Tradisi Potong Gigi di Bali Sebagai Tanda Kedewasaan
Bali memiliki banyak tradisi dan salah satunya tradisi potong gigi yakni sebagai penanda seseorang anak ketika beranjak dewasa. Tak heran bila Indonesia dijuluki dengan negara khatulistiwa karena memiliki banyak macam pulau dan adat, selain itu juga memiliki tradisi-tradisi yang unik dan sakral sebagai bentuk warisan budaya setempat, dan salah satu pulau yang terkenal memiliki beragam tradisi adalah kota Dewata Bali.
Bali tak hanya dikenal oleh turis karena pesona wisatanya tetapi juga tradisinya, salah satu tradisi yang saat ini masih dijaga ialah tradisi potong gigi atau metatah, upacara tersebut juga dilengkapi dengan berbagai macam persembahan mulai dari sesajen, hingga ritual sakral khas kepercayaan orang Hindu yang diikuti oleh keluarga. Mungkin banyak yang belum mengetahui bagaimana dan apa saja yang ada dalam prosesi metatah di Bali. Jangan khawatir, karena Ngopibareng.id sudah merangkumnya dalam ulasan berikut ini.
Apa sih Metatah atau Tradisi Potong Gigi itu?
Potong gigi kalau dalam bahasa Bali dikenal juga dengan Mepandes, Mesagih, atau Metatah yakni sebuah upacara keagamaan Hindu-Bali ketika seorang anak sudah beranjak dewasa dan diartikan juga pemabayaran hutang oleh orang tua ke anaknya karena sudah bisa menghilangkan keenam sifat buruk dari diri manusia.
Upacara ini termasuk apa yang disebut dengan istilah upacara manusa yadnya. Ritual yang dilakukan pada saat potong gigi adalah mengikis 6 gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuan dari upacara ini untuk mengurangi sifat buruk. Metatah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan upacara Ngaben, pernikahan, dan Ngeresi, serta dilakukan pada hari-hari tertentu saja (sad ripu) pada yang bersangkutan.
Prosesi Potong Gigi
Tradisi metatah juga harus melewati berbagai prosesi, seperti:
Berdasarkan ketentuan dalam lontar Dharma Kahuripan dan lontar Puja Kalapati, bahwa tahapan upacara potong gigi disebutkan sebagai berikut :
• Magumi padangan, Upacara ini juga di sebut mesakapan kepawon dan dilaksanakan di dapur.
• Nekeb, Upacara ini dilakukan di meten atau di gedong
• Mabyakala, Ini dilakukan di halaman rumah di depan meten atau gedong.
• Ke Merajan, atau tempat suci di dalam rumah. Urut – urutan upacara di merajan yaitu : Mohon penugrahan kepada Bhatara Hyang Guru, Menyembah Ibu dan Bapak, Ngayab caru ayam putih, Mohon tirtha (air suci) kepada Bhatara Hyang Guru, Ngerajah gigi (Menulis gigi dengan wijaksara) dan Di pahat taringnya secara tiga kali.
- Menuju ketempat potong gigi, Urut – urutan upacaranya :
• Sembahyang kepada Bhatara Surya dan kepada Bhatara Sang Hyang Semara Ratih dan mohon tirtha kepada beliau berdua.
• Ngayab banten pengawak di bale dangin,
• Metatah(memotong) atau mengasah dua buah taring dan empat buah gigi seri pada rahang atas dan Turun dari tempat potong gigi, jalannya ke hilir dengan menginjak banten paningkeb.
Kembali ke meten atau gedong tempat ngekeb. Bila ingin berganti pakaian, sekarang bias dilakukan mejaya – jaya di merajan. Urutan upacaranya :
• Mabyakala
• Sembahyang kepada : Bhatara Surya, Leluhur dan Bhatara Samudaya.
• Menuju ke hadapan Sang Muput Upacara, disini dilakukan meeteh – eteh persediaan : prayascita, Pangrabodan, Ngayab pungun – pungun dan pajejiwan, Matirtha penglukatan, pebersihan dan kekuluh, Mejaya – jaya, Ngayab banten otonan, Ngayab banten pawinten-digunakan dan Mapadamel
• Kembali ke meten atau gedong tempat ngekeb.
• Mapinton ke Pura Kahyangan Tiga, ke Pura Kawitan dan ke Pura lainnya yang menjadi pujaannya.
