Opsi Vaksinasi Mandiri Dimatangkan, Ini Sejumlah Pertimbangannya
Pemerintah akan membuka opsi vaksin mandiri untuk mempercepat vaksinasi Covid-19. Vaksin mandiri ini hanya boleh dilakukan oleh perusahaan atau instansi yang diperuntukkan bagi karyawannya. Vaksinasi tersebut harus diberikan secara gratis, dan merek Vaksin harus beda dengan yang diberikan oleh pemerintah.
Satgas penanggulangan Covid-19 dan pemulihan Ekonomi Erick Thohir, memandang ini merupakan opsi yang baik. Dengan adanya vaksin mandiri tersebut, waktu vaksinasi yang semula ditargetkan selam 15 bulan, bisa dipercepat.
"Masyarakat jangan berprasangka buruk pada opsi yang disampaikan Presiden Jokowi. Hak masyarakat untuk memperoleh vaksin secara gratis tetap diberikan, supaya tidak memunculkan diskriminasi," kata Erick Jumat, 22 Januari 2021.
Opsi ini menurut Menteri BUMN bukan karena pemerintah tidak konsisten, tapi ingin pelaksanaan vaksinasi bisa segera dilakukan secara masif dan merata.
Sehubungan dengan opsi vaksinasi mandiri tersebut, Ketua Umum Ikatan Dokter Indinesia (IDI) Daeng M Fakih menilai, wacana vaksinasi mandiri Covid-19 harus disikapi, dibahas, serta dipertimbangkan secara cermat dan matang.
Menurut dia, wacana tersebut bukan tidak mungkin terjadi. Namun ada konteks besar yang juga sedang dihadapi yakni soal keraguan terhadap vaksin itu sendiri.
Oleh karena itu, jika pemerintah ingin merealisasikan adanya vaksinasi mandiri, menurut Daeng, pemerintah perlu memperbaiki terlebih dahulu komunikasi risiko dari vaksin yang selama ini diberikan kepada masyarakat. “Yang jelas akan menjadi masalah kalau itu vaksinnya sama tapi yang satu bayar yang satu tidak bayar, ini akan jadi masalah,” kata Daeng Sabtu 23 Januari 2021.
“Tentu harus menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam memutuskan tahapan-tahapan, strategi-strategi terkait vaksinasi ini,”ujarnya.
Kendati demikian, jika jenis vaksinnya berbeda, menurut Daeng, potensi diskriminasi dan asas kesetaraan juga bisa terabaikan. Sebab, ada masalah akses atau keterbatasan bagi sebagian besar jumlah penduduk di Indonesia. “Jadi terkesan yang punya uang bisa cepat akses,” katanya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah perlu memikirkan solusi untuk menangani pandemi. Termasuk dalam hal penyediaan vaksin untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Keberadaan vaksinasi mandiri berpotensi memiliki kualitas yang lebih baik. Dalam hal ini, terutama terkait proteksi yang lebih luas dalam kelompok usia. Seperti, misalnya, vaksin Pfizer yang bisa digunakan dari kelompok usia anak hingga lansia.
Menurutnya hal ini juga menimbulkan kesan diskriminatif. Ada kesan vaksin kelas satu, vaksin kelas dua, dalam situasi wabah.
“Jadi harus betul-betul dicerimatilah, saat ini saya melihat belum pada fase itu ya, bahwa kedepan mungkin bisa, (namun) saya belum melihat argumen yang cukup kuat untuk meningkatkan ini (vaksin mandiri),” pesannya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah membuka opsi vaksinasi Covid-19 mandiri. Namun, jika mekanisme tersebut direalisasikan, vaksin yang digunakan kemungkinan berbeda dengan vaksin yang digratiskan pemerintah.
"Mungkin ( vaksinasi mandiri) bisa diberikan asal merek vaksinnya berbeda, tempat untuk melakukan vaksin juga berbeda bisa dilakukan," kata Jokowi di acara Kompas 100 CEO Forum, Kamis 21 Januari 2021.
Jokowi mengatakan, wacana vaksinasi mandiri muncul atas usulan para pengusaha di Tanah Air. Melalui mekanisme tersebut, biaya vaksinasi akan ditanggung oleh perusahaan. Pemerintah pun menyambut baik hal ini lantaran dinilai dapat mempercepat penanganan pandemi Covid-19.
Namun demikian, wacana tersebut hingga saat ini belum diputuskan oleh pemerintah. "Banyak dari perusahaan, para pengusaha menyampaikan, Pak bisa enggak kita vaksin mandiri. Ini yang baru kita akan putuskan," ujar Jokowi. "Sekali lagi harus kita kelola isu ini dengan baik," pesan presiden.