Ust Abu Bakar Baasyir dan Pancasila
Setelah habis masa hukuman karena tuduhan kasus terorisme, Ustadz Abu Bakar Baasyir menerima Pancasila sebagai ideologi negara. Argumentasinya sahih, didasarkan pada dua argumentasi yang kuat: Pertama, para ulama menyetujuinya, dan kedua, Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna Tauhid. Hanya beliau menyayangkan pelaksanaannya belum memenuhi harapan.
Sekalipun saya dan Ustadz Abu secara politik berseberangan, tetapi diam-diam saya mengaguminya. Fisik dan mentalnya kuat sehingga dalam usianya yang sudah lanjut (lahir 1937), mampu bertahan didalam tahanan cukup lama. Seperti halnya seorang pilot pesawat tempur, didunia intelijen juga demikian, kagum kepada “lawan yang hebat”.
Ustadz Abu, demikian sebagian pengikutnya memanggil, adalah orang kedua dalam Al Jamaah Al Islamiyah. Orang pertama Jamaah Islamiah (JI) adalah Ustadz Abdullah Sungkar lahir 1937 dan meninggal pada 1999. Dua serangkai ini adalah teman akrab sejak muda.
Nama JI sendiri diambil dari suatu organisasi di Mesir yang salah satu pendirinya adalah Dr Umar Abdurrahman seorang ulama tuna netra yang cerdas. Tokoh pendiri JI Mesir yang lain adalah Dr Najih Ibrahim. Sebagaimana Ustadz Abu, Dr Najih Ibrahim juga menyadari jalan salah yang ditempuhnya setelah berada di dalam penjara.
Nasihat Dr Najih Ibrahim
Dr Najih pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia dan bersedia menulis pengantar buku saya keempat “Al Qaeda, Tinjauan Politik dan Sepak Terjangnya di Asia Tenggara". Beliau pernah menjenguk Ustadz Abu Bakar Baasyir di penjara dan memberikan nasihat. Ketika itu Ustadz Abu hanya mendengarkan saja, tanpa komentar.
Al Jamaah Al Islamiyah merupakan pecahan dari Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Syaikh Hasan Al Banna, seorang Sufi. Adik beliau Jamal Al Banna pernah berkunjung ke Indonesia dan beliau mampir ke kantor saya. Beliau berpesan kepada saya bahwa pada akhirnya para pemimpin JI akan sadar kembali. Sebabnya, kata beliau “Jihad di dalam era globalisasi, bukanlah berani mati di jalan Allah Subhanahu wa-ta'ala (Swt), tetapi jihad yang benar adalah berani hidup di jalan Allah".
Saya pernah mengusulkan kepada komandan saya agar Ustadz Abu Bakar Baasyir dibebaskan dari penjara karena kesehatannya yang menurun. Alasan saya, kalau meninggal di penjara bisa menimbulkan dendam dari para pendukungnya. Suatu saat, Insya Allah saya akan berkunjung ke kediaman beliau untuk silaturrahim.
Catatan tentang Pribadi Sendiri
Umur 58 baru tahu ulang tahun. Menikmati siang yang syahdu di Rengas Dengklok di Rumah Joglo Jepara (rumah kampung) di tengah semilir angin. Saya menertawakan diri sendiri, kalau mengingat sampai tahun 2007 saya tidak tahu tanggal kelahiran. Yang tertulis diijazah dan KTP adalah 3 Mei 1949 karangan saya sendiri ketika kelas 4 SD yang saya tulis di Rapot karena Bapak dan Ibu tidak tahu.
Saya tertawa sendiri ketika anak buah membuat “tumpengan nasi“ setiap tanggal tersebut. Padahal waktu kecil tidak pernah diperingati. Biasanya setiap 35 hari (hari wetonan) dibikinkan bubur merah putih.
Bapak memberi tahu saya ketika kelas 4 Sekolah Rakyat (SR /SD) bahwa saya lahir pada hari Senin Pon, Belanda Mundur dari Yogya tahun 1949, beberapa hari setelah Mr Assaat diangkat sebagai Presiden RI yang menggantikan Bung Karno yang menjadi Presiden RIS di Jakarta.
Pak Fadli Yon yang memberi tahu saya bahwa Mr Assaat dilantik pada 19 Des 1949 hari Senin. Tetapi saya konsultasikan dengan ahli khisab dari Kudus, hari Senin Pon jatuh pada tanggal 26 Desember 1949 atau seminggu kemudian. Dan hari itulah yang saya anggap tanggal lahir saya, meskipun tidak pernah diperingati. Yang diperingati adalah hari wetonan setiap 35 hari berupa bubur merah putih.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), tinggal di Jakarta.