Ummi Kulsum, Juara Nasional Tutor Keaksaraan Asal Pasuruan
Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia. Bahkan, keberadaan guru sangat dielu-elukan hingga disebutkan dalam lagu dan puisi, Bahkan guru mendapat sebutan sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
Dalam prakteknya, ada bermacam-macam tingkatan guru. Mulai dari SD, SMP, SMA dan seterusnya dengan tantangan yang berbeda-beda. Salah satunya seperti yang dirasakan oleh Ummi Kulsum, S.Pd.I. Selain menjadi guru di salah satu madrasah ibtidaiyah (MI), ia juga menjadi tutor keaksaraan bagi warga buta huruf di sekitar tempat tinggalnya sejak 2008, tepatnya di Kejar Putra Bangsa, Desa Rowo Gempol, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan.
Menjadi guru dengan peserta didik anak-anak dan orang dewasa, sudah pasti berbeda, mulai dari cara mengajar hingga perlakuan terhadap peserta didik. Ummi mengaku sangat enjoy (menikmati) menjadi guru bagi keduanya. Karena kepiawaiannya, Ummi pun sukses menjadi tutor berprestasi, bahkan sampai level nasional. Yakni Juara I Tutor Keaksaraan, Apresiasi GTK PAUD dan Dikmas Berprestasi dan Berdedikasi Nasional tahun 2018.
Ummi bercerita seputar kisahnya menjadi tutor keaksaraan. Tepatnya sejak tahun 2008 lalu, tawaran menjadi tutor keaksaraan datang dari kakak kandungnya yang kebetulan adalah Kepala Desa Rowogempol plus Ketua PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Untung Suropati.
"Dulu, pelaksanaan pendidikan fungsional ada di desa, jadi Ketua PKBM adalah kepala Desa dan masih saudara. Semua guru dikumpulkan dan ditanya apa mau jadi tutor. Termasuk saya juga ditanyai. Dan kebetulan saya sudah ngajar mulai 2005, ya akhirnya tawaran itu saya maui," kata Ummi.
Setelah menerima tawaran, Ummi pun langsung diminta menjadi tutor. Hari-harinya menjadi guru bagi warga belajar yang usianya di atasnya, pun dilalui dengan penuh ikhlas. Selain harus sabar dan telaten (tidak mudah menyerah), juga harus bisa menjadi orang tua bagi mereka.
Ummi mengungkapkan, suka duka menjadi tutor keaksaraan. Salah satunya adalah seringnya pulang malam, lantaran jam belajar juga dimulai setelah para warga belajar datang. Apalagi, warga belajar tak hanya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan saja. Tapi ada juga yang cukup materi, tapi memang tak bisa membaca dan menulis.
"Contoh kejadian yang sederhana. Waktu itu kita sudah sepakat belajar maghrib, jauh-jauh dari Rowogempol ke Semedusari. Nyampek sana tidak ada siswa sama sekali, sehingga jam belajar molor hingga jam 9. Tapi ya sudahlah, karena passion saya ngajar, jadi saya sangat menikmatinya," katanya.
Meski terkadang menemui kendala, menjadi tutor keaksaraan seakan berkah tersendiri bagi Ummi. Betapa tidak, berkenalan dengan warga belajar secara tidak langsung juga memberikan feed back (timbale balik) yakni rasa kepuasan setelah para warga belajar bisa berinteraksi dengan dunia luar melalui kemampuan Calistung.
"Kesan dari warga belajar merek sudah tidak pakai cap jempol, tapi tanda tangan. Daftar hadir di sekolah atau pas sedang nabung harus mengisi brosur yang diberikan, sekarang sudah bisa. Ada juga yang haji tapi tidak bisa menulis, akhirnya saya tuntun sampai bisa. Pergi ke Bank juga malu, dan sekarang sudah tidak malu lagi. Mau ikut rapat desa dan sebagainya. Itulah kebahagiaan saya yang tak bisa saya ukur dengan apapun," katanya.
Sementara, saat ditanya perihal prestasi sebagai Juara I Tutor Keaksaraan Tingkat Nasional, Ummi mengaku telah melalui serangkaian seleksi. Mulai dari tingkat Kabupaten Pasuruan tahun 2018. Kemudian menjadi Juara I dan mengikuti seleksi tingkat Propinsi sampai akhirnya menang. Sehingga mewakili Propinsi untuk mengikuti Lomba Tutor Berprestasi di Pontianak selama 9 hari, YAKNI 8-14 Juli 2018 dan keluar sebagai Juara.
Atas prestasinya tersebut, Ummi mendapat banyak kemudahan untuk mengembangkan pendidikannya. Termasuk mendapat kesempatan kuliah singkat ke China. Tepatnya Jiangsu University of Science and Technology, dirinya belajar selama 1 bulan sembari mengunjungi beberapa lembaga pendidikan hingga museum.
Hanya saja, meski menjadi Tutor Nasional, Ummi nyatanya masih tercatat sebagai guru honorer di MI Miftahul Ulum Assimachi, Grati. Dirinya berharap ada kebijakan Pemerintah yang memberikan beasiswa bagi dia dan teman sejawatnya yang berprestasi.
"Ya mudah-mudahan saja ada kebijakan Pemerintah untuk nasib saya dan teman-teman. Saya pengen kuliah S-2, tapi karena butuh biaya banyak, jadi niat saya belum tersampaikan karena gaji juga tidak banyak. Meski itu semua sangat saya syukuri," katanya. (sumber: www.pasuruankab.go.id)