Usaha Alat Dapur Sukses Bikin Ikhwan Ali Makmur
Bagi seorang yang ingin meraih sukses, pasti pernah merasakan kegagalan. Namun untuk dapat kembali bangkit tentu harus memiliki modal yang kuat, seperti apa yang dimiliki oleh Ikhwan Ali, Bos UD Dwi Sumber Sejati ini. Meski senpat alami keterpurukan dalam usahanya, tapi usahanya untuk bangkit sangatlah besar, sehingga dirinya saat ini terbilang berhasil memetik buah yang sudah ia tanam dari dulu.
“Jujur saja, kalau melihat kondisi masa lalu, sulit percaya bila saya bisa sampai (sukses) seperti ini,” ujar Ikhwan Ali.
Ikhwan memulai usaha pembuatan alat parut kelapa tahun 1996. Ada sedikit unsur keterpaksaan, karena saat itu dia baru di-PHK dari sebuah pabrik roti di kawasan Dinoyo, Surabaya. Sempat limbung, Ikhwan pun bergabung dengan usaha peralatan dapur di kawasan Darmo Permai, Surabaya.
“Setelah delapan bulan di sana, saya kemudian keluar dan memutuskan mandiri,” kisahnya.
Kecukupan materi, sesuatu yang sama sekali tak terbayang di benak anak ketiga dari lima bersaudara ini, kini telah direngkuh. Semua berkat usaha pembuatan alat parut kelapa yang dirintisnya dari bawah. Usaha rumahan ini menghasilkan omzet Rp 75 juta hingga Rp 100 juta setiap bulan.
Awal Ikhwan menjalankan usaha pembuatan alat parut kelapa ini bertiga dengan temannya, dengan empat karyawan. Perbedaan visi membuat kongsi ini pecah, dan Ikhwan jalan sendiri sampai sekarang.
Kelincahan membangun jaringan dan kesediaan memenuhi keinginan konsumen membuat usahanya berkembang pesat. Diversifikasi produk pun dilakukan. Tak hanya parut kelapa, usaha rumahan ini juga melayani pembuatan alat pencabut bulu ayam.
Selain dijual di kawasan Kembang Jepun Surabaya, produk-produk ini juga dilempar ke Sulawesi dan Kalimantan. Ketepatan waktu penyelesaian dan kualitas yang terjaga menjadi salah satu keunggulan alat buatan Ikhwan.
Tak ayal, ketika Indonesia diterpa krisis moneter, usaha Ikhwan sama sekali tak terganggu. Malah, berkat kejelian melihat peluang, bapak dua anak ini melahirkan produk baru berupa mesin penyedot air.
Mesin ini biasa dipakai para penambang emas tradisional di Sulawesi dan Kalimantan. Ikhwan membuat mesin baru ini karena permintaan alat parut kelapa dan pencabut bulu ayam menurun.
“Saya beli mesinnya di Solo, terus kita assembly dan lempar ke pasar. Laris manis kayak kacang goreng. Sebab harganya lebih murah dibanding produk impor yang saat itu terkena imbas kenaikan dolar,” ujarnya.
Usahanya makin berkembang saat Ikhwan bergabung sebagai mitra binaan Semen Indonesia pada 2005. Dia mendapat pendampingan dalam pengelolaan keuangan usaha maupun kesempatan membangun relasi lewat berbagai pertemuan dan pameran.
Saat ini, Ikhwan dibantu 80 karyawannya juga memproduksi mesin molen, mesin perontok padi dan jagung, as ketinting untuk baling-baling perahu, dan lainnya.
“Yang terbaru mesin molen dan as ketinting. Ini juga memenuhi permintaan teman-teman di lapangan. Untuk as ketinting kita kirim ke Luwu Sulawesi dan Raja Ampat Papua. Saya dengar Semen Indonesia punya pabrik juga di Vietnam. Kalau ada kesempatan, produk saya juga bisa masuk. Di sana kan juga banyak sungai dan perahu,” harapnya. (hrs)