UU Omnibus Law Ciptaker Disahkan oleh Presiden Jokowi. Lalu?
Oleh: Andi Mallarangeng
Rupanya Presiden Jokowi sangat percaya diri. UU Omnibus Law Ciptaker yang bermasalah tetap diteken oleh Presiden, menjadi UU No. 11/2020. Dan tanpa disertai Perpu yang diteken semenit kemudian. Artinya, mau protes apa pun, UU Ciptaker ini berlaku sudah.
Kalau mau mengira-ngira, masukan yang diterima Presiden dari pembantu-pembantunya adalah sebagai berikut:
1. Protes dan demo anti Omnibus Law ini ada dalangnya, ada yang bayar, dan ada provokatornya. Kalau ditangkapi beberapa orang, mereka akan takut dan ciut nyalinya, maka protes dan demo pun akan berhenti dengan sendirinya.
2. Para buruh dan mahasiswa termakan hoax di media sosial. Tindak atau paling tidak ancam dengan menggunakan UU ITE, maka penyebaran hoax akan berhenti. Maka protes dan demo pun akan reda dengan sendirinya.
3. Semua ini karena komunikasi politik Pemerintah yang tidak beres. Karena itu, tinggal diperbaiki, maka masyarakat, terutama kaum buruh dan juga mahasiswa, serta berbagai stakeholder lainnya, akan memahami maksud baik pemerintah dengan UU Ciptaker ini. Maka protes dan demo pun akan surut dengan sendirinya.
4. Kalau toh masih ada protes dan demo, begitu UU ini berlaku, maka investasi akan meroket, lapangan kerja terbuka lebar, semua akan happy, termasuk para buruh dan calon pencari kerja yaitu mahasiswa dan pelajar. Maka protes dan demo pun akan menghilang dengan sendirinya.
Mungkin saja tidak terpikir oleh Presiden bahwa:
1. Substansi UU yang diproses dengan kejar tayang ini memang bermasalah bagi banyak kepentingan masyarakat, terutama kaum buruh dan calon pencari kerja, lingkungan, otonomi daerah, dsb. Lagi pula, prosesnya terburu-buru dan sangat dipaksakan.
2. Krisis ekonomi yang sedang melanda negeri ini membuat orang gampang marah. Mereka yang terkena PHK, mereka yang menganggur, mereka yang menjadi dan bertambah miskin, berharap Presiden mengayomi semua. Dan bukannya berpihak kepada salah satu kelompok masyarakat saja, yaitu kaum pengusaha.
3. Pandemi ini belum jelas di mana ujungnya. Walaupun Pemerintah optimis segera ditemukan vaksin, bagaimana kalau optimisme itu meleset. Bukankah prediksi Pemerintah soal pandemi meleset terus? Dan kalau ini berlanjut terus sampai tahun depan, ekonomi pasti tertekan terus.
4. Kalau pandemi terus berlanjut, ekonomi krisis terus, dan harapan tentang investasi yang meroket karena Omnibus Law meleset, sementara pengangguran meningkat, PHK di mana-mana, rakyat tambah miskin, kira-kira sampai kapan rakyat akan sabar?
Yang saya kuatirkan adalah, keempat poin yang terakhir ini mungkin tidak ada yang (berani) memberitahukan kepada Presiden. Memang tidak enak dibaca, tapi perlu beliau ketahui.
Kalau gap antara keempat poin pertama dan keempat poin kedua semakin besar, maka ketegangan yang tidak perlu akan terus berlanjut. Padahal, mestinya kita sebagai bangsa bersatu padu untuk fokus menghadapi pandemi dan krisis ekonomi yang mengikutinya. Pemerintah berada di depan didukung oleh segenap masyarakat. Syaratnya sederhana: ada trust, dan Pemerintah mengayomi semua, tidak berat sebelah.
Namun, kalau Presiden tetap berkeras dengan penuh percaya diri untuk menerapkan UU Ciptaker ini, saya kuatir rakyat tidak hanya akan menyalahkan pembantu-pembantu Presiden, yang memberikan masukan angin surga. Pada saat itu, menyesal pun tak ada lagi gunanya.
*Andi Mallarangeng, doktor bidang ilmu politik lulusan Northern Illinois University.