Vaksin AstraZeneca Mengandung Babi, Dibantah Produsen
Manajemen AstraZeneca merespons fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksin Covid-19 AstraZeneca. Sebelumnya, MUI memfatwakan jika vaksin AstraZeneca mengandung babi. Meski mengandung babi namun MUI menyatakan vaksin Covid-19 AstraZeneca boleh digunakan dengan sejumlah alasan.
"Kami menghargai yang disampaikan oleh MUI. Penting untuk dicatat bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca merupakan vaksin vektor virus yang tidak mengandung produk berasal dari hewan," jelas AstraZeneca Indonesia dalam keterangan tertulis 21 Maret 2021.
Hal tersebut sudah dikonfirmasi Badan Otoritas Produk Obat dan Kesehatan Inggris.
"Semua tahapan proses produksinya, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan dan bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya," lanjut AstraZeneca.
"Vaksin ini telah disetujui di lebih dari 70 negara termasuk Arab Saudi,UEA, Kuwait, Bahrain, Oman, Mesir, Aljazair, dan Maroko dan banyak Dewan Islam di seluruh dunia telah menyatakan sikap bahwa vaksin diperbolehkan untuk para muslim," pungkasnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya menyatakan, vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diproduksi oleh SK Bioscience di Kota Andong, Korea Selatan boleh digunakan dalam keadaan darurat meskipun mengandung tripsin yang berasal dari babi.
"Ketentuan hukumnya yang pertama vaksin Covid-19 AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan produksi memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam dalam konferensi persnya, Jumat 19 Maret 2021.
"Walau demikian, yang kedua, penggunaan vaksin Covid-19 produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan," kata dia.
Asrorun mengungkap lima alasan mengapa vaksin tersebut boleh digunakan dalam keadaan darurat.
Alasan pertama, kata dia, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat syari, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi Covid-19.
Kemudian, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.
Lalu, ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah sesuai dengan penjelasan yang disampaikan pada saat rapat komisi fatwa.
Alasan terakhir, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun di tingkat global.
Asrorun juga menegaskan, kebolehan penggunaan vaksin covid-19 produk AstraZeneca, akan tidak berlaku lagi jika lima alasan yang telah dipaparkan hilang.
"Pemerintah wajib terus mengikhtiarkan ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci," pesan Asrorun.
Advertisement