Umat Islam Berduka, Kiai Basori Alwi Berpulang ke Rahmatullah
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. KH Basori Alwi, tokoh umat Islam, menghadap ke Rahmatullah, Senin 23 Maret 2020 sore ini. Setelah mengalami masa kritis, Pengasuh Pondok Pesantren ilmu Al-Qur'an (PIQ) Singosari Kabupaten Malang ini, menjalani perawatan karena sakit jantung.
"Saya bersaksi, beliau orang yang baik," tutur Gus Nur Shodiq, ketua LP Maarif NU Jawa Timur.
Sebelumnya, seorang putranya telah menulis di media sosial tentang Kiai Basori Alwi.
"Mohon doa Abah Basori Alwi, usia 95 tahun, saat ini sedang sakit jantung dan sedang masa kritis," kata KH Luthfi Bashori, salah seorang putra Kiai Basori Alwi, Senin 23 Maret 2020, pukul 14.00 WIB.
Selama ini, Kiai Basori Alwi sedang dirawat dr Emiral Muhammad, cucunya sendiri di rumahnya di Kompleks Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari Malang.
"Mudah-mudahan, beliau dipilihkan oleh Allah yang terbaik," sambung Luthfi Basori, yang ketua MUI Kabupaten Malang.
Menurur rencana, jenazah almarhum akan disucikan bakda Maghrib hari ini. Jenazah akan dimakamkan di Kompleks Makam YPIQ Dengkol Singosari, esok Selasa 24 Maret 2020, dan dishalati terlebih dahulu di Masjid Hizbullah, Singosari, sekitar pukul 12.00 WIB, usai Dhuhur.
Kiai Basori Alwi dikenal sebagai pengajar Ilmu-ilmu Al-Quran. Sejumlah lembaga pendidikan Islam di Surabaya, tak lepas dari tangan ilmunya hingga pelajaran Al-Quran berkembang luas. Seperti di sekolah-sekolah di lingkungan Lembaga Pendidikan Khadijah Surabaya, dan Yayasan Ta'miriyah Surabaya.
Nama lengkanya, Muhammad Basori Alwi Murtadlo. Lahir di Singosari, Kabupaten Malang, 15 April 1927 dari pasangan bahagia, Kiai Alwi Murtadlo dan Nyai Riwati. Sejak kecil, beliau belajar Al-Qur’an pada ayahnya, Kiai Murtadlo. Lantas berguru kepada Kiai Muhith, seorang penghafal Al-Qur’an dari Pesantren Sidogiri (Pasuruan) lalu kepada kakak kandung beliau, Kiai Abdus Salam.
Kiai Basori alwi belajar kepada Kiai Yasin Thoyyib (Singosari), Kiai Dasuqi (Singosari) dan Kiai Abdul Rosyid (Palembang). Sewaktu tinggal di Solo pada tahun 1946-1949, beliau sempat belajar di Madrasah Aliyah dan mondok di Ponpes Salafiyah Solo. Bahkan, ketika sudah berkeluarga dan tinggal di Gresik, beliau masih menyempatkan diri untuk mengaji kepada Kiai Abdul Karim. Adapun lagu-lagu Al-Quran beliau peroleh dari Kiai Damanhuri (Malang) dan Kiai Raden Salimin (Yogya).
Selanjutnya, Kiai Basori Alwi memperdalam lagu Al-Qur’an melalui kaset rekaman para qari’ Mesir, khususnya Syaikh Shiddiq Al-Minsyawi.
Semasa remaja dikenal dengan sebutan Ustadz Basori Alwi. Demikian pula banyak orang memanggilnya. Saat ini usianya sudah lanjut, 95 tahun. Tak banyak orang memanggil beliau Kiai Basori. Entah apa sebabnya. Mungkin karena terkait dengan keahlian ustadz dalam melagukan Al-Qur’an. Sebab, pelantun Al-Qur’an biasanya dipanggil ustadz.
Apalagi, hingga kini, Ustadz Basori masih berkiprah di Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) tingkat Nasional dalam Dewan Hakim. Atau mungkin, kata “Ustadz” yang menurut Al-Khuli, diartikan “Profesor”, sehingga memang pas bila gelar “Profesor” di bidang pembelajaran Al-Qur’an, disematkan pada diri Kiai Basori Alwi sebagai ulama ahli Al-Qur’an yang berpengaruh di dalam maupun luar negeri.
Basori muda, sebelum belajar di Ponpes Salafiyah Solo, pernah mondok di Ponpes Sidogiri dan Ponpes Legi di Pasuruan antara tahun 1940-1943. Selain mengkaji ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab klasik khas pesantren salaf, Basori Muda juga tekun belajar Bahasa Arab. Beliau pernah berguru kepada Syaikh Mahmud Al-Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abdur Rahman bin Syihab Al-Habsyi (sewaktu di Solo), Syaikh Ismail dari Banda Aceh, KH Abdullah bin Nuh dari Bogor (sewaktu di Yogyakarta).
Gurunya yang disebut paling akhir ini adalah pengasuh Ponpes Al-Ghozali dan redaktur siaran berbahasa Arab di RRI Yogyakarta ketika masih menjadi ibukota darurat RI.
KHM. Basori Alwi merupakan sosok praktisi dunia pendidikan yang profesional dan berpengalaman. Buktinya, beliau telah malang melintang berkhidmat di lembaga-lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, formal maupun informal. Beliau mulai menjadi pengajar sekitar tahun 1950 saat tinggal di kawasan Ampel Surabaya, di rumah pamannya.
Kiai Basori Alwi sempat ditawari mengajar di SMI Surabaya dan PGA Negeri Surabaya (1950-1953) dan di PGAA Negeri Surabaya (1953-1958). Sejak itulah, jiwa kepengajaran beliau semakin terasah. Ketika hijrah ke Gresik setelah mempersunting gadis di sana, beliau masih mengajar di Surabaya.