Vaksinasi Covid-19 Dimulai di AS, Lalu Kapan Giliran Kita?
Oleh: Andi Mallarangeng
Kita ikut bergembira bahwa vaksinasi Covid-19 sudah dimulai. Sekarang di AS, sebelumnya di Inggris. Ini prestasi besar ilmu pengetahuan. Mereka yang telah divaksinasi (dua kali, dengan booster-nya) akan mendapatkan perlindungan hingga 94% dari kemungkinan terjangkit.
Di satu sisi kita ikut bergembira, di sisi lain kita bertanya: kapan giliran kita?
Vaksin yang telah terbukti memberikan perlindungan, Pfizer-Biontech dan Moderna, telah mulai dibagikan di AS dan negara lain yang telah memesannya terlebih dahulu. Tentu secara bertahap, dimulai dari para petugas kesehatan yang berada di garis depan, mereka yang rentan terjangkit seperti lansia, barulah kemudian masyarakat umum sesuai prioritasnya. Lagi pula, kapasitas produksi vaksin tentu ada batasnya.
Sementara itu, vaksin yang dipesan (sebagian sudah tiba) oleh pemerintah kita, produksi Sinovac dari Tiongkok, sampai sekarang masih belum jelas pembuktian perlindungannya.
Memang, ada berbagai perusahaan di berbagai negara yang sedang berusaha membuat vaksin Covid-19. Menentukan mana yang kita pesan membutuhkan analisis yang tajam tentang metodologi, kapasitas, serta probabilitas keberhasilan dari berbagai perusahaan pembuat vaksin tersebut. Salah pesan, fatal akibatnya.
Saya tidak tahu kenapa kita memilih Sinovac dan bukannya Pfizer-Biontech atau Moderna. Saya kuatir, sepertinya kita salah pesan. Sehingga kita hanya bisa menonton dari layar kaca bahwa vaksinasi telah dimulai di negara lain. Dan kita belum.
Berapa lama kita harus menunggu? Terus terang saya tidak tahu. Yang jelas, rakyat kita hanya layak divaksinasi dengan vaksin yang sudah terbukti effikasinya dan aman untuk digunakan. Bukan oleh vaksin yang dipaksakan, terburu-buru digunakan, padahal belum jelas pembuktian perlindungannya serta keamanannya.
Karena itu, BPOM harus bekerja sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah untuk memutuskan vaksin mana yang boleh diedarkan di negeri ini. Soal ini, nyawa taruhannya.
Semakin lama kita menunggu, semakin tinggi harga yang harus kita bayar, yaitu produktivitas, ekonomi, dan nyawa manusia.
Sementara itu, banyak negara lain telah memastikan bahwa vaksinasi akan dilakukan secara gratis. Negara yang menanggung biayanya. Karena, vaksinasi harus dilakukan menyeluruh untuk menciptakan herd immunity yang efektif.
Soal vaksinasi ini tidak bisa diserahkan kepada pasar, siapa yang bisa beli/bayar bisa dapat vaksin, lalu yang tidak bisa beli/bayar silakan berjudi dengan nasib. Ini adalah tugas negara (yang dijalankan oleh pemerintah) untuk melindungi rakyatnya. Kalau tidak, untuk apa ada negara?
* Andi Mallarangeng, doktor lulusan Northern Illinois University, mantan Jubir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2010)
Advertisement