Ustaz Cabul Trenggalek, Pakai Status Guru Cabuli 34 Santriwati
Sungguh bejat moral SM, ustaz di sebuah pondok pesantren di Trenggalek. Bukannya mendidik anak santri dengan akhlak dan pengetahuan, SM malah mencabuli 34 santriwatinya selama 3 tahun terakhir. Mirisnya, kejadian tersebut justru dilaporkan wali santri, setelah pihak pesantren memecat lebih dahulu ustaz cabul itu.
Ustaz Cabul Trenggalek Ditangkap
Polres Trenggalek menangkap SM, 34 tahun, warga Kecamatan Pule. Ustaz yang bekerja sebagai pendidik di salah satu pesantren di Trenggalek itu ditangkap setelah seorang wali santri melaporkan dugaan tindak pencabulan.
Setelah diselidiki, polisi mendapatkan bukti jika aksi cabul ustaz di Trenggalek dimulai sejak 2019 hingga 2021, sebelum ia dipecat dari pesantren.
Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Arief Rizky Wicaksana menyebut, aksi bejat sutaz cabul itu terungkap setelag sang ustaz dipecat dari pesantren tempatnya bekerja.
Namun aksi melapor ke polisi justru datang dari wali santri. Menurutnya, wali santri merasa curiga dengan pemecatan pihak pesantren, dan menanyakan pada anaknya. Hingga keluarkan pengakuan pencabulan tersebut dari santriwati.
"Sebelumnya orang tua korban menanyakan terkait dikeluarkannya guru (ustaz) tersebut dari pesantren, kepada korban. Kemudian diceritakanlah kejadian yang dialami," jelasnya, dikutip dari detik.com, pada Selasa 28 September 2021.
34 Korban Ustaz Cabul
Tak menunggu lama, orang tua korban segera melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian. Kini polisi mencatat ada 34 santriwati yang jadi korban predator seksual tersebut.
Polisi mengaku kesulitan mendorong korban lain untuk melapor. Mereka pun membuka posko pengaduan, bagi korban ustaz cabul di Trenggalek.
Hingga kini, terdapat tiga pelapor baru yang datang ke Polres Trenggalek. Polisi juga telah memeriksa total 8 saksi dalam kasus ustaz cabul di Trenggalek.
Modus dan Pengakuan Pelaku
Sebagai ustaz dan guru, kelakuan SM boleh dibilang bejat. Ia menggunakan statusnya sebagai guru, untuk memperdaya korbannya. "Jadi SM, biasanya menyampaikan kalimat, kalau sama gurunya harus nurut, tidak boleh membantah," katanya.
Seolah mantra, ucapan itu selalu disampaikan kepada santri incarannya, setelah berada di tempat yang sepi. Tak terbayang bagaimana bingung dan takutnya para santriwati yang usianya belasan tahun, harus bersikap di depan ustaz yang harus dihormati.
Soal perilaku predatornya selama tiga tahun, pelaku hanya menyampaikan ata maaf kepada korban. Di depan polisi, dengan tangan diborgol dan mengenakan baju tahanan berwarna oranye, SM mengaku menyesali perbuatannya, mencabuli 34 santriwati selama tiga tahun terakhir.
"Saya menyesal, saya mohon maaf (kepada korban). Mohon maaf, saya menyesal, saya malu," kata SM.
Bukannya bertanggungjawab dan menawarkan bantuan rehabilitasi pada para korban kebiadabannya, SM malah menyebut istri sebagai penyebab kebejatannya. "Istri saya tugasnya mulai pagi sampai jam satu siang, sedangkan saya itu mulai siang sampai malam," jelasnya.
Diketahui istri pelaku juga ustaz di pesantren yang sama. Belum diketahui bagaimana nasib istrinya di pesantren tersebut kini.
Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 76 E Jo Pasal 82 ayat 1, ayat 2, ayat 4 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun dengan denda maksimal Rp 15 miliar. Sementara korbannya entah sampai kapan harus menanggung trauma akibat aksi cabul dari ustaz di pesantren.
34 korban memiliki risiko tinggi mengalami depresi hingga gangguan psikologis berat jika tidak tertangani dengan baik."Dampak kekerasan seksual itu tidak hanya saat ini, itu bisa panjang," kata Psikolog asal Tulungagung, Ifada Nur Rohmaniah.
Pendampingan Korban
Polisi dan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek juga melakukan upaya pendampingan terhadap 34 santriwati yang menjadi korban ustaz cabul di Trenggalek.
Pendampingan hukum dan psikologis juga dilakukan dalam bentuk pemeriksaan yang pro korban. Polisi menyebut akan memeriksa korban di kediaman, jika mereka tak nyaman untuk pergi ke kantor polisi.
Selain itu, Kepala Bidang P3A, Dinsos P3A Trenggalek Christina Ambarwati menyebut pihaknya memberikan pendampingan dan rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial.
Kondisi menurutnya semakin rumit lantaran istri pelaku juga mengajar di pesantren yang sama. Istri pelaku pun bisa jadi mengalami trauma akibat perbuatan suaminya.
"Apalagi istri pelaku juga mengajar di sana, yang kemungkinan juga mengalami trauma. Sehingga kondisi ini juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi korban," jelas Christina.
Mereka akan memberikan pendampingan dalam setiap proses hukum serta menurunkan psikolog untuk menangani korban dari ustaz cabul di Trenggalek itu, dengan datang ke pesantren. (Dtk)