Ulama Pesantren Kembangkan Islam 'Wasathiyah', Kata Mahfud MD
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD mengatakan, para kiai dan ulama pesantren dalam berdakwah, mengembangkan Islam wasathiyah. Yakni Muslim yang menyakini bahwa agama yang dianutnya paling benar, tetapi pada saat bersamaan tidak menyalahkan orang lain yang mempunyai keyakinan berbeda.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, cara berpikir seperti itu menimbullkan sikap saling menghargai antarpemeluk agama atau disebut dengan tasamuh.
Dalam konteks lebih luas, keberadaan agama-agama disebut pluralisme. Menurutnya, pluralisme bukan membenarkan semua agama, melainkan mengakui keberadaan agama lain. Perbedaan agama merupakan fakta dan fitrah yang diciptakan oleh Allah.
"Kepercayaan akan itu bahwa perbedaan itu Tuhan yang menciptakan, menimbulkan kesadaran kepada kita karena perbedaan itu ciptaan Tuhan maka kita menghargai orang yang berbeda dengan kita sebagai fakta sebagai fitrah yang tidak bisa dihindari. Itulah pluralisme. Jangan diartikan pluralisme itu semua agama sama, semua agama benar. Ndak!" terangnya.
Sikap menghargai antar-pemeluk agama itu harus diwujudkan agar kehidupan keberagamaan menjadi nyaman dan tidak saling menghujat. Menurutnya, jika ada orang yang beragama, tetapi suka marah, maka ada kesalahan pada orang tersebut dalam beragamanya.
"Kalau orang beragama kok marah-marahan, itu pasti salah beragamanya. Beragama itu enak, loh, kaya Gus Mus itu tenang, santai, bicaranya datar. Juga diajak bicara biasa, tetap datar, biasa-biasa saja. Tidur mungkin enak, nyenyak. Coba orang yang tidak toleran itu tidurnya gak nyaman. Nah itu salah beragama," ucapnya.
Ia mengatakan, dalam konsep Islam wasathiyah, Muslim dapat bekerja sama dengan siapa saja, tanpa melihat latar belakang agama orangnya. Hal itu telah dilakukan Nabi Muhammad ketika membangun negara Madinah. Hasilnya, siapa pun dapat menjalani kehidupan dengan damai dalam masyarakat yang plural.
Begitu juga dalam persoalan hak dan keadilan, siapa pun mendapatkan haknya, dan jika ada yang melakukan kesalahan dihukum karena hukum tidak mengenal golongan tertentu.
"Mayoritas, minoritas, kalau salah, ya salah. Kalau benar, ya benar," ujar Mahfud, saat mengisi acara Haul ke-XV KH Fuad Hasyim di Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Senin 19 Agustus 2019.