Uxoricide Penggorokan Juju di Tasikmalaya
Oleh: Djono W. Oesman
"Ngapain menikah, kalau berakhir pembunuhan?" Kalimat pas buat Juju Juariyah (46) dibunuh mantan suami, Jahoor Ul Hassan (42) di Tasikmalaya, Jabar, Selasa 17 Mei 2022 dengan digorok.
----------
Tapi kalimat itu tidak pas buat pasangan suami istri (pasutri) yang baik-baik saja. Atau yang belum berkonflik hebat, dan berakhir dengan pembunuhan. Walau tak seorang pun membayangkan bakal jadi pembunuh atau terbunuh.
Konstruksi kasus. Juju cantik. Janda beranak dua, ketika dia jadi TKW di Malaysia 2015. Lalu ketemu Jahoor Ul Hassan, WN Pakistan, di sana. Mereka pacaran.
Awal 2019 mereka sepakat ke Indonesia, lalu menikah. Mereka tinggal di tempat masa kecil Juju, di Kampung Godebag, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya.
Berbekal tabungan Juju sebagai TKW, mereka menyewa ruko dua lantai di pinggir jalan desa. Berdagang sembako dan sayur. Dagangan mereka maju. Di situ mereka tinggal bersama Jemi (15), anak bungsu Juju, dan keponakan, Galih (19). Anak sulung Juju sudah menikah, tinggal di Bandung.
Desember 2021 Hassan-Juju sepakat bercerai. Mereka sering cekcok. Hassan pernah digerebek polisi, saat bersama cewek di hotel. Fotonya dipegang adik Juju bernama Lina, yang tinggal sedesa.
Perceraian Hassan-Juju disahkan Pengadilan Agama Tasikmalaya, Februari 2022. Kemudian Hassan menikah lagi, mukim di rumah istri yang baru di Tasik juga. Sedangkan Juju tidak menikah lagi. Tetap berdagang di ruko.
Selasa, 17 Mei 2022 jelang Subuh, Galih turun dari lantai dua. Melihat Juju masih tidur di lantai satu ruko. Persisnya di bagian belakang yang dijadikan musala. Galih mendirikan salat subuh di lantai dua.
Usai salat, Galih turun lagi. Hendak membangunkan Juju yang wajahnya tertutup bantal. Kali ini dia menyalakan lampu. Saat bantal dibuka, dia menjerit... Tampak leher luka menganga. Ternyata darah tercecer di sekitar ruko.
Juju keluar minta tolong tetangga. Orang berdatangan melihat. Ada yang memanggil Kepala Desa Godebag, Odin Tohidin.
Odin kepada polisi mengatakan: "Pertama kali saya lihat, leher Mamih Juju (panggilan Juju) sobek menganga. Saya periksa, kaki Mamih terikat lakban. Juga ada lebam di wajah dan luka gores di lengan. Darah tercecer di ruko."
Tim polisi datang. Satuan Reskrim Polres Tasikmalaya Kota, Iptu Ridwan Budiarta, mengamankan TKP. Langsung memeriksa TKP.
Juju mengenakan celana jeans dan kemeja kotak-kotak. Disimpulkan, dia akan keluar rumah atau baru tiba. Karena lazimnya wanita di rumah pakai daster, atau sejenisnya.
Ruko berukuran sekitar 4 X 8 meter, dua lantai. Lantai satu untuk berdagang dan ada musala. Lantai dua kamar tidur Galih dan anak bungsu Juju, Jemi, yang saat itu ikut tur sekolah ke Yogya.
Di lantai satu, tempat dagangan. Ada sembako, sayur dan buah. Bagian depan ada dua muka (pintu). Sisi kiri tempat dagang sembako. Sisi kanan buah dan sayur. Kedua pintu saling terhubung, atau tanpa sekat. Kedua pintu dilengkapi rolling door besi.
Akses masuk hanya dari depan. Tanpa halaman belakang. Tanpa halaman kiri dan kanan. Jika ada orang masuk, pasti dari depan.
Polisi memeriksa semuanya. Tidak ada tanda kerusakan pada dua pintu depan. Rolling door utuh. Rolling door semula tertutup, lantas dibuka Galih dari dalam, ketika ia minta tolong tetangga.
Polisi meminta Galih memeriksa, apakah ada barang yang hilang. Ternyata tidak ada barang hilang. Berarti menepis kemungkinan pencurian atau perampokan.
Setelah memeriksa TKP dan saksi-saksi, polisi langsung bergerak. Kecurigaan kuat pada Hassan. Sekitar pukul 13.00 hari itu juga, atau sekitar enam jam dari saat polisi memeriksa TKP, Hassan ditangkap saat berobat ke RS di Ciamis.
