Vaksin Sinovac Jangan Dilihat Asalnya tapi Manfaatnya
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Zullies Ikawati, menyebut vaksinasi itu bentuk yang menyerupai infeksi. Tapi infeksinya tidak membahayakan.
Menurutnya, jika infeksi akan menimbulkan gejala berat, namun vaksin tidak sampai seperti itu karena dilakukan dengan metode atau cara yang terukur.
Menurut Prof. Zullies Ikawati, vaksinasi itu sifatnya spesifik. Terkait dengan tingkat efikasi/kemanjuran menurutnya bisa dipengaruhi oleh kondisi tempat uji klinis.
Dengan vaksinasi tersebut akan berimplikasi pada berkurangnya risiko orang terinfeksi virus. Namun demikian harus tetap melakukan protokol kesehatan, karena masih tetap ada resiko meski sudah divaksin.
“Covid tentu saja harus spesifik juga, jadi harus ada vaksin khusus untuk covid,” tutur Prof. Zullies Ikawati pada dalam Webinar Pengajian PP Muhammadiyah, dikutip Minggu 17 Januari 2021.
Ia menjelaskan, cara kerja vaksin yang diberikan berupa injeksi ke dalam tubuh akan memicu untuk meningkatkan antibody. Antibody akan bertahan dalam beberapa waktu tertentu, sehingga ketika seseorang terpapar virus, tubuhnya telah siap melawan dan mengeliminasi virus yang masuk.
“Kalaupun misalnya tetap teriveksi, maka biasanya jumlah virus yang tereplikasi itu bisa lebih kecil, karena sebagian pasti bisa dilawan oleh tubuh kita,” imbuhnya.
Dengan demikian, diharapkan gejala covid akan lebih ringan. Merujuk Peraturan Menteri (Permen) Menkes tahun 2020, Prof Zullie menyebut di Indonesia dalam penggunaan vaksin covid terdapat beberapa jenis. Namun untuk tahap pertama, Indonesia menggunakan vaksin dari Sinovac Biotech Ltd.
Vaksin dari Sinovac ini memakai teknologi atau platform virus yang diinaktivasi (dimatikan), vaksin yang diproduksi oleh Sinovac ini menggunakan metode klasik atau yang sudah biasa digunakan untuk membuat vaksin.
“Virus yang diinaktivasi, dimana secara umum efek sampingnya rendah karena kita juga berangkat dari berbagai penelitian terkait dengan vaksin-vaksin yang sudah ada, yang menggunakan platform sama efek sampingnya rendah,” terang Prof Zullie.
Teknologi tersebut sudah dikuasai oleh PT Bio Farma sebagai satu-satunya produsen vaksin di Indonesia. Sehingga dengan alih teknologi dari Sinovac Biotech Ltd, kedepan Indonesia bisa memproduksi vaksin sendiri dan diedarkan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Terkait dengan pemilih vaksin yang diproduksi oleh Sinovac, Prof Zullie menyebut hal ini sebagai usaha pemerintah Indonesia untuk melakukan alih teknologi. Supaya kedepan Indonesia tidak bergantuung pada Negara lain dalam pengadaan virus.
“Jangan dilihat Cina nya dulu. Karena virus ini berasal dari sana, tentu mereka lebih responsive terhadap tindakan yang harus dilakukan, sehingga mereka sudah menghasilkan vaksin terlebih dahulu,” ujarnya.
Menurut Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada ini, dasar pemilihan vaksin adalah dengan mempertimbangkan efikasi/kemanjuran dan keamanan (efek samping).
Terkait dengan pemilihan Pemerintah Indonesia terhadap vaksin dari Sinovac karena memiliki efikasi 65,3 persen, dengan keamanan baik dengan kejadian KIPI 0,1 persen. Bahkan ia menyebut tidak semua yang telah divaksin menggunakan vaksin dari Sinovac tidak mengalami efek samping.