Ungkap Hoaks Arteria Dahlan, Jurnalis Jadi Korban Doxing
Cakrayuni Nuralam, jurnalis liputan6com jadi korban doxing tak lama setelah mengunggah artikel cek fakta tentang kabar yang menyebut Politisi PDIP Arteria Dahlan adalah cucu pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) di Sumatera Barat, Bachtaroeddin. Aliansi Jurnalis Surabaya (AJI) Jakarta pun mengecam tindakan tersebut. Redaksi liputan6com pun berencana menempuh jalur hukum atas peristiwa tersebut.
Lewat siaran pers AJI Jakarta, diketahui korban mengalami doxing secara masif sejak 11 September 2020. Para pelaku doxing mempublikasikan data pribadi korban seperti foto, alamat rumah, nomor telepon, hingga identitas keluarga. Para pelaku juga membuat narasi yang mengajak orang untuk melakukan tindak kekerasan terhadap korban.
Kejadian ini bermula saat korban menulis sebuah artikel di kanal Cek Fakta Liputan6com tentang verifikasi klaim yang menyebut politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, merupakan cucu dari pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) di Sumatera Barat, Bachtaroeddin.
Artikel tersebut terbit pada 10 September 2020 dengan link: https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4352565/cek-fakta-tidak-benar-anggota-dpr-dari-fraksi-pdi-perjuangan-cucu-pendiri-pki-di-sumbar
Keesokan harinya, sekitar pukul 18.20 WIB, akun Instagram @d34th.5kull mengunggah foto korban dengan narasi yang mengintimidasi. Kemudian, akun Instagram cyb3rw0lff_, cyb3rw0lff99.tm, _j4ck5on, dan bit_chyd, menyusul dengan narasi serupa.
Sekitar pukul 21.03 WIB, akun @d34th.5kull kembali mengunggah sebuah video provokatif dengan narasi: "mentioned you in a comment: Demi melindungi kawannya yang terjebak dalam pengeditan data di Wikipedia, oknum jurnalis rela melakukan pembodohan publik. Dan diikuti oleh team kecoa nya di masing-masing media rezim, sementara kita buka dulu 1 monyetnya...sisanya next” Unggahan seperti itu juga dibuat oleh pemilik akun instagram bit__chyd_ dan i.b.a.n.e.m.a.r.k.o.b.a.n.e . Mereka mengambil data korban di media sosial kemudian dibuat dalam bentuk video dengan narasi yang provokatif dan intimidatif.
Tak hanya akun media sosial yang diserang berbagai komentar yang mengintimidasi, korban juga merasa rumahnya mulai dipantau oleh beberapa orang yang tidak dikenal.
AJI Jakarta menilai doxing terhadap Cakrayuni merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap jurnalis yang dilindungi Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 mengatur, segala bentuk penghalang-halangan aktivitas jurnalistik dapat dijerat pidana, dengan ancaman penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
AJI Jakarta mengingatkan segala bentuk protes terhadap artikel yang dimuat harus ditempuh melalui mekanisme yang telah diatur oleh Undang-undang, yakni melalui hak jawab atau mengadukan ke Dewan Pers.
AJI Jakarta mengutuk segala bentuk teror terhadap jurnalis dan media massa yang menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Doxing merupakan upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers di era digital.
AJI juga mendesak kepolisian untuk mengusut doxing hingga ke pengadilan. Banyak kasus doxing yang menimpa jurnalis namun tak ada satupun yang diusut tuntas oleh pihak kepolisian. Tahun 2018 kasus doxing dialami oleh tiga jurnalis yang bekerja di media Detik.com, Kumparan.com, dan CNNIndonesia.com. Tahun 2019, kasus doxing juga menimpa jurnalis di Tabloid Jubi dan Aljazeera, terkait pemberitaan tentang Papua. Tahun ini, kasus serupa pernah menimpa dua jurnalis Tempo dan satu jurnalis Detik.com.
AJI juga meminta Dewan Pers turun aktif menyelesaikan kasus ini, sekaligus menyerukan pada masyarakat untuk menyelesaikan sengketa produk pers di Dewan Pers.
Selain itu, AJI meminta agar Pemimpin redaksi Liputan6com menjamin keselamatan jurnalis dan keluarganya yang terancam karena pemberitaan.
Sementara, redaksi liputan6com juga mengecam tindakan tersebut. Lewat siaran pers yang dibuat pada Sabtu 12 September 2020, redaksi berencana menempuh jalur hukum atas peristiwa doxing yang menimpa jurnalisnya.
Advertisement