Unity in Diversity Ditebar Festival Crossborder Nunukan
Inspirasi besar ditiupkan Festival Crossborder Nunukan 2018. Beragam suku dan bangsa menyatu dalam festival ini, 20-21 Oktober 2018. Berbagi kegembiraan hingga memamerkan budayanya masing-masing. Berada di garis terluar, festival ini jadi representasi Indonesia. Heterogen dan ramah.
Heterogenitas besar ditampilkan Festival Crossborder Nunukan 2018. Beragam kekayaan Nunukan pun ditampilkan. Budaya daerah lain di nusantara juga ikutan manggung.
Festival ini juga jadi venue ramah bagi tamu mencanegara. Mengawali ritual, Karnaval Budaya dirilis Sabtu 20 Oktober pukul 07.00 WITA. Startnya dari Alun-Alun Kota Nunukan, lalu finishnya di GOR Dwikora dengan jarak sekitar 5 Km.
Mengusung tema ‘Lautku Kekayaanku’, karnaval ini diikuti 89 group. Slot 81% terbesar diberikan bagi para pelajar, lalu sisanya diberikan kepada umum.
Jumlah total pesertanya diprediksi lebih dari seribu orang. Mereka menampilkan berbagai potensi bahari dari Nunukan. Ada replika perahu, beragam jenis ikan, hingga warna budaya keseharian masyarakat. Warna-warni yang ditampilkan pun menarik publik.
“Kami sengaja datang dari Malaysia untuk festival ini. Datang rombongan. Ternyata ada karnaval. Ada banyak event juga yang digelar. Ini kali pertama saya melihat karnaval yang seperti ini. Sangat bagus dan meriah. Pesertanya sangat banyak. Ada berbagai budaya yang bisa dilihat di Nunukan ini,” ungkap Sahlan Hamad, warga Tawau, Sabah, Malaysia.
Selain menikmati karnaval dan parade budaya di festival ini, Sahlan dkk ambil bagian dalam Lomba Memancing. Mereka juga datang untuk menikmati konser diva pop Rossa, Minggu (21/10) malam. Lalu selang sehari berikutnya, mereka baru kembali ke negaranya.
“Saya ingin melihat konser Rossa. Kami ini suka dengan lagu-lagunya, seperti Pudar. Yang jelas, kami sangat berkesan di Nunukan,” terangnya.
Keramahan memang ditebar Festival Crossborder Nunukan secara utuh. Beragam budaya dari berbagai daerah di nusantara juga di sajikan. Karnaval Budaya pun menyertakan Reog Ponorogo.
Aksi mereka ini banyak mendapat apresiasi dari masyarakat di sepanjang rute. Warna festival pun semakin fresh dengan taburan tarian dari berbagai daerah di Panggung Utama, GOR Dwikora.
Berbagi space, Tari 4 Etnis khas Sulawesi Selatan pun disajikan. Tarian ini menggambarkan keragaman etnis yang dimiliki Sulawesi Selatan. Ada, Bugis, Toraja, Mandar, juga Makassar. Sulawesi Selatan juga memiliki Tari Paduppa.
Tarian ini biasanya digunakan untuk penyambutan tamu terhormat. Panggung Utama semakin berwarna dengan Tarian Raja yang jadi representasi Larantuka, Nusa Tenggara Timur.
“Sajian event terbaik memang dimiliki Festival Crossborder Nunukan ini. Semuanya lengkap. Fungsinya luar biasa karena menampilkan berbagai kekayaan nusantara. Dengan konsep seperti ini, wajar bila banyak warga negara tetangga yang menyeberang ke Nunukan. Apalagi, festival ini akan menampilkan Rossa,” tegas Asisten Deputi Pemasaran I Regional II Kemenpar Sumarni.
Meski demikian, Festival Crossborder Nunukan tetap menampilkan budaya khasnya. Tarian Irau Raye khas etnis Dayak Lundayeh di Kecamatan Krayan disajikan.
Tarian ini dibawakan oleh 4 penari dari Sanggar Tari Ganeswari. Secara filosofi, Irau Raye berarti pesta besar. Gambaran karakter keceriaan dan berkumpul bersama seluruh keluarga besar Dayak Lundayeh.
Pesta Irau Raye ini biasanya digelar setahun sekali. Sangat penting dan sakral, biasanya seluruh anggota keluarga Dayak Lundayeh berkumpul saat perayaan pesta ini. Selain Pesta Irau Raye, Dayak Lundayeh juga memiliki Tari Irau Pangerani. Tarian ini biasanya disajikan untuk menyambut kegembiraan masa panen pertanian. (*)