Urus Tanah YKP, Tak Ada Jaminan BPN Keluarkan Sertifikat Tanah
Pemerintah Kota Surabaya menjembatani antara pemilik rumah Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dengan perbankan dalam hal pengurusan sertifikat. Terutama berkaitan dengan biaya sertifikasi yang diperkirakan membebani pemilik rumah. Perbankan dalam hal ini Bank Jatim bersedia memberikan pinjaman untuk sertifikasi tanah YKP dengan tenor tiga tahun.
Namun demikian, program ini ternyata tak cukup menarik bagi beberapa pemilik rumah di perumahan YKP. Pasalnya, meski mereka sudah mengeluarkan uang jutaan, tak ada jaminan jika surat tanah yang akan keluar adalah Surat Hak Milik (SHM). Pemerintah Kota Surabaya melalui Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu yang juga Ketua Pengurus YKP pun tak bisa menjamin.
Perempuan yang akrab dipanggil Yayuk ini, tidak berani menjamin surat yang akan dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Surabaya 1 dan 2, akan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), meski pemilik rumah YKP sudah melengkapi semua syarat yang diberikan Pemkot.
"Kami tidak bisa menjamin yang keluar apa, itu hak BPN. Namun silahkan saja mencoba. Alhamdulillah, kalau ternyata SHM," kata Yayuk.
Di beberapa wilayah perumahan YKP, BPN ternyata memang tidak selalu mengeluarkan Surat Hak Milik (SHM). Beberapa wilayah, BPN memang hanya mengeluarkan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebagai alas hak pemilik tanah tersebut.
Namun, menurut Yayuk hal itu sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak awal oleh pemilik Buku YKP. Jika di buku tersebut tercantum jual beli atas tanah dan rumah, maka kemungkinan besar yang akan dikeluarkan oleh BPN adalah SHM, jika tidak maka yang akan keluar SHGB.
"Di cek saja sekarang terkait hal itu, sudah bisa dilihat di bukunya kok. Karena memang di beberapa wilayah, tanah YKP itu alas haknya ternyata Surat Ijo, yang di mana pasti BPN mengeluarkan SHGB untuk pemohon. Salah satunya di Pucang Adi dan beberapa wilayah di Medokan dan Rungkut," kata Yayuk.
Salah satu pemilik tanah di tanah YKP bernama Indra mengatakan, ia dan keluarga merasa dibohongi oleh YKP saat ia membeli tanah seluas lebih dari 300 meter persegi di kawasan Jemursari. Belasan tahun lalu, tim YKP dengan jelas mengatakan tanah tersebut bisa menjadi hak milik (SHM).
Namun, pada pertengahan tahun 2018 lalu saat ia mencoba menguruskan sertifikasi tanah miliknya ke BPN. Tapi ternyata yang didapat adalah sebaliknya. Indra malah mendapatkan HGB, berbeda dengan angannya yang menginginkan SHM.
"Sangat aneh, tetangga-tetangga lain bisa jadi SHM. Saat kami urus, memang sedang agak ramai masalah YKP, makanya kami mau urus daripada kena masalah. Lha kok malah dapatnya HGB. Kan sama saja bohong. Jadi ini tanah milik Pemkot bukan kami dong, sama saja seperti Surat Ijo," katanya.
Selain Indra, salah satu warga pemilik rumah di Perumahan YKP di Rungkut Asri bernama Yuni mengatakan, daripada Pemkot membuat skema pembiayaan seperti itu yang memberatkan masyarakat, lebih baik membuat daftar masyarakat pemilik buku YKP yang mampu, kurang mampu, dan tidak mampu.
Sehingga, Pemkot bisa memberikan keringanan bagi pemegang buku YKP yang kurang mampu dan tidak mampu untuk mengurus sertifikat tanah miliknya.
"Kalau cuma seperti ini saja kita disuruh hutang lagi kan. Kalau mau mengembalikan hak masyarakat, ya didata saja, mana yang mampu melakukan pinjaman mana yang tidak. Tanah itu hak masyarakat, jadi lebih baik beri keringanan atau kebebasan dari membayar apapun untuk mendapatkan SHM itu. Toh Presiden juga sering mengatakan SHM itu harus diberikan kepada masyarakat secara gratis. Ini kok malah kita yang disengsarakan disuruh nyicil," katanya.