Urgensi Pancasila Jadi Kurikulum untuk Rawat Kebhinnekaan
Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar diskusi bertajuk “Strategi Penguatan Nilai Pancasila Dalam Rekomendasi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Selasa 16 Februari 2021.
Diskusi yang digelar secara online ini dihadiri oleh lebih dari 50 hari dari berbagai elemen masyarakat. Hadir Kepala BPIP Yudian Wahyudi membuka jalannya diskusi. Dirinya menjelaskan bahwa sebagai tindak lanjut BPIP melakukan reviu atas sistem pendidikan nasional yang selanjutnya akan diberikan sebagai rekomendasi.
“Webinar ini merupakan salah satu bentuk perhatian BPIP terhadap sistem pendidkan Indonesia. Pentingnya pendidikan Pancasila tidak disebuatkan secara eksplisit,” jelas Yudian.
Lebih lanjut, Yudian menjelaskan bahwa Pancasila harus menjadi kurikulum tersendiri serta dikuatkan melalui ektrkurikuler dan kulikurer. Anggota Komisi X, Dedi Yusuf Macan Effendi menegaskan hal serupa bahwa pendidikn Pancasila perlu kembali menjadi kurikulum.
“Komisi X berendapat pendidikan Pancasila perlu kembali masuk di dalam kurikulum,” jelasnya.
Selain itu, Dedi menjelaskan bahwa Pancasila harus menjadi pemahaman yang utuh bagi generasi muda bukan sekadar hapalan serta menghilangkan trauma rezim yang sempat membekasi dimasyarakat.
“The power of pancasila adalah hostory of making ini harus menjadi pemahaman bagi generasi muda bukan dihapalan saja. Selain itu, harus juga menghilangkan traumatik rezim dimasyarakat,” tegas Dedi.
Selanjutnya, Dedi menjelaskkan bahwa masukan terhadap sistem pendidikan ini harus diperbaiki bagaimana pendidkkan harus adaptif dan merancang kemampuan kolaboratif serta kemampuan anak dalam kehadiran masyarakat.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo menjelaskan bahwa pentingnya Pancasila menjadi kurikulum untuk merawat kebhinnekaan.
“Pendidikan Pancasila ini sangat pentingbagi bangsauntuk merawat kebhinnekaan dan kedaulatan bangsa dengan cara menjadikan Pancasila sebagai habituasi,” tegas Benny.
Benny menambahkan nilai Pancasila ini yang kemudian akan membentuk karakter bangsa dengan pendekatan yang tidak lagi doktrinal serta dibutuhkan role model.
“Nilai pancasila inilah yang membentuk karakter sikap yang menjadikan insan Pancasila yg memeiliki rasa. Penekannya tidak lagi doktrinal tapi internalisasi dan membutuhkan role model yaitu pendidik masyarakat dan lingkungan sekitarnya,” ujar Benny.
Perkembangan pendidikan selalu berubah mengikuti rezim. Padahal seharusnya menurut Benny pendidikan itu menjadi cara membangun bangsa kedepannya yang bisa mencintai bangsa tanah airnya.
Pakar Pendidikan Darmaningtyas mejelaskan lebih lanjut bahwa kedudukan Pancasila dalam UU sisdiknas harus menjadi ruh yang menjiwai seluruh subtansi UU tersebut nantinya.
Selain itu, dalam pemaparannya Darmaningtyas menjelaskan bahwa Pancasila harus masuk ke dalam kurikulum. “Pancasila masuk ke dalam kurikulum wajib yang diajarkan dari SD sampai Perguruan Tinggi dengan gradasi yang jelas sehingga tidak membosankan dan tidak terkesan indoktrinasi,” jelasnya.
Darmaningtyas juga menjelaskan alasan Yuridis terkait pentingnya Pancasila menjadi kurikulum karena salah satunya terdapat pasal yang mengamanatkan pembentukan UU Badan Hukum Pendidikan dalam UU No.20 Tahun 2003 yang telah dibatalkan oleh MK sehingga akhirnya tidak memiliki kekuatan hukum lagi.