Usir Wabah, Fenomena Warga Kampung Keliling Membaca Shalawat
Ada sebagian warga kita yang tidak percaya wabah (global) atau pandemi Covid-19. Namun melihat realitas di kampung-kampung banyak orang yang meninggal dunia. Agar tidak banyak orang yang wafat maka mereka keliling kampung membaca Shalawat Burdah, sambil membawa obor dan kentongan.
"Saya percaya keampuhan doa kepada Allah dengan memperbanyak Salawat, Alhamdulillah saya menerima beberapa ijazah dari guru-guru saya. Saya setuju dengan doa keselamatan di masa-masa sekarang," tutur Ustaz Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya.
"Masalahnya adalah mereka berkerumun, tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak."
Sejarah Tha'un alias Wabah
Kita cukup belajar dari perjalanan Thaun / wabah yang dialami oleh Umat Islam di abad pertengahan. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengisahkan 2 peristiwa di negeri Syam dan Mesir dalam kitabnya Badzl Ma'un fi Fadli Thaun, 328-329.
فصاروا يدعون ويصرخون صراخًا عاليًا فذكر أن الناس خرجوا إلى الصحراء ومعظم أكابر البلد فدعوا واستغاثوا، فعظُم الطاعونُ بعد ذلك، وكَثُرَ، وكان قبل دعائهم أخفُّ
"Pada tahun 749 H
Penduduk Damaskus berdoa dan menjerit dengan keras. Disebutkan bahwa mereka keluar menuju lapangan bersama para pembesar negeri itu, mereka berdoa dan istighosah (minta pertolongan) lalu Thaun -wabah- semakin meluas dan makin banyak, padahal sebelumnya masih sedikit."
Kemudian Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan kejadian yang sama di negeri beliau, Mesir:
ووقع هذا فى زماننا، حين وقع أوَّلُ الطاعونِ بالقاهرة فى السابع والعشرين من شهر ربيع الآخَر سنة ثلاث وثلاثين وثمانمائة، فكان عددُ من يموتُ بها دون الأربعين، فخرجوا إلى الصحراء فى الرابع من جمادى الأولى، بعد أن نُودى فيهم بصيام ثلاثة أيام، كما فى الاستسقاء، واجتمعوا، ودعوا، وأقاموا ساعةً، ثم رجعوا، فما انسلخ الشهر حتى صار عددُ من يموت فى كل يومٍ بالقاهرة فوق الألف، ثم تزايد
"Di zaman kami, ketika awal terjadi Thaun di Kairo, bulan Rabiul Awal 833 H, korban meninggal kurang dari 40 orang. Kemudian penduduk Kairo keluar menuju lapangan di bulan Jumadal Ula setelah diserukan puasa 3 hari seperti dalam Salat Istisqa' (meminta hujan), mereka berkumpul, berdoa beberapa jam lalu kembali ke rumah. Setelah akhir bulan jumlah orang yang wafat di Kairo setiap harinya di atas 1000 orang, kemudian terus bertambah".
Jadi, bila mengadakan doa bersama di kampung harus tetap disiplin memakai masker dan menjaga jarak, setelah itu mencuci tangan dengan sabun/ hand sanitizer.
Demikian penjelasan Ust Ma'ruf Khozin, dalam Ngaji sejarah Thaun / wabah sejak Masa Nabi Shalallahu alaihi wasallam.
Sejumlah Desa Keliling Kampung
Fenomena ini memang terjadi merata di sejumlah desa di Jawa. Di Jawa Timur dan di Jawa Tengah, juga di Jawa Barat, dilakukan kelompok santri dan tokoh masyarakat desa setempat.
MIsalnya, dilakukan puluhan warga NU Desa Jebol Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara dilakukan sejak awal terjadinya pandemi Covid-19. Mereka keliling desa dengan membaca Shalawat Li Khomsatun Uthfibiha pada Jumat 20 Maret 2020. Hal ini dilakukan agar masyarakat desa selalu mendapat keselamatan dan terhindar dari berbagai macam wabah penyakit, khususnya virus Corona (Covid-19).
Kegiatan ini diikuti dari berbagai kalangan, baik ulama desa, orang tua, pemuda desa, para santri an-Nawawi, bahkan anak-anak. Acara dimulai dengan membaca doa bersama di Pondok pesantren Salaf Salafiyah An-Nawawi Jebol dengan dipimpin langsung oleh pengasuh pondok pesantren, Kiai Muhammad Sa'udi.
Kemudian warga berjalan kaki, berbondong-bondong di pinggir jalan mengelilingi desa dengan membaca Shalawat Li Khomsatun Uthfibiha yang merupakan ijazah dari KH. Hasyim Asy'ari ketika sedang menghadapi musim pagebluk atau menyebarnya penyakit secara masal.
Menurut Ketua Ranting NU Jebol, Nur Ahsan, tujuan kegiatan tersebut adalah bentuk ikhtiar (usaha) kita dalam berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari penyakit atau tolak balak. Terlebih beberapa negara sekarang termasuk Indonesia telah dilanda wabah virus Corona. Oleh karenanya, para ulama desa Jebol berinisiatif mengadakan doa keliling kampung untuk memohon kepada Allah agar negara tetap aman dan tentram.
"Khususnya di desa kami, semoga Allah memberi keselamatan pada kita semua," tuturnya, dilansir biliksantri.com.
Senada, Sa'dullah salah satu warga yang mengikuti kegiatan ini mengatakan, sholawat yang dilantunkan mengelilingi desa adalah sebagai istilah untuk menamengi atau mageri (bentengi) desa dari wabah penyakit dan bala', khususnya covid-19 yang tengah mengepung dunia saat ini.
"Insya Allah dengan sholawat, doa, dan ikhtiar menjaga diri maka Allah akan menjaga kita", Ungkap pemuda aktivis GP Ansor tersebut.
Selain keliling desa, warga Jebol juga akan melaksanakan istighasah dan pembacaan kitab Shahih Bukhori di Masjid Jabal Khoir Jebol dengan tujuan yang sama yaitu tolak bala'.