Vaksin Justru Tingkatkan Mutasi Virus? Ini Penjelasan Prof Nidom
Viral cuplikan video di kanal Youtube perbincangan antara mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari dengan Guru Besar Biologi Molekular Universitas Airlangga (Unair), Prof Nidom Chairul Anwar. Dalam video tersebut, alumnus Unair itu mengklaim jika vaksinasi justru mengkhawatirkan jika digunakan menekan penyebaran Covid-19. Berikut penjelasannya.
Vaksinasi Tidak Ampuh Sebab Ada ADE
Prof Nidom menyebut dia mempelajari lebih lanjut dengan meneliti virus penyebab Covid. Dari hasil penelitiannya yang telah dipublikasikan di jurnal internasional, ditemukan struktur Antibody Dependent Enhancement (ADE) pada virus SARS-CoV-2.
“Ada struktur di dalam covid itu yang berstuktur ADE. Akibat ADE itu vaksin tidak akan efektif untuk antibody. Sebab vaksin itu meningkatkan antibody, sementara virus ini sensitif terhadap peningkatan antibody,” katanya.
Alumnus Institut Pertanian Bogor itu menambahkan, dengan adanya peningkatan antibody struktur virus ini lantas berubah, bergeser, dan bermutasi. “Jadi misalkan virus tadi harusnya masuknya lewat pintu. Setelah divaksin dia lewat jendela. Itulah kenapa orang setelah divaksin tetap terinfeksi,” imbuhnya.
Vaksinasi lebih Mengkhawatirkan
Prof Nidom berujar vaksin itu baik untuk virus, untuk penyakit viral. Tetapi tidak semua penyakit viral bisa didekati menggunakan vaksin. Itulah yang menjadi alasan Guru Besar Unair itu tetap berkeyakinan jika Covid tidak bisa didekati dengan vaksin.
“Misal ada yang tanya ke saya, saya vaksin atau tidak Pak? Saya tidak menyarankan untuk vaksin atau tidak. Hanya saja saya belum vaksin, saya bilang begitu,” sambungnya.
Prof Nidom lalu membahas kasus orang yang divaksinasi tetapi malah meninggal. Kemungkinan kasus demikian disebabkan oleh ADE. Dia lantas khawatir vaksinasi menyerupai kasus vaksin demam berdarah yang pernah terjadi beberapa tahun silam.
“Jadi saya selalu mengibaratkan bahwa antibody itu adalah satpam. Di suatu rumah kalau normal virus itu pasti diusir sama satpam, hilang sudah. Tetapi karena ADE, satpam ini diajak kerja sama. Untuk tidak masuk pintu utama, reseptor utama. Tapi dia pindah ke reseptor yang lain, sehingga ADE ini saya khawatir sama seperti vaksin pada demam berdarah,” katanya.
Prof Nidom mengenang pada kasus dengue yang terjadi di Filipina dan sempat juga di Indonesia. Vaksinasi demam berdarah ditarik lagi karena waktu itu menimbulkan kematian.
“Sebelum adanya vaksin saya sempat ikut rapat dengan pihak Kemenkes. Saya utarakan seluruh faktanya, saya menyinggung tidak perlu vaksin. Tetapi setelah vaksin dijalankan lebih mengkawatirkan, karena berdasarkan fakta yang saya temukan terus terang nggak cocok dengan vaksinasi. Pandemi tidak bisa didekati dengan vaksinasi,” katanya.
Harapan Besar di Vaksin Nusantara
Dalam perjalanannya menemukan solusi untuk mengatasi Covid-19, Prof Nidom menyebut menemui titik terang. Dia menemukan jawaban saat mengikuti webinar yang digelar salah satu ilmuwan Indonesia yang berada di California, Prof Taruna Ikrar. Harapan itu ada di vaksin denritik nusantara.
“Saya mengikuti webinar dari Prof Taruna Ikrar, beliau menyinggung dendritic cell vaccine. Saat itu saya terima sebagai masukan, saya tidak menyangka akan menjadi sebuah vaksin. Pada Agustus 2020 saya lihat Pak Terawan bilang vaksin dendritik nusantara. Saya bilang mungkin ini ada harapan untuk bisa menyelesaikan virus yang tidak bisa diselesaikan dengan vaksin konvensional,” katanya.
Advertisement