Untuk Muslim di Korea Selatan, Ini Aksi Nahdliyin Berbagi Takjil
“Jika dikalkulasikan rentang waktu dari fajar hingga maghrib di Korea Selatan pada bulan Juni 2018 ini mencapai lebih dari 16 jam. Waktu yang cukup panjang dan menantang bagi para Muslim yang sedang menjalankan puasa wajib Bulan Ramadhan,” kata Rohib, Sekjen PCI NU Korea Selatan.
Waktu menunjukkan pukul 18.30, namun adzan maghrib belum terdengar. Sekarang ini Korea Selatan telah memasuki musim panas, yang artinya matahari akan terbenam lebih lama dan adzan maghrib baru berkumandang sekitar pukul 20.00. Waktu fajar pun menjadi lebih cepat, sekitar pukul 03.15. Pukul 05.00 matahari sudah terang benderang menyinari seluruh daratan Negeri Gingseng.
“Jika dikalkulasikan rentang waktu dari fajar hingga maghrib di Korea Selatan pada bulan Juni 2018 ini mencapai lebih dari 16 jam. Waktu yang cukup panjang dan menantang bagi para Muslim yang sedang menjalankan puasa wajib Bulan Ramadhan,” kata Rohib, Sekjen PCI NU Korea Selatan.
Namun, menurut , kandidate PhD di jurusan Advanced Energy and System Technology-University Science and Technology (UST), Korea, kebiasaan berpuasa di Indonesia juga coba dilakukan di Korea Selatan. Salah satunya adalah Takjil on The Road (ToR) pada Ahad (3/6/2018), Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Korea Selatan dengan dikoordinatori oleh Ustadz Afandi, selaku ketua Lembaga Amil Zakat Infak dan Shodaqoh (LAZISNU) Korea Selatan.
ToR dalam bentuk pembagian makanan untuk menu berbuka puasa ini diselenggarakan di daerah Ansan yang merupakan salah satu pusat industri di Korea Selatan. Acara ToR merupakan kegiatan pertama kali yang dilakukan Muslim di Korea Selatan, sehingga kegiatan ini menarik banyak perhatian orang. Tiidak hanya para Muslim yang umumnya Warga Negara Asing (WNA), tetapi juga penduduk asli Korea. Para petugas kepolisian Kota Ansan pun tak ketinggalan mendukung dengan memberikan perizinan secara penuh untuk menjalankan kegiatan ini di tempat keramaian.
Ustadz Madi, selaku ketua PCINU Korea Selatan, menuturkan bahwa ide untuk melakukan acara ToR ini selain dikarenakan mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW yakni anjuran untuk memberikan makanan pembuka kepada orang yang berpuasa. “Selain itu juga sebagai bagian dakwah dari PCINU Korea Selatan kepada sesama Muslim pendatang dari berbagai negara. Lebih khusus lagi dakwah kepada warga Korea asli,” tuturnya.
Bagi warga Korea Selatan menarik karena dinilai menunjukkan rasa simpati dan kepedulian yang tinggi yang dilakukan oleh umat Muslim terhadap saudaranya. Selain itu, warga Korea juga mengapresiasi dan merasa takjub kepada panitia pelaksanaan ToR karena mau menyelenggarakan kegiatan ini di jalanan dengan kondisi tetap berpuasa.
Kegiatan ToR kali ini berhasil membagikan lebih dari 100 paket buka puasa yang dikemas dalam kemasan praktis dan sederhana. Paket makanan yang dibagikan dapat terealisasikan berkat bantuan dari para pemuda dan pemudi Muslim, yang tergabung dalam Fatayat NU, Gerakan Pemuda (GP) Ansor, dan Barisan Serbaguna (Banser) Korea Selatan. Badan-badan otom (Banom) NU yang telah berdiri sejak empat tahun lalu ini merupakan kepanjangan tangan dari kegiatan-kegiatan dakwah yang di lakukan oleh PCINU Korea Selatan.
Acara ToR ini diharapkan akan juga bisa dilaksanakan di kota-kota lain terutama di kota-kota industri seperti Daegu, Gimhae dan Gumi. Dengan itu nuansa Ramadhan akan semakin terasa dan dikenal oleh masyrakat Korea.
Ramadhan di Korea Selatan menjadi kesempatan emas bagi umat muslim untuk mendakwahkan Islam dengan pesan- pesan kedamaian. Salah satunya dengan acara buka puasa bersama. Acara berbuka puasa bersama yang dilaksanakan di masjid dan mushala oleh para pengurus PCINU dan umat Muslim di Korea pada umumnya tidak hanya ditunggu oleh para WNA tetapi juga kerap menarik perhatian warga Korea Selatan.
Melalui tradisi buka puasa bersama ini bagi muslim-muslim pendatang menjadikan suasana Ramadhan di Korea Selatan layaknya di kampung halaman. Kebersamaan dalam beribadah hingga hidangan yang disajikan dalam berbuka puasa menjadi obat tersendiri akan rindunya suasana ber-Ramadhan di kampung halaman.
Sedangkan bagi warga korea sendiri, seperti diketahui makan bersama untuk merayakan sesuatu hal adalah tradisi yang sudah mendarah daging dalam diri warga Korea. Aktivitas Muslim yang melakukan buka puasa secara bersama diniliai sebagai sebuah tradisi yang baik dan sama dengan tradisi yang sudah terbangun dalam kultur orang Korea.
Interaksi secara personal antara Muslim dengan non-Muslim Korea dalam kehidupan sehari-hari sepanjang Ramadhan, secara langsung dan tidak langsung menjadi jalan memperkenalkan Islam kepada warga Korea. Persepsi awal bagi warga non-Muslim Korea, menahan diri untuk tidak makan dan minum hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang sedang menjalankan program diet ketat (penurunan berat badan) saja dan dinilai sebuah proses yang sangat sulit dan menyusahkan.
Namun, dengan penjelasan bahwa puasa tidak hanya menahan diri untuk tidak makan dan minum tetapi juga menjaga emosi, syahwat dan hal lain yang dapat mengurangi dan membatalkan ibadah puasa. Hal itu juga dapat menjelaskan keuntungan yang akan didapat dari menjalankan proses berpuasa ini, mereka menjadi paham dan sangat menghormati sekali proses berpuasa yang dijalani oleh umat Muslim.
“Semoga dengan interaksi dan pengetahuan serta suasana semangat beribadah yang dilakukan oleh umat Muslim di Korea sepanjang bulan Ramadhan ini semakin meningkatkan dakwah Islam di Negeri Gingseng ini,” tutur Muhib.(adi)
Advertisement