Ulama Perempuan Anggap Promosi Aisha Wedding Pelecehan Agama
Heboh ajakan untuk melakukan perkawinan dini, Aisha Weddings menuai kecaman publik. Aisha Wedding dalam situs resminya yang kini sudah tak terlacak, bahkan mempromosikan untuk nikah siri dan poligami. Alasannya, sesuai dengan ajaran agam Islam. Benarkah?
Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) punya pendapat yang berbeda. Menurut mereka, mempromosikan pernikahan usia anak-anak, menikah siri dan poligami adalah bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Ada beberapa undang-undang yang berpotensi dilanggar jika tetap melakukan pernikahan di usia anak-anak, nikah siri dan poligami.
Undang-undang yang dilanggar itu misalnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan berpotensi juga pada pelanggaran UU nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
"Negara tidak boleh membiarkan terjadinya sejumlah pelanggaran, demi tertib hukum dan perlindungan bagi anak dan perempuan yang
menjadi korban," kata Nyai Hj. Badriyah Fayumi Ketua Majlis Musayawarah KUPI lewat keterangan tertulisnya.
Kata Badriyah Fayumi, dalil ketaatan dan ketakwaan dengan menjalankan nikah pada usia anak-anak, nikah siri dan poligami adalah pelecehan agama. Agama hanya dimanfaatkan untuk tujuan bisnis dan eksploitasi seksual anak perempuan.
Eksploitasi seksual anak perempuan dengan modus kawin anak, nikah siri dan poligami jelas bertentangan dengan prinsip Tauhid yang melarang penundukan manusia yang lemah anak perempuan oleh manusia lainnya yang punya kekuatan, kekuasaan dan otoritas. Perkawinan anak, nikah siri dan poligami dalam kenyataannya dianggap juga lebih banyak membawa kemadlaratan, kesengsaraan dan penderitaan bagi perempuan.
Promosi kawin anak, nikah siri, poligami juga dianggap kemunduran peradaban dan merendahkan harkat dan martabat perempuan, khususnya anak perempuan karena menjadikan mereka sebagai obyek seksual semata. Padahal anak perempuan adalah manusia yang utuh dan berhak mendapatkan pendidikan, pengembangan diri, perlindungan kesehatan dan hak reproduksi, serta perlindungan dari segala bentuk eksploitasi termasuk eksploitasi seksual sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945
Oleh karena itu
1. Mendukung upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) yang membawa kasus ini ke ranah hukum. Selanjutnya Kepolisian Republik Indonesia dan aparat penegak hukum lainnya dapat memproses dan menyelesaikan kasus ini secara hukum agar kasus serupa tidak terulang. Kepolisian RI juga diharapkan dapat melakukan penyelidikan tentang kemungkinan adanya jaringan perdagangan orang atau jaringan pedofilia di balik promosi ini.
2. Mendukung dan siap bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk terus melakukan edukasi mengenai kawin anak, nikah sirri dan poligami serta dampak dan madlaratnya bagi perempuan.
3. Meminta Kemenkominfo untuk memblokir aishawedding.com dan situs-situs sejenis.
4. Mendukung DPR RI dan pemerintah untuk segera menuntaskan dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Kasus ini membuktikan bahwa kawin paksa dan eksploitasi seksual itu nyata adanya. Oleh karenanya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diharapkan menjadi payung hukum untuk melindungi korban dan calon korban, sekaligus menindak pelaku merupakan sesuatu
yang mendesak.