Usai Berhubungan Suami-Istri, Mandi Junub Bolehkah Setelah Subuh?
Bulan puasa, banyak godaan yang dirasakan kaum mukmin. Baik yang telah lama berumah tangga maupun bagi pengantin baru. Bahkan, juga para remaja. Misalnya, mimpi basah siang hari hingga mengeluarkan air mani.
Bagi pengantin baru, ada kemungkinan bila selesai berhubungan suami-istri ketiduran sehingga tidak sempat mandi junub, meski telah memasuki waktu subuh.
Seseorang tak bisa berpuasa sebelum melakukan mandi junub setelah mengeluarkan air mani. Benarkah demikian?
Ahli tafsir sekaligus penyusun Tafsir Al-Misbah, Prof Muhammad Quraish Shihab, menyatakan mandi junub setelah subuh tidak membatalkan puasa. Namun, dirinya tidak memperbolehkan orang mandi junub pada siang hari.
“Tidak boleh [mandi junub siang hari] bukan karena itu membatalkan puasa, tetapi karena Anda harus salat subuh. Mandi junub harus sebelum waktu Subuh berlalu,” kata Quraish Shihab.
(Dikutip dari buku Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui halaman 118.)
Pandangan Ulama berdasar Hadis Nabi
Sejumlah ulama telah berfatwa bahwa hadas atau keadaan tidak suci pada diri seorang Muslim menyebabkan ia tidak boleh salat dan melakukan banyak ibadah lain kecuali puasa.
Hal ini disandarkan pada hadits riwayat Bukhari 1926 dan Turmudzi 779 yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan istrinya. Kemudian, beliau mandi dan berpuasa.”
Sunan At-Turmudzi, 3/140 mengatakan hal inilah yang dipahami oleh mayoritas ulama di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Dan ini merupakan pendapat Sufyan At-Tsauri, As-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq bin Rahuyah.
Ketika ada orang junub bangun tidur di penghujung malam, dia berada dalam keadaan harus memilih antara mandi dan sahur, apa yang harus didahulukan?
Mandi Junub Setelah Subuh, Puasa Tetap Sah?
Dari penjelasan di atas, mandi junub tidak harus dilakukan sebelum subuh.
Orang boleh mandi junub setelah subuh, dan puasa tetap sah. Sementara sahur, batas terakhirnya adalah subuh. Seseorang tidak boleh sahur setelah masuk waktu subuh.
Dengan menimbang hal ini, seseorang memungkinkan untuk menunda mandi dan tidak mungkin menunda sahur.
Karena itu, yang mungkin dia lakukan adalah mendahulukan sahur dan menunda mandi. Hanya saja, sebelum makan sahur, dianjurkan agar berwudhu terlebih dahulu.
Sebagaimana keterangan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam kondisi junub, kemudian beliau ingin makan atau tidur, beliau berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat,” seperti dinukil dari hadits riwayat Muslim 305.
Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”
Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dua faedah. Pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetubuhi istrinya di bulan Ramadhan, lantas beliau menunda mandinya hingga setelah terbit fajar. Ini menunjukkan bolehnya menunda mandi junub seperti itu. Kedua, beliau dalam keadaan junub karena jima’ (berhubungan badan dengan istrinya). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah ihtilam (mimpi basah). Mimpi basah hanyalah dari setan, sedangkan beliau sendiri adalah orang yang ma’shum (terjaga dari kesalahan)."
Demikian semoga bermanfaat. Amiin.