Untung Besar Jambu Kristal dan Mimpi Sang Petani Millenial
Pria di Kota Batu, Jawa Timur, Rakhmad Hardiyanto, usia 35 tahun, raup omzet ratusan juta rupiah dari budidaya jambu kristal. Memulai bisnis pada 2012, lalu, di usia muda. Ia yakin anak muda dapat membawa perubahan dalam dunia pertanian. Melalui Akademi Petani Millenial yang dibentuknya pada 2018, Rakhmad ingin mengubah mengubah wajah pertanian.
Di lahan seluas 2 ribu meter persegi, sekitar 60 pohon jambu kristal setinggi tiga kali badan orang dewasa berjejer di kebun milik Rakhmad Hardiyanto, di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sebanyak 60 pohon jambu kristal tersebut tergolong sebagai pohon induk.
“Di lahan ini adalah pohon induk semua. Mulai disertifikasikan pada 2013 di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB),“ tutur Rakhmad pada Senin 10 Agustus 2020.
Bibit dari pohon induk itu kemudian dibagikan kepada 17 petani mitra untuk dikembangbiakkan dengan cara dicangkok. Para petani mitra tersebut ia edukasi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) perawatan. Dengan menggandeng petani mitra, Rakhmad mampu menanam jambu kristal di lahan seluas 4 hektar.
“Lahan saya tidak luas hanya 2 ribu meter. Namun, kami bisa menggerakkan sekitar 4 hektar lahan dari petani mitra,“ ujarnya.
Satu pohon bisa menghasilkan sekitar 50 kilogram buah jambu kristal dalam sekali panen. Masa panen jambu kristal milik Rakhmad, selama 4 bulan sekali. Artinya, Rakhmad bisa memanen 3 kali jambu kristal dalam satu tahun.
“Jika berbicara omzet bisa dihitung, misal punya 100 pohon jambu kristal. Tinggal dikalikan 50 kilogram dikali 100 pohon. Itu bisa menghasilkan sekitar 50 ton jambu kristal,“ jelasnya.
Satu kilogram buah jambu kristal milik Rakhmad dibanderol dengan harga sebesar Rp10 ribu sampai Rp15.500. Tergantung dari kualitas buah tersebut, mulai dari grade C sampai dengan yang terbaik grade A. Jika dikalkulasikan, Rakhmad bisa meraup omzet sekitar Rp 500 juta sampai Rp775 juta dalam masa sekali panen.
“Pertanian ini punya aspek bisnis yang profitable,“ katanya.
Rakhmad menjual jambu kristal miliknya ke beberapa daerah seperti kawasan Malang Raya (Kota Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang), Jakarta, Bali hingga Kalimantan.
“Kami jual ke supermarket, toko ritel ada juga usaha reseller,“ ucapnya.
Di Kota Batu pertanian menjadi salah pembentuk struktur perekonomian daerah tersebut. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batu periode 2015 hingga 2019, sektor pertanian masuk dalam tiga besar pembentukan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Batu 2019.
Dalam tahun tersebut, nilai PDRB Kota Batu sebesar 16,39 triliun. Kontribusi dari kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan terhadap PDRB 2019 sebesar Rp2,4 triliun. Dari catatan tersebut, sektor pertanian masih menjadi salah satu item pembentukan struktur ekonomi di Kota Batu, selain sektor perdagangan lalu sektor hiburan dan pariwisata.
“Kalau di Kota Batu, Dinas Pertanian ini termasuk institusi (pembentuk PDRB) yang besar,“ ujar Kepala Seksi Metode dan Informasi Dinas Pertanian Kota Batu, Sri Wahyuni.
Rangkul Usia Muda Melalui Akademi Petani Millenial
Rakhmad yang memulai bisnis jambu kristal di usia muda yaitu, 27 tahun. Berinisiatif untuk mengajak anak muda untuk bertani. Ia ingin mengubah pola pikir generasi millenial, bahwa bertani merupakan profesi yang menguntungkan.
Sekitar April 2018, lalu, ia membentuk Komunitas Akademi Petani Millenial. Sebuah wadah untuk merangkul anak muda di rentang usia 25 hingga 35 tahun agar tertarik menggeluti dunia pertanian. Sampai saat ini anggota dari Akademi Petani Millenial sebanyak 30 orang, beberapa dari mereka adalah anak muda sekitar Kota Batu dan para Sarjana Pertanian.
“Bagaimanapun juga kami ingin mengubah mindset mereka tidak hanya sekedar menjadi lulusan Pertanian atau jadi lulusan SMK Pertanian. Jadilah kamu entrepreneur. Pionir di daerahmu masing-masing,“ ujarnya.
Rakhmad ingin menyadarkan anak muda bahwa melalui pertanian, mereka akan beroleh benefit. Dalam teori ekonomi, ia mengibaratkan pertanian sebagai sebuah supply dan pasar sebagai sebuah demand. Di Akademi Petani Millenial, para generasi muda diajarkan bagaimana menghubungkan antara supply dan demand tersebut.
