Universitas Brawijaya Punya Dua Profesor Baru
Universitas Brawijaya di Malang kini memiliki dua guru besar baru. Perguruan tinggi berjuluk Kampus Biru itu memiliki profesor di bidang Ilmu Sistem Instrumentasi Modern dan bidang Ilmu Hukum. Kedua profesor dikukuhkan di Gedung Widyaloka, pada Rabu 25 November 2020.
Prof Dr. Eng Didik Rahadi Santoso, M.Si dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-23 dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) atau profesor ke-269 di UB dan Prof Dr Moh. Fadli, S.H., M.Hum sebagai profesor ke-270 UB.
Dalam pidato ilmiah pengukuhan, Didik mengambil judul "Peluang dan tantangan Pengembangan Sistem Instrumentasi di Era Industri 4.0". Sedangkan Prof Moh Fadli mengambil judul "Peraturan Delegasi Di Indonesia: Ide Untuk Membangun Kontrol Preventif Terhadap Peraturan Pemerintah".
Selanjutnya, dalam pidatonya Profesor Didik mengemukakan sejumlah hal terkait kajian desain dan pengembangan produk sistem instrumentasi modern berikut contoh penerapannya. Antara lain tentang Bioelectical Impedance Spectrometer (BIS), yakni sebuah sistem instrumentasi untuk keperluan riset di bidang biofisika. Serta, sistem instrumentasi untuk monitoring aktivitas gunung api secara realtime dari jarak jauh.
Didik menjelaskan, keberadaan sistem instrumentasi tidak mungkin dipisahkan dalam perkembangan Iptek modern. Pengembangan sebuah sistem instrumentasi akan memberikan solusi bagi ketersediaan sistem pengukuran atau pengendalian secara menyeluruh.
"Usaha pengembangan sistem instrumentasi EIS/BIS dan sistem pemantauan gunung api yang telah kami lakukan dapat membantu dosen dan mahasiswa, khususnya Jurusan Fisika melaksanakan pendidikan dan penelitiannya dengan lebih baik, sebab mereka dapat melakukan publikasi ilmiah dengan topik riset terkait," tuturnya.
Sementara, Prof Moh. Fadli dalam pidatonya mengemukakan kontrol terhadap Peraturan Pemerintah (PP) di Indonesia masih sebatas kontrol represif melalui pengujian PP ke MA. "Kontrol represif masih belum cukup dan harus dilengkapi dengan kontrol preventif, yang dimulai pada waktu pembentukan Undang Undang (UU) induk dan pada saat penyusunan PP," katanya.
Menurut dia, salah satu cara untuk melakukan kontrol preventif pada saat penyusunan PP adalah penilaian atau persetujuan dari DPR sebelum PP ditetapkan atau diundangkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, lanjutnya, penting memedomani aturan pendelegasian sesuai dengan Lampiran UU P3. Untuk mencegah supaya PP tidak eksesif, ultra vires, dan inkonistensi dengan UU induknya, perlu kontrol dalam sistem (kontrolsistemik).
Ia melanjutkan, peraturan delegasi sangat diperlukan di berbagai negara demokrasi, khususnya pada era yang menuntut pelayanan publik dilakukan dengan cepat, efektif, efisien tanpa melanggar hukum. Namun demikian, peraturan delegasi harus dikontrol. Di dunia ini dikenal tiga jenis kontrol, yaitu kontrol parlemen, kontrol yudisial dan kontrol jenis lainnya. (Ant)