"Kami Telah Bersetubuh Siang Hari, Ustaz!" Ini Jawaban Ulama
Dalam suatu pengajian Ramadhan, terdapat peserta ibu-ibu. Di antara mereka, menyampaikan pengakuan seorang ibu muda, yang belum lama menikah. Dengan malu-malu ia menyampaikan, "Ustaz, kami telah bersetubuh pada siang hari. Bagaimana hukum puasa saya?"
Menanggapi hal itu, dengan senyum ustaz menjawab. Pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam pun terjadi kisah demikian.
Hukum bersetubuh di siang hari saat Ramadhan adalah haram.
Hukum bersetubuh di siang hari saat puasa Ramadhan adalah haram dan dilarang, bagi lelaki maupun perempuan yang wajib berpuasa. Terlebih jika mereka dalam keadaan sadar dan bertanggung jawab. Melakukan hal itu adalah dosa, maka diharuskan membayar kafarah (denda).
Bentuk kafarah biasanya berupa makanan yang diberikan kepada fakir miskin, memerdekakan budak, atau bisa juga berpuasa. Kadar denda hukuman tiap kelalaiannya pun berbeda. Untuk hukuman bersetubuh di siang hari saat Ramadhan ialah berupa puasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 fakir miskin.
Berikut dalil-dalil sesuai dengan Hadis Nabi dan Al-Quran.
Diriwayatkan Bukhari, 2600 dan Muslim, 1111. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata:
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ وَقَعْتُ بِأَهْلِي فِي رَمَضَانَ قَالَ تَجِدُ رَقَبَةً قَالَ لا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لا قَالَ فَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لا قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ بِعَرَقٍ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ فِيهِ تَمْرٌ فَقَالَ اذْهَبْ بِهَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ عَلَى أَحْوَجَ مِنَّا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا بَيْنَ لابَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ مِنَّا قَالَ اذْهَبْ فَأَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
"Seseorang datang kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, celakalah saya!" Beliau bertanya, “Ada apa dengan Anda?" Dia menjawab, “Saya telah berhubungan intim dengan istri sementara saya dalam kondisi berpuasa (Di bulan Ramadhan)," Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallalm bertanya, “Apakah Anda dapatkan budak (untuk dimerdekakan)?" Dia menjawab, “Tidak." Beliau bertanya, “Apakah Anda mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?" Dia menjawab, “Tidak." Beliau bertanya, “Apakah Anda dapatkan makanan untuk memberi makan kepada enampuluh orang miskin?" Dia menjawab, “Tidak." Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa tempat besar di dalamnya ada kurmanya. Beliau bersabda, “Pergilah dan bershadaqahlah dengannya." Orang tadi berkata, “Apakah ada yang lebih miskin dari diriku wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, tidak ada yang lebih membutuhkan di antara dua desa dibandingkan dengan keluargaku." Kemudian beliau mengatakan, “Pergilah dan beri makanan keluarga Anda.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa penebusan atas hukuman ini memiliki tahapan dan Nabi Muhammad SAW menjelaskan apa yang diminta dari orang yang bersetubuh dengan istrinya pada siang hari di bulan Ramadhan.
Pertama, seseorang harus bertaubat dari dosa besar yang menyebabkan dirinya celaka ini.
Kedua, mereka harus menebus dengan penggatian puasa tanpa ada pembatalan satu hari pun. Kemampuan seseorang dalam berpuasa adalah taksiran pribadi antara dirinya dan Allah SWT.
Para ulama telah menempatkan kriteria kemampuan berpuasa ini dan mengatakan, “Siapa yang bisa berpuasa bulan Ramadhan, maka bisa berpuasa selama dua bulan berturut-turut.”
Namun, kriteria ini tidak masuk akal, karena dalam hadis di atas, orang yang datang kepada Nabi Muhammad SAW adalah orang yang memiliki kemampuan untuk berpuasa di bulan Ramadhan, tetapi Nabi Muhammad SAW tidak mencukupi dengan kemampuannya untuk berpuasa Ramadhan, dengan kembali memastikan pertanyaan ‘"Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?", dan benar saja, orang tersebut menjawab tidak.
Ketiga, wajib membayar denda. Dijelaskan Nabi dengan perintah membebaskan seorang budak atau memberi makan fakir miskin. Namun, jika kondisi tidak memungkinkan, entah itu mereka tidak dapat menemukan budak dan fakir miskin di daerahnya atau mungkin tidak memiliki kemampuan finansial, maka mereka bisa memberi makan keluarganya.
Bila seseorang melakukan hubungan intim beberapa kali dalam satu hari, satu kali penebusan saja sudah cukup. Jika seseorang tidak ingat berapa hari mereka melakukan hubungan badan, tawarkan penebusan dengan jumlah yang lebih tinggi jika ragu.
Di lain sisi, bersetubuh dengan pasangan (suami atau istri) di malam hari saat bulan Ramadhan, masih diperbolehkan, lho, Bela. Akan tetapi, waktunya hanya berlangsung sampai fajar menyingsing. Saat matahari tiba, maka hubungan badan sudah dilarang. Hal ini ditafsirkan dalam firman Allah SWT berikut ini:
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa." [Q.S Al-Baqarah: 187]
Demikian semoga bermanfaat.
Advertisement