“Kami ajarkan terkait dengan pola-pola pasar. Semisal dunia pertanian juga bisa dibuat menjadi agrowisata. Maka metodenya mereka harus bekerjasama dengan travel agent juga dengan hotel-hotel. Lalu, untuk bisa menembus supermarket, kami ajarkan bagaimana cara mengemas hasil panen sampai dengan pendistribusian,“ tuturnya.
Terbukti, Rakhmad bisa menjual jambu kristal miliknya sampai ke Bali, karena di Pulau Dewata tersebut sudah ada anggota Akademi Petani Millenial yang membantu mendistribusikan jambu kristal miliknya ke supermarket dan ritel-ritel modern.
“Kami punya teman-teman yang pernah magang di sini (kebun jambu kristal milik Rakhmad) sekarang tinggal di Bali. Beberapa produk (jambu kristal) kami suplai ke sana. Dia bantu jualin di sana,“ ungkapnya.
“Kami tetap terkoneksi, karena ada rumahnya yang di Malang, Jakarta, juga ada di Bali. Petani millenial memang ada beberapa yang fokus di pemasaran online,“ sambung Rakhmad.
Kepala Seksi Metode dan Informasi Dinas Pertanian Kota Batu, Sri Wahyuni, mengatakan para petani-petani muda di Kota Batu sudah bisa memetakan target pasar mereka sendiri karena melek teknologi informasi.
"Mereka (petani muda) sangat untung. Apalagi kalau sudah tahu pasarnya. Ini karena memanfaatkan teknologi informasi. Akhirnya mereka bisa berkembang," tuturnya.
Bertani dengan Teknologi
Akademi Petani Millenial yang berdiri pada 2018, lalu, juga berupaya mengubah cara budidaya pertanian, dengan mengaplikasikan teknologi di dalamnya. Rakhmad mengatakan di Akademi Petani Millenial, para anggotanya memiliki keahlian yang berbeda-beda. Ia sendiri merupakan sarjana lulusan Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
"Di Akademi Petani Millenial, itu ada juga yang anak IT, anak literasi bahkan ada juga yang anak media," tuturnya.
Rakhmad mencontohkan hal sederhana dalam dunia pertanian yang dapat diterapkan teknologi yaitu dalam kegiatan penyiraman. Jika pertanian konvensional memakai saluran irigasi ketika proses penyiraman. Maka di Akademi Petani Millenial diajarkan untuk memakai tandon, yang saluran airnya dialiri melalui pompa.
"Contoh paling sederhana itu dalam hal penyiraman. Tandon air dikasih pompa. Terus, pompa dipasang instalasi pipa. Pompanya bisa dikasih timer. Diatur mau nyiram dua hari sekali, misalnya. Ada juga yang berbasis web, waktu penyiraman diatur melalui aplikasi," terangnya.
Teknik-teknik seperti ini ujar Rakhmad sudah mulai ia ujicoba di lahan miliknya. Untuk aplikasinya, masih dalam tahap pengembangan agar bisa di-launching dan bisa digunakan secara massif.
"Ini memang kreasinya teman-teman (Akademi Petani Millenial) namun untuk mempercepat pengembangannya kami menggandeng universitas," terangnya.
Selain proses penyiraman, Akademi Petani Millenial juga sedang mengembangkan alat untuk mengukur power of Hydrogen (pH) tanah. Pengukuran pH tanah, adalah salah satu kegiatan penting sebelum seseorang mulai menanam di lahan.
Alat tersebut berfungsi untuk mengambil sampel tanah dengan cara ditancapkan. Setelah, sampel tanah diambil, lalu diukur seberapa besar pH-nya melalui aplikasi.
"Jika kadar pH tanahnya di angka 6,5 itu bagus banget. Mau ditanami apa saja oke," jelas Rakhmad.
Dengan adanya alat tersebut, Rakhmad menuturkan, bahwa dalam bertani nantinya tidak hanya sekedar menggunakan feeling. Namun, sistem budidaya pertanian sudah terstruktur dan punya perencanaan yang matang.
"Ini memudahkan petani dalam perawatan. Tanaman tidak mudah terkena penyakit. Jadi tidak ada permasalahan seperti hama. Jika pH tanah tidak cocok itu banyak penyakitnya. Tahu-tahu, nanti akarnya rusak, batangnya rusak," terangnya.
Selain itu, Rakhmad juga sedang mengembangkan aplikasi untuk mengukur tingkat kematangan buah. Caranya sederhana, buah tinggal di foto. Aplikasi lalu akan menganalisa tingkat kematangan buah tersebut berdasarkan warna kulit buahnya.
“Ini berfungsi sebagai quality check. Sementara hanya bisa dipakai pada Jambu Kristal saja. Jika green pixelnya menunjukkan angka di atas satu. Itu menunjukkan tingkat kematangannya pas,” tuturnya.
Sekretaris Dinas Pertanian Kota Batu, Hendry Suseno, sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh Akademi Petani Millenial yang bisa memasukkan teknologi ke dalam kerja-kerja pertanian.
“Akademi Petani Millenial sangat bagus sekali, mereka sudah mengadopsi teknologi informasi dan diaplikasikan ke pertanian. Jika mereka berhasil pemuda-pemuda lain yang akan ikut. Karena bertani dengan teknologi ini sangat menarik,” tutupnya.