Utamakan Kepentingan Nasional dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Lembaga penelitian SIGMAPHI Indonesia meminta pemerintah untuk melakukan mitigasi perubahan iklim secara terencana, sistematis, terukur dan bertahap dengan mengutamakan national interest sebagai basis pijakan utama, antara lain dalam isu deforestasi.
“Artinya harus ada keseimbangan antara defending sector seperti kehutanan dengan attacking sector seperti energi, yang keduanya harus tetap menghadirkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Mohammad Ali.
Peneliti SIGMPAHI Indonesia dalam Webinar berjudul “After COP26: Indonesia and Its Commitment on Deforestation” pada Selasa 30 November 2021, yang diselenggarakan oleh SIGMAPHI Indonesia.
Deforestasi menjadi persoalan serius yang dihadapi oleh Indonesia, mengingat aktivitas industri di Indonesia sangat terkait dengan sektor kehutanan seperti industri minyak kelapa sawit, pulp kayu, juga tambang batu bara.
Kelapa Sawit dan Batu Bara
“Indonesia akan dihadapkan pada potensi disrupsi ekspor. Karena 30% kontribusi ekspor Indonesia disumbang oleh komoditas-komoditas yang berkaitan dengan isu deforestasi”, kata Ali.
Ali menjelaskan jika dilihat secara periodikal, emisi karbon yang dihasilkan dari peningkatan aktivitas ekonomi Indonesia di setiap fase penting ekonomi nasional menunjukkan arah perbaikan. Pada fase oil boom dan pembangunan industri domestik nasional (1970-1992), peningkatan PDB sebesar 1% berdampak pada peningkatan emisi karbon sebesar 1,46%.
Selanjutnya pada fase sebelum amandemen UUD 1945 pasal 33 ayat 4 (1990-2002), elastisitas pertumbuhan PDB terhadap peningkatan emisi karbon menurun menjadi 0,93% dan kembali menurun pasca amandemen UUD 1945 pasal 4 sebesar 0,38% pada 2003-2019.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa arah pembangunan ekonomi Indonesia menuju pembangunan rendah karbon berada pada jalur yang benar, sehingga pembangunan ekonomi ke depan harus benar-benar transformatif, agar ekonomi tetap mampu bergerak, beriringan dengan komitmen menjaga keseimbangan alam agar berkelanjutan” tutur Ali.
Isu Penting
Sementara itu Guru Besar IPB Prof. Dr. Arya Hadi Dharmawan menjelaskan, musuh utama hutan adalah ekspansi perkebunan, utamanya perkebunan kelapa sawit yang terkait dengan tiga isu utama.
Pertama, isu sosial yang menyangkut konflik agraria dan tumpang tindih klaim kesejahteraan petani.
Kedua, isu lingkungan hidup, karena adanya kerusakan hutan dan persoalan biodiversity. Ketiga isu tatakelola lingkungan terkait dengan keberlanjutannya.
Meski demikian, Arya menjelaskan jika hutan jangan dilihat secara kaku. Hutan adalah sumber daya yang dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia. “Jadi hutan itu jangan juga dimuseumkan, tetapi harus dikelola dengan baik dan sesuai dengan daya dukung yang ada”, tutur Arya.
Senada dengan hal tersebut, Dirjen PKTL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha Agung Sugardiman menjelaskan bahwa dalam usaha untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) mitigasi sektor kehutanan, Indonesia telah melakukan penurunan deforestasi, rehabilitasi hutan, rehabilitasi lahan gambut, mangrove, disertai penegakkan hukum yang tegas.
“Semua upaya yang dilakukan itu, dipadankan dengan upaya dekarbonasi atau penurunan konsentrasi CO2 secara besar-besaran, sehingga seluruh upaya berjalan paralel dan terpadu”, kata Ruandha.
Ruadha juga menjelaskan apabila lahan gambut bisa dijaga agar tidak terjadi kebakaran, maka target NDC sangat memungkinkan untuk tercapai, “karena NDC terbesar Indonesia bersumber dari kebakaran gambut”, tutur Ruandha.