpor. Ventilator itu memiliki fungsi yang lebih lengkap selain CPAP, dan harus dioperasikan oleh dokter anestesi atau ICU. Sebab risikonya cukup besar jika salah mengoperasikan.
Menurutnya, jika nantinya bisa diproduksi secara massal, ia memperkirakan butuh waktu dua minggu untuk memproduksi sekitar 8 ribu hingga 10 ribu ventilator. Jumlah itu menurutnya sesuai dengan data yang disampaikan sejumlah dokter tentang kebutuhan ventilator di dalam negeri
Ada beberapa badan usaha milik negara (BUMN) serta sejumlah pihak swasta yang menyatakan minat untuk memproduksi.
Dilansir dari Antaranews, hampir 70 persen bahan baku ventilatornya bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sisanya harus diimpor, seperti komponen elektronik dan mesin penggerak pompanya.
Kini Ia berharap pemerintah segera menyiapkan data nyata tentang jumlah ventilator yang harus diproduksi sesuai dengan kebutuhan dalam negeri, sehingga pihak industri bisa menyiapkan komponen yang diimpor lebih cepat.