Ungkap Mayat Kalideres sampai ke Belatung
Oleh: Djono W. Oesman
Ahli belatung dibutuhkan Polda Metro Jaya, kini. Untuk mengungkap penyebab kematian sekeluarga di Kalideres, Jakarta Barat. Sebab, temuan terbaru di TKP banyak belatung. Polisi mengakui, ini kasus rumit.
-----------
Direktur Reserse Kriminal Umum Direskrimum, Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, kepada pers, Kamis, 17 November 2022 mengakui, ini kasus rumit. Polisi melibatkan banyak ahli, mengungkap penyebab dan motif kematian empat orang sekeluarga itu.
"Perlu kami undang ahli entomologi, ahli serangga. Karena kami temukan banyak belatung di TKP. Kami butuh bantuan banyak pakar."
Temuan banyak belatung ketika olah TKP ke tiga, Rabu 16 November 2022 di Perumahan Elit Citra Garden, Kalideres, Jakarta Barat. Belatung sudah diambil dari lokasi, untuk diteliti, terkait penyebab kematian.
Seperti dihebohkan sepekan terakhir ini, di lokasi itu empat orang sekeluarga ditemukan meninggal. Mereka, Rudyanto Gunawan, 71 tahun; istrinya Margaretha, 68 tahun; anak mereka perempuan bernama Dian, 40 tahun; dan adik kandung Rudyanto, Budiyanto, 67 tahun.
Jasad mereka ditemukan di dalam rumah, setelah didobrak polisi, atas laporan warga, pada Kamis, 10 November 2022. Kondisi mereka sudah membusuk.
Jenazah mereka diperiksa di RS Polri Sukanto di Kramatjati, Jakarta Timur. Hasil pemeriksaan, mereka sudah lama meninggal. Di lambung mereka semua tidak ada makanan. Diperkirakan, mereka tidak makan berhari-hari.
Tapi, tim forensik belum bisa menyimpulkan penyebab kematian. Tidak ada tanda-tanda kekerasan di semua jenazah. Meski mereka tidak makan, tapi tidak mungkin akibat tidak mampu membeli makanan.
Rumah tersebut kira-kira senilai Rp 1,5 miliar. Juga ditemukan, keluarga itu menjual mobil Honda Brio baru seharga Rp160 juta. Maka, disimpulkan, tidak mungkin mereka mati kelaparan.
Ini membuat polisi kewalahan mengungkap penyebab kematian. Apalagi motifnya. Sedangkan, masyarakat menunggu hasil penyelidikan polisi terkait itu. Setiap hari wartawan bertanya ke Kombes Hengki terkait perkembangan penyelidikan.
Hengki: "Jadi gini rekan-rekan (wartawan), ini kasus yang rumit. Perlu kehati-hatian mengungkap. Kami tidak mungkin bicara sembarangan. Kami melibatkan banyak ahli."
Antara lain, ahli forensik, cyber crime, terbaru dibutuhkan pakar serangga, khususnya ahli belatung.
Belatung yang ditemukan polisi di TKP, mungkin juga ada di tubuh jenazah. Semua jenazah pasti berbelatung. Jadi, bisa saja itu belatung yang tertinggal di lokasi. Cuma, polisi perlu konsentrasi di belatung, karena alasan yang belum bisa diumumkan.
Entomolog (pakar serangga) di Indonesia masih jarang. Lebih spesifik lagi, ahli belatung pada mayat manusia. Langka.
Dikutip dari jurnal ilmiah biologi terbitan Ruhr-Universität Bochum di Bochum, Jerman, Selasa, 29 Maret 2022, pakar belatung di situ bernama Dr Ersin Karapazarlioglu. Jurnal itu bertajuk: "When Maggots Solve a Murder".
Dr Karapazarlioglu orang Turki. Ia sudah 17 tahun penyidik kasus pembunuhan di Kepolisian Turki. Fokus pada post-mortem. Kini iaa memperdalam ilmu di Ruhr-Universität Bochum, di bawah koordinasi Prof Wolfang Kirchner, guru besar Fakultas Biologi dan Bioteknologi di situ.
Prof Kirchner pakar belatung.
