UNICEF: 4,3 Juta Anak-anak Ukraina Mengungsi Akibat Perang
Sejak Rusia memulai invasi pada 24 Februari 2022, menurut data PBB, hampir 6,48 juta orang telah meninggalkan Ukraina. Sebelum konflik, Ukraina memiliki populasi 37 juta di wilayah-wilayah di bawah kendali pemerintah. Dan itu tidak termasuk Krimea yang dicaplok Rusia dan wilayah separatis pro-Rusia di timur.
Sementara itu, sebanyak 4,3 juta anak-anak Ukraina juga ikut mengungsi akibat perang di negara itu, sebagaimana data UNICEF. Angka itu sekitar setengah dari jumlah total anak di Ukraina, termasuk 1,8 juta anak yang pergi ke negara-negara lain dan 2,5 juta lainnya yang menjadi pengungsi di dalam negeri.
“Perang itu menyebabkan salah satu perpindahan anak-anak skala besar tercepat sejak Perang Dunia II. Ini adalah tonggak sejarah yang suram, yang dapat menimbulkan konsekuensi abadi bagi generasi mendatang. Keamanan, kesejahteraan dan akses anak-anak pada semua layanan dasar berada di bawah ancaman kekerasan mengerikan tanpa henti,” kata Direktur Eksekutif UNICEF Chaterine Russel.
Sekitar 78 anak tewas dalam perang, sementara 105 lainnya terluka, menurut data OHCHR. Sementara itu, UNICEF menambahkan banyak anak menghadapi kelangkaan pangan dan terjadi penurunan angka vaksinasi campak dan polio rutin pada anak.
“Hanya dalam beberapa minggu, perang telah menimbulkan kehancuran bagi anak-anak Ukraina. Anak-anak sangat membutuhkan rasa damai dan perlindungan. UNICEF terus menyerukan gencatan senjata dengan segera dan melindungi anak-anak dari bahaya,” kata Chaterine Russel.
"Infrastruktur penting yang diandalkan anak-anak, termasuk rumah sakit, sekolah dan bangunan-bangunan yang melindungi warga sipil tidak boleh diserang," sambung dia.
Di sisi lain, ada risiko besar anak-anak dan perempuan pengungsi Ukraina dapat menjadi korban perdagangan manusia. Peringatan itu disampaikan Komisioner Urusan Dalam Negeri Uni Eropa.
"Ada risiko besar, sangat besar anak-anak yang rentan diperdagangkan atau menjadi korban adopsi paksa. Kita semua tahu, kita tahu dari pengalaman bahwa ketika kita memiliki arus migrasi yang besar, selalu ada orang yang mengambil keuntungan dari situasi dan menggunakan dan menjadikan perempuan dan perempuan rentan serta anak-anak sebagai korban perdagangan orang," ungkap Ylva Johansson kepada wartawan dilansir Euronews.
Advertisement