Ustaz Cabul Mojokerto Terancam Hukuman Kebiri, Ini Sebabnya
Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak (LPPA) Bina Annisa sebut Achmad Muhlish 52 tahun, pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Mojokerto tersangka kasus pencabulan dan persetubuhan terhadap santriwatinya bisa diancam hukuman kebiri kimia.
Advokad LPPA Bina Annisa, Wiwit Widianto menyebut, bertambahnya korban pencabulan membuat hukuman tambahan kebiri kimia bisa diberikan kepada tersangka. Hal itu mengacu dengan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2020 menyebutkan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak yang dikenakan hukum kebiri yakni korbannya lebih dari satu orang.
"Kami selalu mendukung keputusan hukum majelis hakim, yang jelas penambahan hukuman untuk efek jeranya kalau ada suntik kimia bisa dimasukkan untuk efek jeranya," kata Wiwit, di Kantor Organisasi Bantuan Hukum LPPA Bina Annisa Jalan Jawa No.78, Mergelo, Kranggan, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis 28 Oktober 2021.
Menurut dia, pasal 82 ayat (1) UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang adalah ancaman hukuman yang efektif untuk memberikan efek jera.
"Yang jelas ini korban bukan satu dua orang. Tapi beberapa korban, artinya tersangka ini mempunyai penyakit yang seharusnya seorang pendidik di luar manusiawi. Yang bisa dikenakan adalah pasal yang tertinggi baik yang di pasal 82 perlindungan anak, paling efektif untuk ke efek jera," ujarnya.
Perbuatan pimpinan Ponpes Darul Muttaqin di Dusun Sampang Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto itu dinilai mencoreng nama baik pendidikan.
"Bagi kami sangat miris melihat seorang kiai yang seharusnya bisa mendidik, baik itu secara agama, secara intelektual, secara sosial kemasyarakatan. Ini adalah contoh bagi anak-anak yang menempuh pendidikan akhirnya tercoreng dengan perbuatan yang bagi kami tidak manusiawi," bebernya.
Sebelumnya, Polres Mojokerto telah menetapkan Muhlish sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap santriwatinya sendiri pada Selasa 19 Oktober 2021. Pengasuh Ponpes Darul Muttaqin itu mulai ditahan di Rutan Polres Mojokerto.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, korban bertambah empat menjadi lima santriwati. Seluruh korban tambahan adalah warga asal Surabaya yang menempuh ilmu menjadi santriwati di Ponpes Darul Muttaqin di Dusun Sampang Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, milik tersangka Achmad Muhlish 52 tahun.
Tersangka Muhlish adalah warga asal Kabupaten Lamongan. Ia mencabuli santriwatinya dengan modus berkah dari seorang guru. Usia para santriwati yang menjadi korban pencabulan tersebut bervariasi. Ada yang 14 tahun, 12 tahun, bahkan ada yang masih berusia 10 tahun.
Keempat korban tambahan tersebut diduga hanya dicabuli oleh tersangka Muhlish. Hanya gadis berusia 14 tahun 8 bulan asal Kecamatan Buduran, Sidoarjo yang merupakan korban pertama melapor diduga dicabuli sekaligus disetubuhi tersangka.
Tersangka Muhlish dijerat dengan pasal 81 ayat (2) juncto pasal 76 D juncto pasal 81 ayat (2) dan pasal 82 ayat (1) UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.