UNICEF: 2 Persen Anak Indonesia Korban Kekerasan Seksual Daring
Anak Indonesia rentan menjadi korban eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara daring (OCSEA). Temuan UNICEF menyebut sebanyak 2 persen anak jadi korban eksploitasi seksual sepanjang 2022. Sedangkan pemerintah menerima 87 pengaduan korban kejahatan pornografi dan perisakan di dunia maya.
Dalam riset UNICEF bertajuk Disrupting Harm ditemukan jika sebanyak 2 persen dari anak-anak pengguna internet, menjadi sasaran bentuk nyata eksploitasi dan pelecehan seksual.
"Bentuknya dari tawaran menukar foto atau video seksual dengan uang, dirayu dengan uang untuk bertemu dan memberikan tindakan seksual, juga diancam atau diperas agar melakukan tindakan seksual, serta tindakan membagikan foto atau video seksual tanpa persetujuan," kata Pakar Perlindungan Anak dari UNICEF, Ali Aulia Ramly.
Data dari riset bersama ECPAT International, Interpol dengan dukungan End Violence against Children, tahun 2022 itu, dipaparkan dalam Webiner UNICEF dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, pada Selasa 7 Februari 2023.
Menurutnya, kajian serupa juga telah dilakukan secara global di 13 negara berbeda.
Di Indonesia, temuan itu seiring dengan data tingginya konsumsi internet anak berusia 12 hingga 17 tahun. Diketahui sebanyak 92 persen anak Indonesia adalah pengguna internet. "Mereka tidak menggunakan internet hanya jika ada kendala dengan jaringan internet dan gawainya, misalnya tidak ada kuota atau tidak ada jaringan," lanjut Ali.
Temuan lain, bahwa 100 persen anak menggunakan smartphone untuk mengakses internet. 95 persen dari anak-anak tersebut mengakses internet minimal sekali sehari.
Bila dilihat dari pelaku tindak kejahatan, pada banyak kasus UNICEF menemukan jika pelaku adalah orang asing atau teman dari keluarga. Selain dari pihak yang dikenal. "Perjumpaannya bisa dari media sosial, juga dari email," imbuhnya.
Data KPPPA
Temuan serupa juga diungkapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Dipaparkan di tempat yang sama, Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPA menyebut telah menerima 970 pengaduan kasus kekerasan pada anak sepanjang 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 94 kasus berkaitan dengan internet.
Bila dirinci, sebanyak 64 pengaduan berupa kasus korban kejahatan pornografi dari dunia maya, 23 kasus berupa korban perundungan dunia maya, empat kasus pelaku kejahatan pornografi dan dunia maya, dan 3 kasus anak pelaku kejahatan siber. "Pengaduan itu masuk lewat layanan Sapa 129 kami," kata Ciput.
Lebih lanjut, KPPPA juga menemukan adanya kekerasan seksual non kontak baik di perdesaan pun di perkotaan. Kekerasan yang muncul di dunia maya ini dialami oleh anak laki-laki dan perempuan, masing-masing 2,34 persen untuk anak laki-laki dan 3,79 persen untuk anak perempuan.