Ustadz Cabuli 5 Santriwati di Mojokerto, Polisi Buka Posko Aduan
Polisi membuka posko pengaduan bagi para korban pencabulan yang dilakukan Achmad Muhlish 52 tahun, pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Mojokerto. Dengan posko khusus itu diharapkan para korban berani untuk melapor sehingga kasus pencabulan itu bisa semakin jelas.
"Apabila di luar sana ada korban-korban lain, silakan datang ke Polres Mojokerto. Kami membuka posko pengaduan," kata Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Thiksnarto Andaru Rahutomo kepada warga, Selasa 2 November 2021.
Menurut Andaru, untuk melaporkan kasus tersebut, para korban bisa langsung menghubungi Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Mojokerto.
Andaru mengatakan hingga saat ini baru ada 5 korban yang melaporkan secara resmi ke Polres Mojokerto. Padahal dari informasi yang diperoleh, terdapat banyak santriwati yang menjadi korban pencabulan.
"Informasi yang kami dapatkan dari beberapa orang masih ada beberapa korban yang enggan untuk melapor karena malu. Namun di sini kami tegaskan identitas dari para korban kami rahasiakan dan kami lakukan trauma healing kepada para korban," ujarnya.
Tak hanya itu, Polres Mojokerto bersama Polda Jatim berkomitmen memberikan trauma healing kepada para korban yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Achmad Muhlish.
"Kami juga memberikan rehabilitasi psikis kepada korban. Kami bersama Polda Jatim khususnya Biro SDM, merangkul anak-anak korban yang menjadi korban kekerasan seksual seperti ini. Kemarin sudah ada satu orang korban yang sudah kami lakukan trauma healing, alhamdulillah sekarang dia sudah mau ikut kembali bersekolah walaupun hanya dengan cara daring," bebernya.
Polres Mojokerto telah menetapkan Muhlish sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap santriwatinya asal Kabupaten Sidoarjo, pada Selasa 19 Oktober 2021. Pengasuh Ponpes Darul Muttaqin Desa Sampangagung Kecamatan Kutorejo, Mojokerto itu mulai ditahan di Rutan Polres Mojokerto.
Polisi terus menangani kasus pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan Muhlish. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, korban bertambah empat menjadi lima santriwati. Seluruh korban tambahan adalah warga asal Surabaya yang menempuh ilmu menjadi santriwati di Ponpes Darul Muttaqin
Tersangka Muhlish adalah warga asal Kabupaten Lamongan. Ia mencabuli santriwatinya dengan modus berkah dari seorang guru. Usia para santriwati yang menjadi korban pencabulan tersebut bervariasi. Ada yang 14 tahun, 12 tahun, bahkan ada yang masih berusia 10 tahun.
Muhlish dijerat dengan pasal 81 ayat (2) juncto pasal 76 D juncto pasal 81 ayat (2) dan pasal 82 ayat (1) UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.