Undang-Undang Pesantren Disahkan, Ini Liku-liku di DPR
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren akhirnya disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dalam rapat paripurna di gedung legislatif Senayan, Selasa 24 September 2019.
Sidang dipimpin Fahri Hamzah mengetuk palu pertanda disahkan RUU Pesantren tersebut menjadi Undang-Undang Pesantren. Itu menyusul, pernyataan soal persetujuan anggota DPR yang hadir.
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pesantren dapat disetujui menjadi UU?" tanya Fahri.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir.
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher, sebelum palu sidang diketok, mengungkapkan, UU Pesantren ini telah melalui proses yang cukup panjang selama tujuh bulan.
Pada 25 Maret 2019, menurutnya, merupakan rapat pertama RUU Pesantren sekaligus pembentukan panitia kerja atau panja atas RUU ini.
"Tujuh bulan rapat kerja, dalam pelaksanannya pada 10 Juli panja menyepakati hal-hal strategis" kata dia.
Di antaranya, adalah perubahan judul menjadi RUU Pesantren dari semula RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Panja RUU Pesantren juga menyerap aspirasi banyak pihak pada Agustus lalu dengan mengundang perwakilan pesantren dan rapat dengar pendalat dengan ormas Islam yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia serta lainnya.
"Seluruh aspirasi telah kami tampung," tuturnya.
Sontak, para santri dan staf partai politik berasaskan Islam yang berada di balkon ruang rapat berdiri dan melantunkan Shalawat Nabi.
Wakil rakyat yang mendengar lantunan Shalawat Nabi juga ikut berdiri mendengarkan Shalawat tersebut.
Selanjutnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, keberadaan RUU Pesantren untuk memberikan pengakuan atas independen pesantren.
"RUU tentang pesantren diadakan karena kehadiran pesantren untuk memberikan pengakuan atas independen pesantren yang berdasarkan kekhasan dalam fungsi kemasyarakatan kedakwahan dan pendidikan," kata Lukman.
Patut dicatat, pernyataan Ali Taher soal proses dan penggodokan RUU Pesantren tersebut.
"UU Pesantren adalah apresiasi komisi VIII atas keberadaan pesatren dan penguatan santri dan berfungsi sebagai dakwah dan pemberdayaan masyarakat," kata Ali.
Ali mengatakan, terkait dengan masukan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan sembilan organisasi masyarakat (ormas) terhadap RUU Pesantren, pihaknya telah mengakomodir masukan tersebut.
"Kami telah mengundang asosiasi pesantren dan mengundang pesantren se-Indonesia. Mengundang PBNU, Persis, Muhammadiyah dan lainnya, seluruh aspirasi telah kami tampung dan dimasukan dalam usul undang-undang. Terakhir aspirasi Muhammadiyah telah ditampung," tutur dia.
Hari ini, di sejumlah daerah terjadi aksi demonstrasi. Namun, mereka tidak mengusik soal RUU Pesantren itu. Justru RUU KPK, yang sebelumnya dari Revisi UU KPK, hang diprotes para mahasiswa dan aksi massa masyarakat umumnya itu. Selain itu, adalah protes RUU KUHP.
Advertisement