Tujuan Dilakukan Tradisi Potong Gigi (Metatah)
Upacara Potong Gigi dimaknai juga sebagai pembayaran hutang oleh orang tua kepada anaknya karena sudah bisa menghilangkan segala keburukan pada diri dalam wujud bhuta, kala, pisaca, raksasa, yang artinya jiwa dan raga yang diliputi oleh watak Sad Ripu dapat menemukan hakekat manusia yang sejati.
Sad Ripu sendiri merupakan enam jenis musuh yang timbul dari perbuatan yang tidak baik dalam diri manusia itu sendiri. Keenam musuh tersebut adalah:
1 Kama yaitu hawa nafsu yang tidak terkendalikan.
2. Loba yaitu sifat ketamakan, Sifat ini selalu ingin mendapatkan yang lebih.
Selanjutnya.
3. Krodha yaitu marah yang tak terkendalikan atau melampaui batas.
4. Mada yaitu mabuk yang membawa kegelapan pikiran.
5. Moha yaitu kebingungan dan kurang mampu berkonsentrasi sehingga membuat tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
6. Matsarya yaitu iri hati yang akhirnya menyebabkan permusuhan.
Keenam musuh tersebut dilambangkan dengan mengikir atau merapikan.
Makna dalam Upacara Potong Gigi
Sampai kini ada tiga istilah di Bali yang lazimnya digunakan untuk menyebut Upacara Potong Gigi :
• “Matatah”, “mepandas”, “mesangih”. Kata “ atatah” berarti pahat. Istilah metatah ini dihubungkan dengan suatu tata cara pelaksanaan upacara potong gigi yaitu kedua taring atas dan empat gigi seri pada rahang atas dipahat tiga kali secara simbolis sebelum pengasahan (perataan) giginya dilakukan lebih lanjut. Rupa – rupanya dari hal itulah muncul istilah matatah.
• “Mesangih”, rupa –rupanya dimunculkan dari pada mengasah gigi seri dan taring atas dengan pengasah yaitu kikir dan sangihan – pengilap, sehingga gigi seri dan taring menjadi rata dan mengkilap. Kata mesangih dalam bahasa Bali biasa dan Bali halusnya disebut Mepandes. Maka dari itulah muncul tiga istilah upacara potong gigi di Bali.
-Upacara ini juga disebutkan mengandung pengertian yang dalam bagi kehidupan umat Hindu yaitu :
• Pergantian prilaku untuk menjadi manusia sejati yang telah dapat mengendalikan diri dari godaan pengaruh sadripu.
• Memenuhi kewajiban orang tuanya pada anaknya untuk menemukan hakekat manusia yang sejati
• Untuk bertemu kembali di Sorga (swah loka) antara anak dengan orang tuanya setelah sama – sama meninggal dunia.
Bahwa upacara potong gigi merupakan suatu upacara yang penting dalam kehidupan umat Hindu, karena bermakna menghilangkan kotoran diri (nyupat) sehingga bisa menemukan hakekat manusia sejati dan terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu dalam diri manusia.
Kepercayaan Religius dalam Agama Hindu
Masyarakat Bali yang menganut kepercayaan Hindu memiliki kepercayaan yang religius terhadap tradisi metatah, seperti dalam salah satu Lontar Atmaprasangsa yang menyebutkan, bahwa apabila tidak melakukan upacara potong gigi maka rohnya, akan mendapat hukuman dari betara Yamadipati di dalam neraka (Kawah Candragomuka), yaitu mengigit pangkal bambu petung. Terlaksananya upacara ini merupakan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sehingga anaknya menjadi manusia sejati yang di sebut dengan Dharmaning Darma-Rena Ring Putra.
Maka dari situlah orang tua di kalangan umat Hindu berusaha semasa hidupnya menunaikan kewajiban terhadap anaknya dengan melaksanakan upacara potong gigi. Guna membalas jasa Orang tuanya maka anak berkewajiban upacara Pitra Yadnya atau Ngaben saat orang tuanya meninggal dunia, sesuai dengan Dharmaning Putra Ring Rama Rena. Berbakti kepada orang tuanya sesuai ajara Putra Sesana.
Pakaian Khusus dalam Tradisi Metatah
Pada awalnya, orang yang metatah biasanya mengenakan kain putih, kampuh kuning, dan selempang samara ratih. Itu merupakan simbol restu dari Dewa Semara dan Dewi Ratih (berdasarkan lontar Semarandhana).
Lalu, mereka juga akan memakai benang pawitra berwarna tridatu (merah, putih, hitam). Itu adalah simbol pengikatan diri terhadap norma-norma agama. Namun, saat ini sudah banyak modifikasi busana saat metatah.