Di jurnal itu disebut, semua mayat manusia pasti berbelatung. Tapi, jenis berbeda-beda. Belatung di mayat yang langsung dikubur setelah kematian, beda dengan belatung di mayat yang menunggu beberapa hari penguburan.
Belatung pada mayat yang terbuka, beda dengan belatung di mayat yang masuk peti mati. Semua teori tersebut berdasarkan riset di Ruhr-Universität Bochum.
Bahan percobaan riset adalah mayat babi. Karena struktur jaringan tubuh babi mirip manusia. Disebut riset entomologi forensik.
Dr Karapazarlioglu: “Ada dua metode untuk menentukan waktu kematian manusia menggunakan entomologi forensik. Meneliti belatung pada mayat. Atau meneliti serangga pada sekitar mayat. Kedua cara ini akan sampai pada kesimpulan yang sama, soal waktu dan penyebab kematian."
Teknik risetnya, menggunakan mayat dua babi dengan usia dan bobot yang kurang-lebih sama. Jam kematian harus sama, dengan cara dibunuh.
Babi yang satu dibiarkan berada di tempat terbuka. Di dalam ruangan, tapi terbuka, tidak di dalam kotak. Juga tidak dikubur.
Babi satu lagi dikubur, tapi dilapisi kaca. Sehingga mayatnya bisa dilihat tim peneliti dari permukaan tanah. Tujuannya, agar tidak sewaktu-waktu membongkar kuburan untuk meneliti perkembangan.
Karena, jika peneliti membongkar kuburan babi, maka merusak struktur mayat. Juga terkontaminasi dengan serangga di luar kuburan. Menimbulkan bias.
Pada mayat di tempat terbuka, lalat akan datang otomatis, paling cepat sejam setelah detik kematian. Sasaran utama yang dituju lalat adalah mata. Kalau di mata sudah terlalu banyak lalat, maka lalat yang datang berikutnya hidung dan mulut. Gerombolan lalat berikutnya ke kuping.
Lalat di jasad, makan jaringan tubuh mati. Kemudian bertelur di situ. Lima hari kemudian telur menetas jadi belatung.
Jutaan belatung itu juga makan jaringan tubuh yang mati. Lalu membesar. Gemuk-gemuk. Kemudian jadi lalat.
Kurun waktunya, tepat sebulan sejak jadi belatung, berubah jadi lalat. Lalat baru bertelur lagi di situ, sebagai generasi ke dua. "Maka, penelitian belatung akan mengungkap titik waktu kematian," tulis Karapazarlioglu.
Mayat yang dikubur, juga berbelatung. Jumlah jutaan juga. Bentuk belatungnya beda dengan mayat di tempat terbuka. Kecepatan gerak dan makan kedua jenis belatung ini juga beda.
Dr Karapazarlioglu menggambarkan tingkat kecepatan kerusakan mayat antara yang dikubur dibanding di ruang terbuka, 1 banding 18.
Karapazarlioglu: "Jaringan tubuh mayat di tempat terbuka, pasti rusak dalam sepuluh hari. Sedangkan tingkat kerusakan yang setara, dicapai pada mayat di dalam kubur pada 180 hari."
Itu tingkat kerusakan di negara empat musim, di musim panas. Sedangkan di musim dingin, tingkat kerusakan lebih lambat (lebih lama) tiga kalinya. Di musim semi dan musim gugur, lebih lambat dibanding dengan di musim panas. Tapi lebih cepat dibanding di musim dingin.
Di negara tropis Indonesia, belum pernah diriset, berapa lama mayat rusak di tempat terbuka, atau yang dikubur. Kalau pun pernah diriset, hasilnya belum pernah diumumkan ke publik.
Kini Polri membutuhkan pakar belatung mayat manusia. Demi mengungkap kematian sekeluarga di Kalideres. Ini hal baru bagi Polri. Meskipun otopsi jenazah korban kejahatan sudah sering dilakukan.
Pernyataan Kombes Hengki di atas, pastinya akan menarik minat pakar belatung mayat Indonesia, yang selama ini tersembunyi. (*)
Penulis adalah Wartawan Senior
Advertisement