Vaksin Cegah Penyakit, Disiplin 3M Tetap Harus Dilakukan
Vaksin merupakan salah satu pencegahan yang efektif terhadap infeksi karena sifatnya mampu melindungi secara spesifik. Salah satu bukti kesuksesan vaksin adalah musnahnya penyakit smallpox (variola) sejak tahun 1900-an.
Dahulu 1 dari 3 penderita penyakit smallpox ini meninggal dunia. Dunia juga mampu mengeliminasi campak dan polio, termasuk di Indonesia melalui vaksin sehingga sekarang terbebas dari polio. Inilah bukti nyata kesuksesan imunisasi dengan cakupan tinggi.
Proses pembuatan vaksin merupakan proses bioteknologi yang rumit. Pada awalnya peneliti atau pembuat vaksin menentukan bibit vaksin. Kedua saat sudah mendapat kandidat vaksin yang tepat, kemudian diujikan kepada hewan untuk mengetahui keamanan dan efektivitasnya. Ketika pada hewan terbukti aman dan efektif, maka barulah diuji cobakan pada manusia yang dikenal sebagai uji klinis Fase I, II, dan III.
“Tujuan dari proses uji klinis ini adalah, memastikan keamanan vaksin yang diuji, karena kalau kita bicara soal vaksin tidak ada tawar menawar tentang keamanan, itu mutlak. Kedua baru kita bicara tentang efektivitas,” terang dr. Dirga Sakti Rambe dalam Dialog Produktif bertema Vaksin: Intervensi Kesehatan Masyarakat yang Efektif dan Aman, yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) secara online, 3 November 2020.
Dalam rilis KPCPEN yang diterima Ngopibareng.id, saat ini pemerintah berencana menghadirkan dan memproduksi vaksin covid-19 di Indonesia. Langkah ini diambil untuk menghentikan penyebaran, menurunkan kesakitan dan kematian akibat Covid-19.
Saat ini pemerintah tengah menunggu data hasil uji klinis Fase III vaksin Covid-19. Oleh karena itu sikap kehati-hatian yang diambil pemerintah merupakan langkah tepat untuk menghasilkan vaksin Covid-19 yang aman dan manjur.
Pada dialog tersebut, seorang penyintas Covid-19, Stevanus Grandy Budiawan, membagikan pengalamannya. Menurutnya, menjadi penderita Covid-19 bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Meski termasuk bergejala ringan dan bisa sembuh dengan melakukan isolasi diri di rumah, Stevanus Grandy Budiawan tetap berkonsultasi ke dokter apabila terjadi perubahan gejala pada dirinya dan anggota keluarganya.
Stevanus yang kini telah sembuh dari Covid-19 mengatakan, prinsip kehati-hatian tidak boleh kendur. Dia tetap menjalankan protokol kesehatan seperti sebelum mengalami Covid-19.
"Saya pakai satu prinsip yang dipakai dalam keluarga. Anggap orang lain yang berhadapan dengan kita, itu orang tanpa gejala (OTG). Kita tidak tahu orang itu sakit atau tidak. Kalau mereka tidak pakai masker kita bilang, tolong dong pakai maskernya kalau ngobrol sama saya,” jelasnya.
Dr. Dirga Sakti Rambe mengapresiasi sikap tenang keluarga Stevanus dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurutnya, untuk menentukan apakah harus melakukan isolasi mandiri, isolasi terpusat, atau harus dirawat di rumah sakit sebaiknya memang tetap harus berkonsultasi dengan dokter.
"Setelah konsultasi ke dokter baru minum obat-obatan. Jangan berinisiatif meminum obat-obatan sendiri apalagi yang sifatnya antibiotik, itu tidak boleh,” ujar dr. Dirga Sakti Rambe.
Dia menambahkan, sekalipun dinyatakan sudah sembuh, perlu untuk tetap berhati-hati. Protokol 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan harus terus disiplin dijalankan.
“Durasi, proteksi antibodi virus Covid-19 masih dalam penelitian. Saat ini sedang uji klinik. Intinya saat ini kita tetap harus melakukan 3M, sekalipun kita pernah terinfeksi Covid-19.” terang dr. Dirga Sakti Rambe.