Hassan ditangkap tanpa perlawanan. Dalam pemeriksaan awal, setelah dikonfrontir dengan alat bukti dan keterangan para saksi, Hassan mengakui perbuatannya.
Polisi menggali lebih dalam, mencari motif. Dalam interogasi, Hassan mengakui semuanya. Pengakuannya begini:
Senin, 16 Mei 2022 malam Hassan mendatangi Juju. Mengatakan, minta rujuk (walau Hassan masih terikat pernikahan dengan istri baru). Kalau Juju tidak mau, langsung Hassan katakan, minta harta gono-gini.
Juju menolak semua permintaan. Mereka cekcok. Juju dibunuh.
Belum diungkap polisi soal senjata pembunuhan. Tapi polisi menerapkan Pasal 338 KUHP (pembunuhan). Bukan 340 KUHP (pembunuhan berencana). Berarti dinilai tidak ada unsur perencanaan. Atau, senjata pembunuhan sudah berada di TKP, sebelum terjadi pembunuhan.
Menyimak motif, diduga pelaku mengincar harta. Rujuk, karena dagangan Juju maju. Atau minta harta gono-gini. Ini risiko pasutri bercerai. Titik krusial pasutri bercerai.
Duet profesor kriminologi Martin Daly dan Margo Wilson, dalam buku karya mereka: "Homicide" (New York, 1988) disebutkan, pasutri bercerai memang berpotensi terjadi tindak kekerasan, bahkan pembunuhan. Jika perceraian belum melewati tiga tahun.
Uxoricide (pembunuhan suami terhadap istri, atau mantan) terjadi saat pernikahan mereka masih sah, atau tidak lama setelah bercerai.
"Tapi, tidak ada bukti kuat, bahwa pembunuhan berkaitan langsung (punya hubungan kausalitas) dengan perceraian."
Sesuai buku: "Pembunuhan yang terkait dengan perceraian, adalah akibat konflik yang belum terselesaikan, saat mereka belum bercerai, dulu."
Daly dan Wilson adalah pendiri lembaga studi Encyclopedia of Evolutionary Psychological Science di Amerika Serikat.
Daly dan Wilson: "Meskipun saat pasutri bercerai masing-masing, mungkin, merasa lega, akibat berakhirnya suatu hubungan untuk memecahkan masalah yang dirasa rumit, tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama. Jika semua konflik masa lalu tidak didamaikan sebelum pasutri berpisah."
Gampangnya, pasutri bercerai jangan menyisakan problem. Karena bisa bahaya. Kebanyakan, problem menyangkut harta. Persis seperti Hassan dan Juju.
Analisis Daly dan Wilson, selaras dengan Dr Gary Stanley Becker dalam bukunya: "A Treatise on the Family" (Harvard University Press: Cambridge, 1981), harta berperan penting dalam rumah tangga, terutama ketika pasutri bercerai.
Dr Becker (1930-2014) adalah dosen ekonomi sosial di The University of Chicago, Amerika. Ia peraih nobel bidang ekonomi. Ia menghubungkan ekonomi dengan sosiologi.
Menurutnya, Uxoricide kebanyakan akibat faktor harta. Ia menyebutnya "Psikologi Uang".
Penghasilan, berperan penting dalam pernikahan atau perceraian. Baik terhadap suami atau istri.
Suami yang berpenghasilan lebih besar dibanding istri, maka pernikahan bakal aman. Tapi jika sebaliknya, pernikahan berpotensi perceraian. Sebab istri merasa bisa mandiri keuangan tanpa suami. Itulah "Psikologi Uang".
Uang menciptakan keyakinan dominasi, dan euforia, yang menyertai individu. Dominasi dan euforia oleh uang itu hanya bisa dihentikan dengan ketiadaan uang, atau mendadak jatuh miskin.
Itu sebab, perempuan tertarik menikah dengan laki-laki. Karena uang milik laki-laki, dirasa perempuan bisa memenuhi kebutuhan hidup dia dan keturunan, maka perempuan mau menikahi laki-laki itu. Ketika ketiadaan uang laki-laki, perempuan bisa meninggalkannya.
Di kasus pembunuhan Juju, malah sebaliknya. Dari konstruksi kasus, tampak Juju mendominasi dari segi uang.
Tapi, kasus Juju cocok dengan teori Dr Becker, bahwa jika perempuan dominan pemilik uang, maka dia berpotensi minta cerai. Apalagi, Hassan terbukti digerebek polisi saat ngamar dengan cewek.
Sebaliknya, Hassan malah minta bagian harta (gono-gini) yang sudah diperjuangkan Juju. Menandakan, Hassan berada di posisi bawah. Kemudian ia membunuh Juju.
Dari kasus ini banyak hal bisa dipelajari. Mengapa hal itu terjadi? Dan, bagaimana agar kita tidak sampai begitu?