Sekolah Tiga Hari, Kata Pakar Hanya Cocok untuk Perkotaan
Pakar pendidikan Universitas Negeri Malang (UM), Profesor Djoko Saryono berpendapat, usulan soal sekolah hanya dijalankan dalam waktu tiga hari saja tak bisa sera-merta diterapkan. Penyebabnya, kondisi pendidikan di tiap daerah Indonesia berbeda-beda.
"Usulan itu terlalu mengeneralisir. Soalnya pendidikan di Indonesia saja belum merata. Usul itu dasarnya apa? Sebenarnya masalahnya apa dulu. Apakah kebanyakan jam belajar atau masalah metodenya belajarnya?" terang mantan staf ahli Kemendikbud Pendidikan Karakter tersebut.
Menurutnya, banyak daerah terpencil di Indonesia yang bakal kurang dapat merasakan akses pendidikan jika sekolah hanya diberlakukan selama tiga hari saja.
"Kalau di ibu kota cocok, di daerah urban cocoklah, belajar juga bisa dari internet. Kalau yang belum ada akses internet bagaimana. Coba orang Jakarta suruh ke sana tiga hari kalau betah. Bagi saya usulan ini cuma kegenitan orang Jakarta saja. Muhadjir saja bikin lima hari geger, kok malah tiga hari," tuturnya.
Ia menuturkan bahwa pemerintah jangan hanya melihat pendidikan di Indonesia hanya berdasarkan Jakarta saja. Tidak semua infrastruktur pendidikan di negeri ini merata.
"Digitalisasi saja itu saja belum merata. Semisal ada UNBK, tidak ada yang menjin semua server itu tidak ada yang lemot. Maka jangan melihat Jakarta saja kalau mau buat usulan," ujarnya.
Djoko juga mengkritik sistem belajar-mengajar yang ada di Indonesia saat ini. Dari segi jam ajar saja, ia menjamin tak ada yang melaksanakan pembelajaran selama delapan jam dengan efektif.
"Sekarang guru ada pertemuan dengan wali kota, ada workshop atau ada acara apapun pasti kelas ditinggal. Kelas lalu kosong. Kalau seperti ini, tidak bisa usulan itu," tegasnya.
Maka menurut Djoko, usulan tiga hari sekolah, perlu dibedah lagi. Sebab, permasalahan pendidikan bukan hanya mengenai rentang waktu, namun juga mulai dari metode pembelajaran sampai pada pemerataan infrastruktur pendidikan.
"Jangan sampai nanti kebijakan pendidikan kita ini anti budaya, semua diseragamkan. Katanya budaya itu adalah kekayaan negara kita," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, mengusulkan agar sekolah hanya dilakukan selama tiga hari saja. Alasannya, Kak Seto panggilan akrab Seto Mulyadi sudah melakukan uji coba tiga hari sekolah selama selama 13 tahun. Sekolah yang menjadi uji cobanya yaitu homeschooling miliknya yang ada di Bintaro, Tangerang Selatan.
"Nah kami sudah membuat percobaan sekolah selama 13 tahun ini. Sekolah seminggu hanya tiga kali. Per hari hanya tiga jam. Tapi lulusannya yang masuk Kedokteran ada di UI, Gajah Mada, dan Undip. Kemudian USU dan Unhas. ITB IPB ada," kata Kak Seto seperti dikutip dari media.
Sebagai pembanding, Kak Seto juga memiliki sebuah sekolah formal bernama Mutiara Indonesia Internasional yang bekerja sama dengan Universitas Cambridge di Inggris dan telah berjalan sejak tahun 1982. Dari kedua sekolah tersebut, homeschooling Kak Seto yang kegiatan belajar mengajarnya hanya 3 hari justru menerbitkan lulusan yang lebih memuaskan. Menurut Kak Seto, hal itu bisa terjadi lantaran anak-anak merasa senang saat bersekolah.